16 - Sushi yang Sama

379 48 4
                                    

Sakura masih terjebak diantara lengan dan tatapan Sasuke. Suara detik jam di sudut ruangan menambah suasana tegang diantara mereka, sementara lampu-lampu ruangan memberikan cahaya temaram yang terasa semakin menyempitkan ruang.

Sakura mendengus pelan "Kau benar-benar sakit Sasuke! ", gadis itu mendorong Sasuke menjauh lalu mengalihkan pandangannya ke jendela kaca di sampingnya, berusaha mengabaikan kehadiran Sasuke yang membuat jantungnya berdebar. “Kalau kau cuma datang untuk menggoda, lebih baik kau pulang.”

Namun, Sasuke tidak tergerak. Matanya masih memandang Sakura dengan tatapan yang penuh hasrat, sesuatu yang sering kali membuat Sakura tidak nyaman. “Aku pikir kita perlu melanjutkan permainan kita yang tertunda kemarin.”

Sakura melotot ke arah Sasuke, matanya menyipit. “Dalam mimpimu!.”

Dia menyeringai, lalu berjalan duduk dikursi depan meja Sakura, “Masih malu malu rupanya, baiklah aku akan menunggu." Ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi lalu bersiul dengan senyum jahil, "Jadi, bagaimana kalau aku memesan makan malam saja untuk kita? Kau pasti lapar.”

Sakura terdiam sejenak, merasakan perutnya yang memang sudah kosong sejak siang tadi. Namun, dia menolak untuk memperlihatkan kelemahan di depan Sasuke. “Aku tidak butuh kau mengurusiku, Sasuke. Aku bisa pesan makanan sendiri,” katanya tegas.

Sasuke tidak menggubrisnya. Dia sudah mengambil ponsel dari saku, jari-jarinya bergerak cepat di atas layar, lalu menatap Sakura dengan tatapan menggoda. “Sudah kupesan. Makanan sudah dalam perjalanan. Sushi terbaik di Ginza, kesukaanmu, bukan?”

Sakura terdiam sejenak. Ternyata Sasuke masih ingat. Namun ia benci dengan fakta itu. Bagaimana pria itu selalu tahu hal-hal kecil tentang dirinya, seolah-olah dia telah mempelajari setiap detail kehidupannya baik dimasa lalu maupun dimasa kini.

Di satu sisi, itu mengganggu. Di sisi lain, ada bagian kecil dari dirinya yang tidak bisa menyangkal bahwa perhatian Sasuke, meskipun kadang menjengkelkan, juga terasa... hangat.

Namun bukan Sakura namanya jika langsung mengalah, ia memutar matanya. “Kau benar-benar tidak bisa mendengarkan orang, ya?”

“Tergantung kondisi,” jawab Sasuke dengan nada santai. “Aku tahu apa yang kau butuhkan lebih dari kau sendiri. Sakura”

Sakura membuka mulutnya, siap untuk membalas dengan kalimat sinis, tapi dia menghentikan diri. Tak ada gunanya memperpanjang argumen ini, terutama ketika Sasuke sudah memutuskan untuk melakukan sesuatu. Dia mendengus dan kembali duduk di kursi nya berkonsentrasi pada pekerjaannya, mencoba mengabaikan kehadiran pria yang sekarang duduk nyaman di depannya.

Sasuke menatapnya Sakura dengan santai, bersandar di kursi dengan tangan menyilang di dadanya. “ Apa yang sedang kau kerjakan?” tanyanya penasaran.

Sakura mendengus. “Ini bukan urusanmu, Sasuke. Kau sainganku, ingat. Kau tidak perlu tahu detail bisnis di perusahaanku.”

Sasuke mengangguk seolah-olah memahami, tetapi tidak bergerak dari tempat duduknya. “Tentu. Tapi tetap saja, aku penasaran. Apa kau sedang mencoba memenangkan klien besar, atau hanya memastikan aku tidak mendapatkan sesuatu yang kau incar?” ia tersenyum mengejek.

Sakura mendengus keras. “Seperti biasa, kau terlalu percaya diri.”

Sasuke tertawa pelan. “Dan kau selalu emosian. Kau harus belajar untuk lebih tenang, Sakura.”

“Aku tenang!” jawab Sakura cepat, menyadari nada tinggi di suaranya yang bertolak belakang dengan pernyataannya.

Sasuke terkekeh, senyumannya semakin lebar. “Lihat? Kau memberikan contohnya langsung didepanku.”

Antara Kita (SASUSAKU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang