(10) Hampa

321 34 2
                                    

-kediaman keluarga Wardhana

Di kamar yang bernuansa abu-abu itu, Rasha terus memandang langit-langit kamarnya. Sejak pulang dari fotokopi kampus, pikirannya dipenuhi oleh bayangan Lulu dan bagaimana caranya meluluhkan hati gadis itu.  Berbagai cara ia pikirkan, namun tak satu pun terasa tepat.


Ia sempat terpikir untuk bertanya kepada Lia, sepupunya, yang juga teman dekat Lulu. Namun, niat itu ia urungkan, takut Lia akan membocorkannya kepada orang tua Rasha. Ia belum siap memberi tahu kedua orang tuanya bahwa ia mulai kembali merasakan jatuh cinta, ia merasa perasaan itu masih terlalu baru dan rapuh untuk dibagi.


Rasha mengacak-acak rambutnya dengan frustrasi, "aishhh, gw kenapa jadi kaya orang bucin tolol kek gini sih," gumamnya. Pikirannya benar-benar kacau, bingung memikirkan cara mendekati Lulu dan bingung mengapa ia merasa begitu bodoh sekarang. Setiap strategi yang terlintas di benaknya tampak tak mungkin berhasil.


Kelelahan karena berpikir keras sejak tadi, tanpa disadari, akhirnya Rasha tertidur di tempatnya. Tubuhnya menyerah pada kelelahan, memberikan jeda pada pikirannya yang terus-menerus gelisah.



_______
______________

Sementara itu saat di perjalanan pulang, Lulu terus terdiam di bangku belakang, memandang kosong ke arah luar jendela mobil. Eli, yang duduk di depan, memperhatikan adiknya dengan rasa bingung dan khawatir, bertanya-tanya apa yang sedang mengganggu pikiran Lulu. Gito, merasakan ketegangan di dalam mobil, mencoba memberikan kenyamanan kepada Eli dengan menggenggam tangannya dan mengusapnya lembut. Mereka melanjutkan perjalanan dalam keheningan, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri.


Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 25 menit, mereka akhirnya tiba di pekarangan rumah Eli dan Lulu. Lulu, yang menyadari bahwa mereka sudah sampai di rumah, segera turun dari mobil. Sebelum masuk ke dalam rumah, dia tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Gito. Gito pun membalas ucapan terima kasih itu dengan senyuman lembut.



Sebelum keluar dari mobil, Eli sempat menawarkan kepada Gito untuk mampir dulu ke rumah mereka. Namun, Gito menolak dengan alasan bahwa dia sudah memiliki janji dengan teman-temannya malam itu. Saat Eli hendak turun, Gito menahan lengannya dengan lembut. "Kamu jangan sedih-sedih ya, ada aku. Pokoknya kamu harus ceritain semua perasaan kamu ke aku, jangan dipendem sendiri," ucap Gito dengan penuh perhatian.



Eli yang mendengar ucapan Gito itu pun tersenyum, hatinya menghangat. Ia merasa sangat beruntung memiliki kekasih seperti Gito yang selalu mengerti keadaannya. Dengan senyum yang masih tersungging di bibirnya, Eli turun dari mobil, mengucapkan terima kasih sekali lagi kepada Gito. Setelah melambaikan tangan, Eli berjalan masuk ke dalam rumah menyusul Lulu, meninggalkan Gito yang masih tersenyum lembut di dalam mobil.



Saat Eli masuk ke dalam rumah, suasana sangat hening. Tidak terlihat tanda-tanda kehadiran adiknya. "Mungkin langsung ke kamarnya. Yasudah nanti aja deh nanyain dia," gumamnya pelan. Ia melepas sepatu, berjalan perlahan melewati ruang tamu, dan naik ke lantai dua. Setelah sampai di depan pintu kamarnya, Eli membuka pintu dengan lembut dan masuk. Ia meletakkan tas di atas meja, lalu merebahkan diri di atas tempat tidur, mencoba menghilangkan penat yang ia rasakan sepanjang hari.


_______
_______________

Sementara itu, di kamar sebelah yang bernuansa biru pastel, Lulu menatap kosong bingkai foto keluarga lengkapnya. Dalam foto itu, ia terlihat bahagia bersama kakaknya dan kedua orangtuanya, senyum mereka merekah penuh kebahagiaan. Namun, kenangan itu terasa begitu jauh, seolah-olah bagian dari kehidupan yang berbeda. Kini semuanya terasa hampa, sudah bertahun-tahun sejak orangtuanya menghilang tanpa jejak.


LAUT DAN SENJA || LuRah ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang