Aroma sup yang sedang mendidih memenuhi udara, menyatu dengan aroma rempah-rempah yang hangat. Sakura, yang tadinya pucat dan lemas, kini sudah duduk dengan tubuh diselimuti selimut tipis di kursi dapur, perlahan mulai merasa sedikit lebih baik setelah drama muntah yang melelahkan tadi.
Sasuke berdiri di depan kompor, punggungnya menghadap Sakura, tangan-tangannya dengan lincah mengaduk panci sup tanpa suara. Tak ada percakapan di antara mereka selain bunyi sendok kayu yang beradu dengan sisi panci. Sakura hanya bisa menatap punggungnya, masih belum sepenuhnya mampu memahami apa yang baru saja terjadi. Pusingnya mulai berangsur reda, dan tubuhnya terasa lebih stabil, meski sedikit lemah. Ia ingin mengucapkan sesuatu, tetapi tenggorokannya terasa kering, seolah-olah semua kata-kata tertelan oleh rasa malu yang masih tersisa.
Sasuke berbalik, membawa semangkuk sup yang masih mengepul, aromanya semakin kuat menggelitik hidung Sakura.
"Makanlah," Sasuke meletakkannya di atas meja di hadapan Sakura.
Sakura mengangguk perlahan, mengambil sendok dengan tangan yang sedikit gemetar. Dia menyuapi supnya secara perlahan, merasakan hangatnya sup yang seakan menyebar melalui tubuhnya, memberi sedikit kekuatan pada dirinya yang tadi sempat habis terkuras. Tak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya, hanya keheningan yang terus membalut mereka berdua.
"Terima kasih," gumam Sakura pelan, suaranya hampir tenggelam dalam suasana yang sunyi.
Sasuke hanya mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari Sakura. Dia duduk dihadapan wanita itu, memandangnya dengan tatapan yang sulit dibaca.
Setelah beberapa suapan, Sakura merasa jauh lebih baik. Pusing yang tadi menyiksanya mulai menghilang, meskipun tubuhnya masih terasa lemah. Ia meneguk air putih yang Sasuke berikan sebelumnya, mencoba meredakan kekeringan di tenggorokannya.
"Aku akan mengantarmu pulang setelah ini," kata Sasuke tiba-tiba, memecah keheningan. Ucapannya datar, seperti biasanya, namun tak ada nada paksaan di sana. Sakura hanya bisa menunduk, merasa terlalu lelah untuk berdebat. Dia tahu Sasuke tidak akan membiarkannya pulang sendiri dalam kondisi seperti ini.
Ketika mereka selesai, Sasuke mengambil mangkuk dari meja tanpa banyak bicara dan mulai membereskannya. Sakura merasa canggung, melihat bagaimana pria yang biasanya terlihat dingin dan angkuh ini sekarang mengurusi dirinya yang merepotkan. Pikirannya berputar—mengapa Sasuke melakukan semua ini? momen-momen seperti ini selalu membuatnya bertanya-tanya apa sebenarnya yang ada dalam benak pria itu.
***
Perjalanan pulang menuju apartemen Sakura terasa hening. Mobil Sasuke melaju dengan tenang di sepanjang jalan yang mulai ramai oleh lalu lintas pagi. Sakura duduk di kursi penumpang, sesekali memandang ke luar jendela, sementara Sasuke tetap fokus pada jalan di depannya. Tidak ada obrolan kecil, hanya keheningan yang terisi oleh suara mesin mobil yang halus. Sakura sebenarnya ingin berbicara, tentang apa saja walau hanya sekadar untuk berterima kasih. Tapi mulutnya seakan terkunci.
Setelah beberapa menit, mereka akhirnya sampai di depan apartemen Sakura. Mobil berhenti perlahan di pinggir jalan, dan Sasuke mematikan mesin. Sakura menoleh ke arah Sasuke, merasa gugup. "Maaf tentang tadi," katanya pelan, nadanya penuh rasa malu. Rasanya aneh untuk mengucapkan maaf pada seseorang yang biasanya menjadi saingannya di meja bisnis.
Sasuke hanya mengangguk sekali lagi, tetapi kali ini, tatapannya sedikit melunak. "Kau seharusnya lebih hati-hati," ucapnya penuh kepedulian di balik kata-katanya yang sederhana itu. "Aku tak akan selalu ada di dekatmu untuk memastikan kau baik-baik saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Kita (SASUSAKU)
Fiksi PenggemarIni bukan cerita seorang CEO dan gadis polos. Bukan. Tapi ini adalah cerita 2 orang CEO yang saling bersaing dengan kekuatan yang sama kuat dan sama ambisiusnya, dan mungkin saja kamu bisa menemukan kisah cinta rumit diantara persaingan keduanya, mu...