(36) Orang Baru

189 44 14
                                    

Hari-hari terus berlalu, dan hubungan antara Rasha dan Chika semakin dekat seiring waktu. Chika, yang awalnya hanya sesekali nongkrong bersama Rasha dan teman-temannya karena dua adiknya, kini menjadi bagian dari lingkaran itu. Dia sering terlihat bersama mereka, baik saat kuliah berakhir maupun di jam-jam istirahat siang. 

Meski lebih senior—sekarang di semester tujuh seperti sepupunya, Gracia, dan pacarnya, Sean—Chika tidak merasa canggung bergaul dengan mereka yang lebih muda beberapa tahun.

Bahkan, perbedaan usia itu tidak berarti apa-apa ketika mereka saling bercanda dan berbagi cerita. Kerap kali mereka menghabiskan waktu bersama selepas kuliah, entah sekadar makan siang di luar, ngopi di kafe favorit mereka, atau pergi ke tempat-tempat seru untuk melepas stres setelah seharian penuh disibukkan oleh tugas-tugas kuliah dan Chika yang sudah mulai sibuk dengan tugas akhirnya.

Namun, di tengah kebersamaan yang semakin intens itu, Rasha perlahan menyadari bahwa dia sudah cukup lama tidak bertemu dengan Lulu. Waktunya kini lebih banyak dihabiskan bersama Chika dan teman-temannya, seolah terbenam dalam usaha memperbaiki perasaannya yang sempat kacau. 

Di sisi lain, Lulu juga tampak semakin tenggelam dalam kesibukan tugas kuliahnya, yang ia gunakan sebagai cara untuk tidak terus-menerus memikirkan kejadian yang telah memisahkan mereka.

Tetapi, di dalam lubuk hatinya, Lulu tak bisa membohongi diri sendiri. Ada perasaan rindu yang mulai merayap—rasa kehilangan yang tak bisa ia abaikan, meski dengan keras kepala dia selalu menyangkalnya setiap kali teman-temannya menyinggung Rasha. Dia menolak mengakui perasaan itu, menutupi dengan berbagai alasan yang sering kali terdengar tak masuk akal.

Seperti siang ini, Lulu bersama teman-temannya tengah bersantai di gazebo kampus setelah kuliah selesai. Sambil berbincang, matanya terus saja mengarah ke sebuah motor yang sangat ia kenali—motor milik Rasha, yang terparkir di tempat favoritnya. Meski Rasha sendiri tak terlihat, keberadaan motornya membuat Lulu terus-menerus menengok ke arah parkiran.

Hal ini tentu tak luput dari perhatian teman-temannya. Olla yang paling tak tahan menahan mulutnya pun mulai menggoda, "Udah deh Lu, liatin motor brondong mulu. Kalau kangen, ya samperin atau chat orangnya." 

Lulu, yang merasa kepergok, buru-buru mengelak dengan alasan yang terdengar dibuat-buat, "Dih, mana ada. Gw cuma liat-liat aja motor anak fakultas sebelah. Keren-keren juga, ya kan?" Namun, elakannya terdengar tak meyakinkan, dan teman-temannya hanya tertawa kecil.

"Lulu, Lulu, segitunya lo denial sama perasaan lo. Sejak kapan coba lo peduli sama motor-motor fakultas lain?" sindir Jessi sambil terkekeh.

 Lulu memutar bola matanya dengan malas, berusaha mengalihkan perhatian dari topik yang mulai membuatnya gelisah. Tapi kenyataannya, setiap kali dia mengalihkan pandangan, matanya selalu kembali ke arah motor itu, seolah-olah berharap Rasha tiba-tiba muncul di tempat itu. Namun, lagi-lagi, sosok Rasha tak terlihat. Meski motor itu ada di tempat biasanya, Rasha sendiri seolah menghilang dari peredaran.

Setelah beberapa saat, akhirnya Lulu melihat teman-teman Rasha berjalan menuju gazebo sebelah, tempat mereka biasanya berkumpul. Tapi lagi-lagi, Rasha tidak ada di antara mereka. Lulu bertanya-tanya dalam hati, ke mana anak itu? Sudah dua kali dia melihat teman-teman Rasha tanpa Rasha sendiri di sana, padahal motornya jelas-jelas terparkir di tempat favoritnya.

 Lulu pun merasa semakin bingung, bahkan perasaan rindu yang selama ini ia tekan mulai menggelitik hatinya. Sudah berapa hari Rasha tak muncul di sekitar kampus? Apa yang sebenarnya terjadi padanya? Perlahan, rasa penasarannya berubah menjadi kekhawatiran kecil yang diam-diam menyusup ke dalam benaknya, meski ia masih keras kepala menolak mengakui bahwa dirinya merindukan Rasha.

LAUT DAN SENJA || LuRah ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang