(37) beledigd

241 50 21
                                    

Selesai menikmati makan siang yang penuh tawa dan obrolan ringan, mereka beranjak dari kantin, kembali ke rutinitas masing-masing. Rasha dan teman-temannya menuju kelas, sementara Chika memilih kembali ke perpustakaan untuk menyelesaikan pencarian referensi tugas akhirnya.

Namun, tanpa mereka sadari, sejak awal ada sepasang mata yang tak pernah lepas mengawasi setiap gerakan mereka. Sepasang mata yang dari kejauhan, menyimpan pandangan penuh arti-mata yang tak berkedip sedetik pun, bahkan saat mereka mulai meninggalkan tempat itu.

Diam-diam, sosok itu mengamati dengan intensitas yang dingin, tatapannya terfokus terutama pada Rasha. Ada sesuatu yang bergejolak di balik senyuman samar yang perlahan terlukis di wajahnya, senyuman penuh makna yang tidak sekadar menunjukkan kehangatan, melainkan semacam rencana yang perlahan terbentuk dalam pikirannya.

Waktu terus berjalan, namun tatapan itu tak pernah bergeser, seolah menunggu saat yang tepat untuk melancarkan sebuah langkah yang telah ia persiapkan.

Ketika akhirnya Rasha dan teman-temannya mulai berjalan meninggalkan kantin, sosok itu menegakkan tubuhnya, sudut bibirnya mengangkat lebih tinggi, membentuk senyuman smirk yang sarat dengan kesan misterius. "Oke, kita mulai permainannya sekarang," gumamnya pelan, suara yang terdengar lebih kepada dirinya sendiri.

Ada nada ancaman halus dalam kata-katanya, namun penuh keyakinan seolah rencana yang ia susun akan segera terwujud. Matanya masih terpaku pada punggung Rasha dan teman-temannya, menelusuri setiap langkah yang semakin jauh, hingga akhirnya sosok-sosok itu hilang dari pandangan. Tapi bagi dia, permainan baru saja dimulai, dan dalam pikirannya, ini hanyalah permulaan dari sesuatu yang lebih besar.

__________
_________________

Matahari telah condong sedikit ke barat, menandai akhir dari perkuliahan di hari itu. Lulu, yang biasanya langsung pulang setelah kelas, memutuskan untuk tetap tinggal di kampus, duduk bersama teman-temannya di gazebo biasa. Ia butuh tawa, obrolan ringan, dan suasana santai yang mampu menenggelamkan sejenak perasaan sakit hatinya.

Di antara riuh rendah, canda dan tawa mereka, Lulu merasa sejenak terlepas dari kepahitan yang menggelayuti hatinya. Namun, meski ia berada di tengah keceriaan, pikirannya tak sepenuhnya bebas. Pandangannya sesekali mencuri pandang ke arah motor SM Sport SM3 yang terparkir rapi di seberang. Motor itu milik Rasha, sosok yang akhir-akhir ini menghantui pikirannya lebih dari yang ingin ia akui.

Pertanyaan-pertanyaan berputar tak henti dalam benaknya, seolah pikirannya menolak untuk diam. Siapa wanita tadi yang begitu akrab dengan Rasha? Apakah benar senior itu pacarnya? Jika benar, apakah Rasha pernah memboncengkannya dengan motor kesayangan itu?

Lulu tak bisa membayangkan ada orang lain yang duduk di jok belakang motor itu selain dirinya. Rasanya begitu tidak rela, meskipun ia selalu mengatakan pada dirinya sendiri bahwa Rasha tak lebih dari seorang adik baginya.

Namun perasaan yang muncul, rasa cemburu yang tak terucapkan, begitu kuat, seolah ada sesuatu yang jauh lebih besar daripada sekadar hubungan kakak-adik.

Sadar akan perubahan di raut wajah Lulu, Indah yang duduk di sampingnya menepuk lembut pundaknya. "Dah, Lu, jangan dipikirin terus. Ntar lo malah sakit hati terus-terusan," ucap Indah dengan lirih, tapi penuh perhatian.

"Lo kan sengaja enggak pulang dulu karena mau happy-happy sama kita di sini, kan?" lanjutnya, mencoba menarik Lulu kembali ke suasana saat itu.

Lulu tersenyum tipis, berusaha mengalihkan pikirannya dari motor yang terus memanggilnya dari kejauhan. Ia mengangguk pelan, seolah menyetujui kata-kata Indah.

Tapi di dalam hatinya, ia tahu, perasaan itu tidak akan semudah itu lenyap. Tetap saja, ia berusaha-ia harus berusaha-untuk menikmati waktu bersama teman-temannya, melupakan sejenak rasa yang tak seharusnya ia rasakan.

LAUT DAN SENJA || LuRah ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang