8 - Kau, Sakura

255 36 0
                                    


Hari itu, suasana di kantor Sakura lebih tegang dari biasanya. Setelah serangkaian kekalahan dalam perebutan klien besar, perusahaan miliknya mulai terancam. Banyak dari timnya yang mulai khawatir, dan Sakura merasa tekanan yang terus meningkat di pundaknya. Namun, dia tak akan menyerah begitu saja. Satu hal yang selalu ia pegang erat adalah keyakinan bahwa ia bisa bertahan di dunia bisnis yang keras ini, meskipun musuh terbesar dan paling licik yang ia hadapi adalah Sasuke.

Sakura memutuskan untuk melakukan sesuatu yang dia tahu mungkin akan membakar habis harga dirinya, tetapi ini perlu dilakukan. Dia tak bisa terus-menerus bertarung seperti ini, terutama jika permainan Sasuke semakin kotor. Jika terus dibiarkan, perang ini hanya akan mengorbankan lebih banyak hal, dan dia tak akan membiarkan perusahaannya hancur hanya karena ego.

Dengan perasaan yang campur aduk, Sakura mengatur pertemuan pribadi dengan Sasuke di sebuah restoran mewah yang sering digunakan untuk negosiasi bisnis besar. Ia mengenakan setelan elegan, terlihat profesional dan tegas, namun di balik penampilannya yang dingin, jantungnya berdebar kencang.

Sasuke tiba tepat waktu, seperti biasa. Dia melangkah masuk dengan percaya diri, tubuh tegap, dan senyum tipis yang selalu terpasang di wajahnya. Ada sesuatu tentang caranya berjalan yang membuatnya tampak seperti predator yang selalu siap menerkam mangsanya.

Sakura menatap Sasuke yang kini duduk di depannya dengan angkuh. "Kita perlu bicara," katanya tanpa basa-basi. Suaranya tegas.

Sasuke memiringkan kepalanya sedikit, mengamati wajah Sakura dengan intens. "Oh? Tentang apa? Apakah ini tentang perusahaanku yang berhasil mendapatkan klien yang kau incar lagi?" tanyanya dengan nada santai, namun penuh sindiran.

Sakura menahan amarah yang mulai membara di dadanya. Ia tak ingin percakapan ini lepas kendali. "Aku ingin bicara tentang kita. Ini sudah terlalu jauh, Sasuke. Perusahaan kita terus-menerus bertarung dengan cara kotor, dan aku tahu kau di balik semua itu. Aku datang ke sini untuk menawarkan solusi."

Sasuke menaikkan alisnya, terlihat tertarik, tetapi masih menjaga sikap tenangnya. "Solusi, ya?"

Sakura menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Aku ingin kita berhenti bersaing dengan cara ini. Mari kita bersaing secara sehat. Tak perlu tipu daya, tak perlu sabotase. Hanya persaingan yang bersih, transparan, dan profesional."

Sasuke terdiam sejenak, menatap Sakura dengan tatapan yang sulit diartikan. Waktu seolah berhenti ketika dia tersenyum kecil, senyum yang Sakura tahu tidak akan membawa kabar baik.

"Kau tahu, Sakura," kata Sasuke sambil bersandar ke kursinya, menatap Sakura dengan intensitas yang membuatnya tidak nyaman, "permintaanmu itu... menarik. Tapi aku tidak tertarik."

Sakura langsung merasa hatinya semakin panas, meski di luar dia berusaha keras menjaga ketenangannya. "Apa maksudmu, Sasuke? Ini demi kebaikan kita berdua. Kita tidak bisa terus-menerus menghancurkan satu sama lain."

Sasuke tertawa kecil, dan tawa itu membuat Sakura merasa seperti sedang dipermainkan. "Tentu, aku bisa saja menghentikan semua persaingan kotor itu. Tapi aku tidak akan melakukannya begitu saja. Aku punya solusi yang lain."

Sakura langsung waspada. Dia tahu Sasuke, dan jika pria itu mengajukan solusi, maka pasti ada sesuatu yang tidak beres. "Apa itu?"

Sasuke mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, tatapannya semakin tajam. "Kau."

Kata itu keluar begitu saja, namun dampaknya terasa seperti petir yang menghantam dada Sakura. Matanya melebar, sulit mempercayai apa yang baru saja didengarnya. "Apa maksudmu dengan 'aku'?" tanyanya, berusaha memastikan bahwa dia tidak salah dengar.

Sasuke tersenyum licik, lalu berkata, "Aku akan menghentikan segala persaingan kotor, dan aku akan membantumu mendapatkan klien besar yang kau incar. Tapi dengan satu syarat, kau menjadi milikku. Sepenuhnya."

Sakura terdiam. Perasaannya campur aduk antara marah, terkejut, dan tidak percaya. Kata-kata Sasuke terus berputar di kepalanya. Menjadi miliknya? Itu terdengar sangat gila dan tidak masuk akal.

"Kau bercanda, kan?" Sakura akhirnya berhasil berkata, meskipun suaranya terdengar serak.

Sasuke menggeleng pelan. "Aku sangat serius, Sakura. Kau tau, sekarang aku ingin lebih. Aku ingin kau."

Sakura merasa dunia seolah berhenti berputar. Sasuke benar-benar berpikir dia bisa 'memiliki' seseorang seperti sedang membuat kesepakatan saham?

"Kau benar benar sakit Sasuke! Jangan berpikir kau bisa mempermainkanku. Aku bukan salah satu dari tawaran bisnis yang bisa kau beli," balas Sakura dengan nada tajam. Dia berusaha menahan emosinya, tapi getaran di suaranya menunjukkan betapa terguncangnya dia.

Sasuke menghela napas panjang, masih dengan senyuman tenangnya. "Aku tidak mempermainkanmu, Sakura. Aku tahu kau tidak akan pernah menyerah, jadi aku menawarkan alternatif. Menyerah pada satu hal, dan aku akan menyerah dalam hal lainnya."

Sakura merasa amarahnya semakin memuncak. Ini bukan hanya tentang bisnis lagi, ini adalah tentang harga dirinya, tentang bagaimana Sasuke selalu berusaha mengontrol dan memanipulasi setiap situasi untuk keuntungannya.

"Aku tidak akan pernah menjadi milikmu, Sasuke," desisnya dengan tatapan tajam.

Sasuke hanya menatapnya dengan tenang, seolah yakin bahwa dia tidak perlu terburu-buru. "Kau tidak perlu memutuskan sekarang. Aku akan memberi waktu. Tapi ingat, Sakura, waktu terus berjalan. Dan semakin lama kau menunda, semakin banyak klien yang akan lepas dari tanganmu."

Sakura berdiri tiba-tiba, kursinya terdorong mundur. Amarah membara di dalam dirinya, tetapi dia tidak akan membiarkan Sasuke melihatnya terguncang. "Jangan pikir kau bisa mempermainkanku dengan tawaran kotor ini, Sasuke. Aku tidak akan pernah menyerah padamu."

Sasuke mengangkat bahu ringan. "Kita lihat saja, Sakura."

Tanpa berkata lagi, Sakura berbalik dan keluar dari restoran itu dengan langkah cepat. Kepalanya dipenuhi oleh berbagai pikiran yang berkecamuk. Bagaimana bisa Sasuke begitu dingin dan licik? Menawarkan kesepakatan yang begitu gila?

Saat keluar dari restoran, udara dingin menyentuh kulitnya, tetapi tak cukup untuk mendinginkan api yang membara di dalam dadanya.

.........................

Bersambung....

........................

Vote dan komen sangatlah berarti untuk autho gaje ini hehehe

Antara Kita (SASUSAKU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang