08: Penyesalan

268 26 2
                                    

YOU POV

Angin berhembus kencang, menyibak sebagian rambutku ke belakang. Aku langkahkan kaki dengan berat menyusuri sebuah jalan setapak, melewati barisan bunga tulip yang tumbuh subur di halaman belakang kediaman VARIUM.

Jantungku berdegup kencang, seiring ketakutan yang semakin menyelimutiku. Aku tarik napas dalam lalu membuangnya dengan kasar. Tanganku bergetar, serta tak henti bertanya dalam hati, mengapa harus aku? Apa yang ingin ia bicarakan? Apa ia akan memakiku lagi?

Beruntung, aku tak sendirian saat mengantarkan makanan ini untuk Niki, ada Sunoo yang menemaniku.

Sampailah kami di muka pintu rumah tersebut. Rumah itu sangatlah kecil, namun masih berada di halaman rumah yang kami tempati. Aku berharap Niki diperlakukan dengan baik oleh master disini.

Mengingat tentang Niki, aku masih sakit hati dengan semua perkataannya. Aku sadar, yang ia katakan itu adalah sebuah kebenaran yang harus aku terima.

Aku kotor dan menyedihkan. Namun, aku masih belum siap, jika harus menerima makian darinya lagi. Aku terus merasa bersalah, karena telah membawanya ke dalam situasi rumit ini. Jadi, aku harus mengumpulkan keberanian lebih sebelum bertemu dengannya.

Aku terdiam, menatap makanan yang aku bawa sambil menunggu Sunoo yang membuka pintu rumah tersebut. Setelah pintu terbuka, lelaki itu malah berjalan menjauh.

"Oppa tak ikut masuk?" tanyaku. Sunoo mengangguk pelan, "Master ingin kalian bicara berdua." jawab Sunoo, sukses menambah suasana hatiku menjadi semakin buruk. Ini yang paling aku takutkan, harus berbicara berduaan saja dengannya. Padahal, kami sering melalui waktu itu bersama. Kali ini terasa sangat berbeda. Seperti ada tembok besar diantara kami, yaitu rasa kebencian.

"Jika terjadi sesuatu, teriak saja. Nanti oppa langsung masuk." ujar Sunoo. Lelaki itu mengisyaratkan agar aku segera masuk ke dalam rumah tersebut.

Setelah mengumpulkan semua keberanian, ku langkahkan kaki memasuki rumah dengan nampan berisikan makanan di tanganku.

Terlihat, Niki yang sedang duduk sambil memandang ke luar jendela. Tatapannya kosong dan kesedihan tergambar jelas di wajahnya. Pintu ruangan langsung Sunoo tutup setelah aku memasuki rumah tersebut.

Niki yang menyadari keberadaanku, sontak bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiriku. Refleks ku menutup mataku, berusaha melindungi diri seumpama ia ingin menyerangku.

Jantungku berdegup semakin kencang, saat ia mengambil tiba-tiba nampan yang aku pegang.

"Duduklah!" perintah Niki, pelan. Ia membawa nampan itu ke meja kecil yang berada di samping tempat tidurnya. Keadaan di dalam rumah ini sangatlah berantakan. Penampilan Niki juga terlihat kacau dengan rambut lepek serta masih mengenakan pijama berwarna biru muda.

Aku dudukan diri di sofa panjang samping jendela. Setelah menaruh nampan berisikan makanan untuknya, Niki juga mendudukan diri di sebelahku.

Keheningan menyelimuti kami, hanya terdengar detik jarum jam dan hembusan angin yang menerpa dedaunan di luar ruangan.

"Terima kasih atas makanannya.." ujarnya, memecah keheningan di antara kami. Aku mengangguk pelan, tanpa menoleh ke arah Niki yang sedang menatapku. Aku mainkan tanganku, guna menghilangkan kegugupan yang aku rasakan.

"Maafkan aku.." lirih Niki begitu pelan. Suaranya bergetar, seiring hembusan napas Niki yang terdengar memberat.

"Aku tak bermaksud menyakitimu, Y/n-ah.." tambahnya. Aku berusaha menenangkan diri dengan menarik napas panjang lalu menghembuskannya.

"Kamu berubah Niki." ucapku. Masih tak ingin menatap kedua atensi lelaki itu. Perasaanku di buat bercampur aduk olehnya.

Di satu sisi, aku mulai membenci Niki dengan semua perkataan buruknya, namun di sisi lain Niki adalah sahabat terbaikku, ia satu-satunya laki-laki yang bisa aku andalkan dalam hidupku. Aku tak ingin kehilangannya, ia sangat berarti bagiku namun semua perkataanya itu sangat menyakiti hatiku.

VARIUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang