Kini sepasang suami istri itu sedang duduk di ruang tamu. Sedangkan nabila, masih memeluk gendi yang berisikan janin nya itu dengan tatapan kosong nabila namun air mata nya terus saja mengalir di mata cantik nya.
Posisi duduknya mereka saling berhadapan. Hanya meja kecil menjadi jarak bagi kedua nya.
"Sayang, udah nangis nya ya". Paul yang sudah tak tahan melihat air mata nabila terus menerus mengalir. Dan ketika paul ingin beranjak dari sana dan menghampiri istri nya. Nabila melarang nya.
"Duduk disana aja". Perintah nabila dengan arah mata ke bawah tanpa ingin melihat wajah suami nya.
"Aku boleh jelasin semua nya ke kamu?. Aku gamau kamu salah paham kaya gini nab. Aku punya alasan tersendiri menyembunyikan itu semua". Paul.
"Kalau kamu ga menginginkan dia hadir di antara kita. Kenapa kamu ga bilang aja ke aku mas. Aku masih mampu dan sanggup untuk membiayai dia untuk hadir ke dunia. Bukan cara menyakitkan seperti ini". Nabila masih saja termakan dengan omongan giska kepada nya tadi siang. Mungkin, karena nabila masih terbawa emosi dan pikiran nya sedang hancur saat mengetahui kenyataan bahwa dirinya sempat hamil namun keguguran.
"Husttt hey sayang, kamu ngomong apa si. Aku pun disini mengharapkan dia. Aku sama kaya kamu, aku hancur juga. Bahkan, aku ga berhenti menyalahkan diri aku sendiri yang ga peka akan kehadiran dia di perut kamu ini". Paul yang kini sudah berjongkok di depan nabila. Dan menghapus air mata nabila yang tiada henti henti menangis sambil meratapi gendi kecil itu.
"Kenapa masih ragu si nab sama apa yang semua nya aku kasih?. Apa aku kurang nunjukin ke kamu?. Aku cinta sama kamu nab. Aku sayang kamu. Kamu dunia aku sekarang". Kedua tangan paul memegang kedua pipi nabila dan mengarahkan kepala nabila agar tegap ke depan.
"Nab, aku cuma gamau lihat kamu hancur di keadaan kamu ga baik baik aja. Cuma itu aja sayang. Aku juga hancur liat anak kita bukan lagi berada di perut kamu dan tumbuh di perut kamu ini. Aku pun hancur. Saat melihat sebuah janin sekecil itu ga bisa tumbuh di rahim istri aku. Aku hancur nab". Lirih paul dengan air mata yang kini terjatuh di wajah tampan paul.
Kini kedua nya menangis. Rasa sakit di relung hati mereka begitu perih. "Maafin bunda nak hiks hiks hiks". Lirih nabila dan memeluk erat gendi itu dan paul hanya bisa membawa tubuh istri nya itu ke dalam dekapan nya.
Suara nabila semakin lirih tangisan nya. Apa lagi, menangis tepat di samping telinga paul.
"Maaf, maaf". Hanya itu yang bisa paul ucapkan. Hati paul benar benar sakit mendengar suara tangisan istri nya itu. Sampai akhirnya nabila mengeluh sakit di bagian perut nya.
"Perut nab sakit. Astagfirullah ya Allah sakit banget mas". Paul melepaskan pelukan itu dan melihat istri nya kesakitan sambil memegang perut nya.
"Hey kenapa?. Perut nya sakit lagi?". Paul benar benar panik melihat nabila seperti itu.
Tetapi, saat perut nabila di usap dengan lembut oleh paul. Rasa sakit itu perlahan hilang dan nabila rasanya ingin mendekap tubuh suami nya.
"Ke rumah sakit ya?". Paul.
"Ga usah, aku mau ke kamar aja". Tolak nabila yang merasa dirinya sudah membaik sejak tangan suami nya itu berada di atas perut nya."Perut kamu sakit, aku takut kenapa napa karena operasi kemarin". Paul.
"Nab udah gpp, udah ga sakit lagi". Ketika nabila bicara bahwa dirinya sudah tak merasakan sakit lagi di bagian perut nya. Ia pun, bingung dengan keadaan itu.
"Yaudah, kita ke kamar istirahat. Tapi, biarin gendi itu aku kubur lagi ya sayang". Paul.
Nabila menatap sedih lagi gendi kecil itu. "Ikhlas ya?. Jangan gini, aku hancur banget liat kamu kaya gini sayang". Paul mencoba mengnguatkan nabila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menata Cinta
Fiksi RemajaJika aku bukan yang kamu inginkan. maka, biarkanlah aku untuk berusaha agar aku menjadi seseorang yang kamu dambakan.