(44) Enemy

204 42 20
                                    

"Kenapa diam?" suara itu menusuk keheningan, memaksa Rasha keluar dari pikirannya yang tengah berusaha keras mengingat siapa orang yang berdiri di depannya ini.

Pria itu tertawa kecil, seakan menikmati kebingungan Rasha. "Heh, jadi lo beneran lupa sama gue?" katanya lagi, nadanya terdengar main-main namun penuh ancaman.

Rasha perlahan mendongak, menatap pria itu dengan tatapan penuh kecurigaan, menyapu wajahnya dengan pandangan tajam. "Mau apa lo?" tanya Rasha, suaranya dingin namun penuh kewaspadaan.

Pria itu kembali terkekeh, kali ini dengan nada yang lebih seram. "Hah, lo udah inget gue, ya?" tanyanya santai, tapi jelas ada sesuatu yang gelap dan tajam di balik kata-katanya.

Rasha akhirnya mengangguk pelan, ingatannya perlahan mulai kembali. "Iya, gue inget lo. Lo yang waktu itu gangguin Kak Chika, kan?" tanya Rasha, suaranya datar tapi matanya menajam.

Pria di depannya tertawa lebar, tawa yang terasa kasar dan penuh ejekan. "Hahaha, bagus juga ingatan lo, bocah," ucapnya dengan seringai di wajahnya.

Rasha tetap tenang, meskipun di dalam hatinya ia tahu percakapan ini akan mengarah ke sesuatu yang lebih serius. "Terus lo mau apa? Ada urusan apa lo sama gue?" tanya Rasha lagi, kali ini nadanya lebih menantang.

Pria itu mendekatkan wajahnya ke arah Rasha, senyum sinis masih melekat di bibirnya. "Hahahah, Rasha, Rasha... lo pikir, dengan lo mukulin gue waktu itu gara-gara sok jadi pahlawan di depan Chika, semuanya selesai gitu aja?" katanya dengan suara rendah namun penuh kebencian. "Nggak segampang itu, bocah."

Pria itu berjalan pelan, membelakangi Rasha, seolah menikmati setiap detik keheningan yang membebani suasana. "Ah, iya, gimana rasanya kemarin? Cukup puas nggak lo nginep di rumah sakit tiga hari? Atau lo mau nambahin lagi, hah?" tanyanya sambil kembali berbalik, tatapannya tajam, penuh ejekan.

Mendengar itu, darah Rasha terasa mendidih. Sekarang dia paham-orang di depannya inilah yang menyuruh orang-orang untuk mengeroyoknya beberapa waktu lalu. Pria ini, yang bahkan namanya saja Rasha tidak tahu, ternyata biang kerok di balik serangan brutal itu.

"Mau lo apa, bangsat!" geram Rasha, nadanya tak lagi bisa menahan amarah.

Pria itu tersenyum dingin, "Mau gue? Mau gue, lo tidur lebih lama lagi... atau bahkan nggak usah bangun-bangun, biar lo nggak ganggu Chika lagi."

Kata-kata itu meluncur dari mulutnya seperti racun, memancing kemarahan Rasha yang tak lagi bisa ditahan. Tanpa berpikir panjang, Rasha melayangkan pukulan ke arah pria itu, tapi belum sempat tangannya mendarat, dua orang muncul dari belakang, memegangi Rasha dengan keras.

Serangan mendadak itu membuat Rasha memberontak sekuat tenaga, "Bangsat! Lepasin gue!" teriaknya, tubuhnya bergeliat mencoba melepaskan diri dari cengkeraman mereka.

Pria itu hanya tertawa kecil melihat perjuangan sia-sia Rasha. "Rasha, Rasha... lo tuh lemah, cupu, tapi sok jago mau jadi pahlawan buat Chika," sindirnya, tatapannya penuh penghinaan.

Namun Rasha, meski dalam posisi terpojok, tak mau kalah. "Heheh, lo yang lemah. Lawan bocah kayak gue aja perlu bantuan dua orang," seringainya, dengan tatapan penuh tantangan.

Mendengar ejekan itu, amarah pria di depannya memuncak. Tanpa berpikir dua kali, dia mulai menghujani Rasha dengan pukulan, wajahnya penuh kebencian.

Pukulan bertubi-tubi menghantam tubuh Rasha, bibirnya mulai mengeluarkan darah, tapi dia tetap tersenyum miring. Pria itu mendekatkan wajahnya ke Rasha yang mulai babak belur, matanya menatap tajam.

"Lo... nggak usah sok jago," hardik pria itu lirih, penuh kebencian. Namun Rasha hanya menatap balik dengan senyum miring, meski darah mengalir dari sudut bibirnya. Di matanya, tak ada tanda menyerah.

LAUT DAN SENJA || LuRah ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang