25 - Kepanikan

460 72 11
                                    

Keesokan paginya, sinar matahari menyusup dari sela-sela tirai jendela kamar Sakura, membuat ruangan dipenuhi cahaya lembut yang hangat. Namun, Sakura yang terbangun dengan wajah lelah dan mata sembap, merasakan sesuatu yang tidak biasa dalam tubuhnya. Rasa mual yang melanda sejak kemarin masih terasa, menekan perutnya setiap kali ia bangkit. Ia duduk di tepi tempat tidur, mengatur napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sebelum hari yang panjang di kantor dimulai.

Sebagai CEO Haruno Enterprises, Sakura dikenal disiplin dan tegas. Ia tidak bisa membiarkan kondisinya mempengaruhi performa di depan para pegawai dan kliennya . Setelah bergumul dengan rasa pusing dan lemas, Sakura beranjak dari kamar, berdiri sejenak untuk memastikan tubuhnya kuat melangkah ke kamar mandi. Pikirannya sempat terlintas untuk membatalkan jadwal hari ini, tetapi ia tahu itu bukan sifatnya. Meski terasa berat, Sakura merapikan diri dengan profesionalisme yang selalu ia junjung tinggi.

Setelah mandi dan bersiap, ia berdiri sesaat di depan cermin, melihat refleksi dirinya yang tampak lebih pucat dari biasanya. Bibirnya mengatup rapat, menyembunyikan keresahan dalam hati. Mungkin setelah pekerjaan hari ini selesai, ia bisa menyempatkan waktu untuk memeriksa kondisinya di rumah sakit.

..
..

Pagi itu, cahaya matahari masih samar menembus kaca besar gedung tinggi, menyelimuti ruang kerja di lantai tertinggi kantor Haruno Enterprises dengan semburat keemasan yang hangat. Sakura, yang biasanya selalu datang tepat waktu, pagi ini tampak sedikit terlambat. Dia berjalan cepat melewati lorong panjang menuju ruangannya dengan raut wajah yang berusaha tampak tenang, meski tubuhnya masih diselimuti lemas dan mual yang sejak tadi pagi tak kunjung reda.

Kantor sudah dipenuhi karyawan yang lalu-lalang, beberapa menundukkan kepala saat Sakura lewat. Sosoknya yang tegas dan serius selalu mengundang rasa hormat dari karyawan-karyawannya, meski hari ini di balik raut tegasnya terselip guratan lelah yang samar. Dengan langkah teratur dan anggun, dia masuk ke ruang kerjanya yang luas dan minimalis, didominasi warna putih dan abu-abu yang kontras dengan hiasan-hiasan kayu yang elegan. Rak-rak berisi buku bisnis, foto-foto penghargaan, dan karya seni modern tersusun rapi di sekeliling ruangan. Di tengah-tengah, meja kayu besar menjadi pusat perhatian, dengan berkas-berkas yang tersusun rapi di atasnya, menunggu untuk diperiksa.

Sakura menarik napas dalam-dalam dan mencoba menahan mual yang masih menghantui. Dia duduk dengan punggung tegak, lalu menekan tombol interkom. " Ayame, tolong bawa laporan rapat pagi ini ke ruangan saya," katanya dengan suara datar namun mantap, seperti biasa. Meski tubuhnya terasa lemas, sebagai CEO, Sakura tahu bahwa ia harus tetap terlihat kuat di mata bawahannya.

Tidak lama, pintu ruangan terbuka pelan, dan Ayame masuk dengan berkas yang diminta. "Ini, Nona Haruno," katanya sambil meletakkan laporan di atas meja. Ayame menatap wajah Sakura yang tampak lebih pucat dari biasanya, namun tidak berani berkomentar apa pun.

"Terima kasih," Sakura menjawab singkat, lalu segera membuka berkas dan mulai memeriksa isinya. Namun, pandangannya terasa sedikit buram, dan perasaan mual kembali menyerang, kali ini lebih tajam. Dengan cepat, Sakura berusaha menenangkan diri, memfokuskan pandangannya pada teks yang ada di depannya, mencoba mengalihkan pikirannya dari rasa tak nyaman yang merambat di perutnya.

Waktu berlalu dengan lambat. Sakura terus berusaha menahan diri, menutupi rasa sakit dan kelelahannya di balik ekspresi tenangnya. Saat rapat dengan beberapa manajer dimulai, dia tetap berbicara dengan suara yang tegas, meskipun beberapa kali jeda panjang muncul di antara kalimat-kalimatnya. Setiap kali berbicara, ada getaran tipis dalam suaranya yang hanya ia sadari, tetapi dia tetap berusaha sekuat tenaga agar hal itu tidak terlalu tampak di mata orang lain.

***

Menjelang siang, Sakura akhirnya memutuskan untuk pergi lebih awal. Dengan menahan sedikit pusing, dia mengumpulkan berkas-berkas di atas meja dan memasukkannya ke dalam tas, bersiap untuk pergi. Dalam hati, ia sudah membuat keputusan untuk pergi ke rumah sakit setelah menyelesaikan pekerjaannya hari ini. Sakit dan mual yang dirasakannya semakin sulit untuk diabaikan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Antara Kita (SASUSAKU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang