17 - Ponsel itu

352 50 11
                                    

Cahaya lampu jalan yang redup menyusuri jalanan di luar apartemen Sakura, menyatu dengan hiruk-pikuk kota yang perlahan meredup saat malam semakin larut. Sakura berjalan dengan langkah cepat ke lobi apartemennya, rasa panas di pipinya masih terasa jelas,  ciuman Sasuke yang baru saja terjadi masih membekas di benaknya. Ia menekan tombol lift, pintu logam terbuka, dan ia segera masuk, berharap bisa cepat sampai di apartemennya untuk mendinginkan diri dari kejadian aneh yang baru saja terjadi.

Lift bergerak perlahan ke atas, seolah sengaja mempermainkan kesabarannya. Sakura bersandar di dinding lift, matanya menatap kosong ke cermin di seberangnya. Wajahnya memerah, rambutnya sedikit berantakan, dan jantungnya belum juga tenang sejak Sasuke mencium bibirnya tanpa peringatan.

“Apa yang dia pikirkan?” gumamnya lirih, meremas tas di tangannya dengan kesal. Lift berhenti, pintu terbuka dengan suara lembut, dan Sakura melangkah keluar ke koridor menuju apartemennya.

Begitu pintu apartemen terbuka, keheningan menyergapnya. Sakura membiarkan tasnya tergeletak di sofa, lalu berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air. Ia meneguknya perlahan, mencoba menenangkan pikirannya. Rasanya sulit untuk melupakan tatapan mata Sasuke saat dia mengantarnya pulang tadi. Ia butuh mandi untuk menjernihkan pikirannya.

Suara deburan air dari kamar mandi memenuhi apartemen Sakura, sementara dirinya berdiri di depan cermin besar dengan rambut masih basah dan handuk melilit tubuh. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan detak jantung.

Setelah beberapa menit, Sakura melepaskan handuknya lalu mengenakan gaun tidur mini berwarna pastel satin yang tipis, hampir transparan. Namun mengingat larutnya malam, dan keinginannya untuk cepat tidur, dia tak peduli soal penampilannya.

"Ahh..." dia menghela napas, merasa sedikit lega.

Tiba-tiba, dia meraih meja kecil di samping tempat tidur, mencoba mencari ponselnya yang biasanya tergeletak di sana. Alisnya berkerut ketika dia menyadari ponsel itu tidak ada. Jantungnya berdetak kencang lagi, tapi kali ini karena panik.

"Dimana ponselku?" 

Panik mulai merayap perlahan. Sakura lalu membongkar tasnya, mengeluarkan buku catatan, dompet, lipstik, tapi tidak menemukan ponsel. Kemudian memeriksa setiap sudut ruangan, berharap ponselnya hanya terselip di tempat lain, tetapi nihil.

Ia terdiam sejenak, Lalu ingatannya kembali ke mobil Sasuke, saat dia buru-buru keluar tanpa memeriksa barang-barangnya. Dan sekarang, ponselnya pasti tertinggal di dalam mobil pria itu.

“Habislah aku...” Sakura menghela napas panjang dan menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia meninggalkan ponselnya di mobil Sasuke.

Tanpa ponsel, ia tidak bisa menghubungi siapa pun. Ponsel itu penting, ada email bisnis, dokumen penting, dan semua kontak pentingnya.

Sakura berjalan mondar-mandir di kamarnya, otaknya berputar mencari solusi. Haruskah ia menelepon dari telepon apartemen? Tapi nomor Sasuke? Dia bahkan tidak ingat.

Dia tidak punya pilihan lain selain berdoa agar Sasuke menyadari bahwa ponsel itu tertinggal di mobilnya.

Namun, mengenal pria itu, dia tidak yakin apakah Sasuke akan segera menghubunginya atau malah menggunakannya untuk mempermainkan Sakura lagi.

Dia merasa bodoh karena membiarkan dirinya terlalu terbawa oleh emosi sehingga lupa memeriksa barang-barangnya.

..
..
..

Sementara itu, di jalanan yang mulai sepi, Sasuke duduk diam di balik kemudi mobil hitamnya. Pikirannya kembali ciuman singkatnya dengan Sakura tadi. Senyum tipis menghiasi wajahnya yang tampan.

Antara Kita (SASUSAKU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang