Risma duduk di pinggir kasur dengan meremas jarinya gelisah. Dia menunggu Fatan keluar dari toilet, dan berencana untuk minta maaf lagi. Mungkin ucapan maaf ataupun penjelasan dari Risma sudah tidak terhitung jumlahnya. Dia masih belum menyerah meski Fatan terus terusan mengabaikannya.Risma menegakkan tubuhnya saat pintu kamar mandi terbuka. Ia melihat Fatan berjalan ke arah kasur untuk mengambil bantal.
"Kamu mau kemana? Tidur di ruang kerja lagi?" Cegah Risma. Fatan hanya menatap sekilas, tanpa mau menjawab.
Risma menggeleng. "Nggak, aku yang salah. Biar aku aja yang tidur di luar."
Fatan masih diam dan tidak peduli
"Aku mohon." Suara Risma melemah. Dia berlutut di hadapan Fatan membuat langkah laki laki itu terhenti.
"Maaf, maaf, maaf. Lebih baik kamu marah dan mukul aku daripada harus diem kayak gini."
Risma menunduk dan menangis.
"Aku harus gimana lagi supaya kamu mau maafin aku?" Risma terisak lemah, dia sungguh lelah. Dia tidak tahu lagi bagaimana cara agar Fatan bisa memaafkannya. Sebelumnya Fatan tidak pernah semarah ini sampai mendiamkannya dalam waktu lama.
"Aku berani sumpah kalau nggak ngapa-ngapain sama Tian, Mas. Aku mampir ke Apartemen dia hanya untuk sholat. Aku nggak sengaja ketiduran. HP aku mati jadi aku nggak bisa kabarin kamu."
Dada Risma terasa sesak karena Fatan masih tidak bergeming. Dia mengusap air matanya yang terus keluar.
"Kalau kamu ngelarang, aku janji nggak akan ketemu Tian lagi. Aku akan blokir nomornya Tian. Aku nggak akan hubungan lagi sama dia. Aku nggak akan bantu Tian lagi. Aku akan nurutin semua kemauan kamu. Aku janji, Mas. Tapi aku mohon jangan kayak gini. Aku mohon maafin aku."
Risma semakin sakit saat Fatan melewatinya begitu saja. Tapi dia masih belum menyerah. Ia segera berdiri dan menghadang Fatan yang akan keluar.
"Mas, Maafin aku. Aku mohon."
"Minggir, Ris."
Risma menggeleng. "Nggak. Kamu nggak boleh keluar sebelum maafin aku."
"AKU BILANG MINGGIR!"
Risma terlonjak. Tubuhnya bergetar karena takut. Bentakan Fatan begitu menyakitkan. Air matanya kembali luruh. Bibirnya kelu. Dengan takut, di menggeser tubuhnya dan melihat Fatan yang pergi meninggalkannya.
Sunyi
Risma seolah tidak bisa mendengar apapun lagi. Kaki nya tidak bisa menopang tubuh lemahnya. Risma luruh dan terduduk di lantai. Dia menangis hebat, sambil memukul dadanya yang terasa sesak.
***
Dengan langkah pelan, laki laki itu memasuki kamarnya hati hati. Ia menghela napas dalam, lalu duduk di pinggir ranjang sambil mengamati perempuan yang tidur meringkuk sendirian. Tangannya terulur untuk mengusap airmata di pipi istrinya yang belum sepenuhnya mengering.
Bohong kalau Fatan mengatakan bahwa dirinya tidak peduli. Nyatanya dia ikut merasa sakit saat mendengar isakan Risma. Dia terus memikirkan Risma, dia juga selalu menyesal ketika bentakan tanpa sadar keluar dari bibirnya.
Tapi dia masih belum bisa memaafkan. Fatan benci siapapun laki laki yang dekat dengan Risma. Dia tidak rela, dan tidak akan pernah rela.
Saat Risma takut dengan kemarahannya, Fatan justru takut kalau Risma akan meninggalkannya. Sebelumnya Fatan tidak pernah melihat Risma se akrab itu dengan laki laki lain kecuali dirinya. Tapi kali ini berbeda. Fatan sadar kalau Risma begitu nyaman ketika bersama Tian. Dan itu adalah hal yang sangat dia benci. Risma adalah miliknya, dan hanya boleh menjadi milik dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real Affair
RomanceDisaat aku mengetahui segalanya, Haruskah aku tetap bertahan?