(14) OSPEK

285 35 10
                                    

~ Beberapa bulan kemudian

Matahari perlahan mulai menampakkan diri, sinarnya menyelinap masuk melalui celah-celah jendela, mengisi ruangan yang bernuansa abu-abu dengan cahaya pagi yang lembut. Namun, ada yang berbeda pada pagi ini. Sang pemilik kamar yang biasanya sulit sekali untuk dibangunkan, kini sudah bangun lebih awal dan tampak rapi, bersiap untuk berangkat ke kampus impiannya guna mengikuti ospek. Dengan cermat ia memeriksa kembali kebutuhan-kebutuhan yang akan dibawanya. Di tengah kesibukannya itu, terdengar ketukan lembut di pintu kamarnya. "Rashaa, bangun sayang, udah siang," terdengar suara lembut sang mama sembari membuka pintu. "Eh, sudah ganteng aja rupanya anak mama. Semangat banget sih," lanjutnya sambil mendekat dan memeluk putra semata wayangnya dengan penuh kasih sayang.

"Hehe, iya, Ma. Hari pertama, jadi pengen cepet-cepet. Penasaran juga rasanya jadi mahasiswa gimana," jawab Rasha sambil melanjutkan kegiatannya, memilih dengan cermat barang-barang yang akan dibawanya. Mendengar jawaban itu, Gaby merasa tersentuh. Ia menyadari bahwa putra semata wayangnya kini telah tumbuh dewasa dan perlahan-lahan mulai berubah.

Dulu, ketika Rasha masih duduk di bangku SMA, Gaby selalu kewalahan membangunkan anak satu-satunya itu setiap pagi. Rasha terkenal malas bangun pagi, dan Gaby sering kali harus berulang kali memanggil dan menggoyangkan tubuh Rasha agar bangun. Namun, semenjak mendekati ujian kelulusan hingga hari ini, Rasha selalu terlihat bersemangat untuk bangun pagi. Bahkan, beberapa kali saat akhir pekan, ia mulai membiasakan diri untuk berlari pagi di taman kota, sebuah kebiasaan yang tidak pernah terbayangkan oleh Gaby sebelumnya. 

"Ya sudah, habis ini langsung ke bawah ya, sarapan dulu. Papa juga kayaknya sudah siap," ucap Gaby. Rasha hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Setelah itu, Gaby keluar dari kamar Rasha dan menuju ke dapur, melanjutkan persiapan sarapan di meja makan bersama asisten rumah tangganya. 

Setelah memastikan semua persiapannya sudah selesai, Rasha melangkah dengan mantap menuju ruang makan. Pagi itu, ia bergabung untuk sarapan bersama kedua orang tuanya. Suasana di meja makan terasa tenang dan damai seperti hari-hari biasanya. Hanya terdengar dentingan sendok yang beradu dengan piring, menciptakan melodi sederhana yang mengisi keheningan pagi. Setelah menyantap sarapan, Rasha berdiri dan dengan sopan berpamitan kepada ayah dan ibunya. Ia kemudian menuju ke garasi, tempat di mana motor kesayangannya menunggu, siap untuk mengantarnya menjalani hari yang baru.

Setelah memanaskan motornya sejenak, Rasha langsung melajukan kendaraan kesayangannya, membelah jalanan kota yang mulai ramai. Suara deru mesin motornya berpadu dengan hiruk-pikuk pagi, ketika orang-orang mulai beraktivitas, mengisi hari mereka masing-masing. Ia melintasi deretan mobil yang bergerak lambat, menyusuri gang-gang yang dipenuhi pejalan kaki, dan melewati para penjual yang sudah sibuk menata dagangannya. Angin pagi yang segar menerpa wajahnya, membawa aroma campuran aspal basah dan kopi dari kedai-kedai pinggir jalan. Dengan cekatan, Rasha menavigasi jalanan yang semakin padat, matanya fokus menghadap ke jalanan menuju kampus barunya itu.

Setelah dua puluh menit berkendara dengan motornya, akhirnya Rasha tiba di gerbang kampus barunya. Gerbang besar itu menjulang di depannya, menandakan awal dari petualangan barunya sebagai mahasiswa. Tanpa membuang waktu, ia melaju perlahan memasuki area kampus, menyusuri jalan setapak yang dikelilingi pepohonan rindang dan bangunan-bangunan tua yang kokoh. Ia langsung menuju gedung fakultasnya, mengikuti petunjuk yang telah diingatnya sejak kunjungan pertamanya. Sesampainya di sana, ia mencari tempat parkir yang masih kosong dan memarkirkan motornya dengan rapi.

Saat Rasha memarkirkan motornya di area yang cukup ramai, pandangannya langsung tertuju pada dua sosok yang familiar. Ellan dan Zean berdiri tak jauh darinya, dan tentu saja mereka tidak sendirian. Di sebelah Ellan, Kathrin tersenyum hangat, sementara Marsha tampak tertawa kecil di sisi Zean. Pemandangan ini membuat Rasha terkekeh. Setelah mematikan mesin motornya dan melepaskan helmnya, ia langsung menyapa mereka, "Masih pagiii, udah bucin bae lo pada," celetuknya sambil menyeringai. 

LAUT DAN SENJA || LuRah ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang