(24) Trauma

290 44 15
                                    

Langit gelap malam perlahan memudar, digantikan oleh semburat sinar mentari pagi yang hangat namun tetap menyejukkan.

Pagi di kota ini, meskipun terbilang cukup besar dan ramai, masih menyimpan ketenangan dan kesejukan yang jarang ditemukan di tempat lain.

Udara segar yang berhembus lembut seakan menyapa setiap orang yang keluar rumah, memberikan semangat baru untuk menjalani aktivitas hari itu.

Begitu pula dengan Rasha, yang sejak pagi sudah penuh energi. Setelah sarapan bersama kedua orang tuanya, Rasha berpamitan dengan senyum lebar, siap menjalani hari.

Dengan cekatan, dia mengendarai mobil kesayangannya, melaju melalui jalanan kota yang masih cukup lengang, sesekali menikmati udara pagi yang segar.

Sesampainya di kampus, Rasha dengan mudah menemukan tempat parkir favoritnya.

Namun, berbeda dari biasanya, hari ini dia tidak terlalu sibuk mencari-cari sosok Lulu. Karena tidak ada kelas pagi bagi Lulu, jadi Rasha pun tidak merasa perlu menghabiskan waktu untuk menunggu atau mengintip kelasnya.

Hari ini, fokusnya hanya pada kelas yang akan dia hadiri dan teman-teman sejurusannya. Setelah memarkir motornya dengan rapi, Rasha berjalan menuju gedung fakultas dengan langkah santai, sambil menikmati pagi yang tenang.

Begitu sampai di gedung fakultasnya, dia langsung bertemu beberapa temannya yang sudah lebih dulu tiba. "gutten morgen bro gwehhh." sapa Ellan dengan cengirannya sembari bersalaman khas mereka yang disusul oleh Zean.

"Btw, nanti malam pada free nggak?" tanya Zean, memecah keheningan yang sebelumnya diisi dengan obrolan santai. Rasha dan Ellan hanya menggelengkan kepala tanpa berkata apa-apa sebagai jawaban. 

"Oke, nice. Nanti kita kumpul di basecamp, gas?" lanjut Zean dengan nada antusias.

"Boleh, boleh aja sih. Tapi, ngomong-ngomong itu gedung punya siapa, ya? Emang nggak masalah kalau tiba-tiba kita pakai rooftopnya buat dijadiin basecamp?" tanya Ellan, tiba-tiba merasa penasaran.

Sejak awal, gedung tiga lantai itu memang sudah lama jadi tempat mereka nongkrong, tapi tak satu pun dari mereka tahu siapa pemiliknya.

"Hiya, juga ya. Selama kita nongkrong-nongkrong di sana, nggak pernah kelihatan ada yang punya atau ada yang pakai gedung itu," jawab Zean sambil mengangguk, setuju dengan rasa penasaran Ellan.

Gedung itu memang masih menjadi tempat yang misterius bagi mereka. Letaknya agak tersembunyi, tetapi rooftopnya memiliki pemandangan kota yang indah, membuatnya jadi tempat yang sempurna untuk berkumpul.

Mereka pun bisa mengakses rooftop itu tanpa harus masuk ke gedungnya, karena ada tangga melingkar di samping bangunan yang langsung mengantarkan mereka ke atas.

Ellan dan Zean yang tadi asyik membahas gedung itu, kini saling berkode dengan mata, menyadari bahwa Rasha sejak tadi terlihat diam dan melamun. "Bro, diem-diem bae. Kenapa lo?" tanya Ellan, memecah lamunan Rasha yang tampak terjebak dalam pikirannya sendiri.

 Rasha tersadar dan langsung tersenyum tipis. "Eh, nggak, nggak ada apa-apa. Gue cuma kepikiran aja, gimana kalau gue beli gedung itu biar jadi basecamp resmi kita," jawab Rasha dengan nada santai, seakan-akan membeli gedung bukan hal yang besar baginya.

Zean dan Ellan langsung saling melirik dengan ekspresi terkejut. "Busetttt, ini pewaris tunggal emang nggak ada lawan sih. Ngeliat gedung orang, ngelamun dikit, kepikirannya langsung beli," ujar Zean sambil terkekeh, masih tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan Rasha. 

"Gila, lo, Sha. Nggak ada mikir yang lebih kecil gitu?" tambah Ellan dengan senyum lebar.

Mereka pun semua tertawa, membuat suasana kembali cair. Meskipun ide Rasha terdengar konyol, tapi tak ada yang benar-benar meragukan bahwa kalau Rasha mau, dia bisa saja benar-benar membeli gedung itu. Saat mereka tengah asik tertawa tiba-tiba saja dosen yang akan mengajar di kelas mereka pun masuk yang menandakan mereka harus mengakhiri obrolan itu.

LAUT DAN SENJA || LuRah ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang