Semua orang membatu. Erica, anak-anak, pengawal Res, dan mungkin rumput bergoyang pun ikut membatu. Buku bersampul nan tebal pun telah lama jatuh tergeletak di dekat kaki Elvan. Benda itu terlihat persis seseorang yang baru saja dicampakkan oleh kekasihnya. Teronggok dengan posisi halaman membuka menampilkan ilustrasi buaya hijau mengunyah kerbau.
Sekian detik yang terasa bagai selamanya pun membuatku makin gatal. Maksudku, gatal ingin menggaruk wajah Elvan. Bocah dua belas tahun itu mengedip beberapa kali, mulut menganga, menatapku dengan mata membulat. Hanya aaa lemah saja yang bisa kudengar. Mungkin lemparanku membuat bocah itu terkena amnesia.
“Tuan Muda!” Salah satu pengawal langsung mengecek Elvan. Dia mungkin tertarik menghitung ada berapa banyak luka gores di wajah Elvan.
Elvan menunjukku, sorot mata tajam, dan napas memburu. “Aku berbaik hati menengok! Beraninya kau menyerangku!”
Erica bergegas menghampiriku. Dia pasti ingin menceramahiku, tapi lekas mengurungkan niat. Ada hal lain yang jauh lebih penting daripada memarahiku.
“Tuan Muda Res,” kata Erica yang telah menjadikan dirinya sebagai benteng di hadapanku, “sebaiknya Anda kembali sebelum Duke Res tahu.”
Hoooo jadi Elvan datang tanpa sepengetahuan Duke Res. Pantas saja tingkahnya kurang ajar!
“Aku tidak akan pulang sebelum bocah itu ikut denganku!” Elvan menolak saran Erica. “Menurut hukum kerajaan, seharusnya dia kembali ke Res!”
Tidak seperti Elvan yang mirip petasan, Erica dengan tenang menghadapi calon beban masyarakat. “Panti ini berada di bawah kekuasaan Duke Joa. Anak mana pun yang ada dalam perlindungan kami, tidak akan diserahkan kepada siapa pun tanpa seizin Duke Joa maupun kesediaan si anak.”
Haha coba saja lawan Duke Joa. Raja dan ratu pun tidak berani menyenggol Duke Joa, apalagi Res?
Aku pun memanfaatkan kesempatan dengan cara menampakkan wajahku kepada Elvan. Senyum menghina kupasang manis di wajah. Tidak lupa kujulurkan lidah sembari memamerkan dua ibu jari menunjuk ke bawah.
“Dia seharusnya ikut Res!” Elvan menunjukku. “Lihat saja pengaruh yang kalian berikan kepadanya!”
Erica menengok ke belakang. Tentu saja aku sudah kembali ke mode anak manis. Dia hanya mengerutkan dahi, berpikir, sebelum kembali menghadapi Elvan. “Ivy baik-baik saja. Tolong hargai keinginan Ivy dan jangan membuat kami terpaksa meminta pertolongan Duke Joa.”
Sembari menggertakkan gigi, Elvan mundur. Dia masih saja memberiku tatapan sengit. Namun, percuma saja. Aku tidak takut. Dia boleh berusaha mengganggu dan aku tidak akan sungkan menghantam bagian tubuh mana pun!
Termasuk masa depannya.
***
Elvan Res. Putra kedua Duke Res. Salah satu karakter paling merepotkan yang berhasil membuat kehidupanku bagai di neraka.
Tentu saja aku pernah berusaha memperbaiki hubungan dengan Elvan. Dimulai dari memasak makanan kesukaannya. Dia sangat menyukai segala sesuatu yang manis. Maka, aku pun berinisiatif membuat kue.
Ironisnya tidak ada satu pekerja pun di kediaman milik Duke Res bersedia mengulurkan tangan kepadaku. Aku belajar memasak kue melalui buku. Berkali-kali gagal. Sering terkena luka bakar. Sekalinya berhasil membuat kue.
“Apa ini?” Elvan memberiku tatapan merendahkan. Dia bahkan meringis seolah kue cokelat berhias buah stroberi dan ceri yang kuhidangkan di meja tampak seperti kotoran. “Kau berencana meracuniku?”
“Aku hanya ingin....” Sejenak kulirik pelayan yang ada di belakang Elvan. Gadis itu menunduk, tidak mengatakan apa pun. “Hanya ingin membuatkan sesuatu untukmu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Lady Ivy
FantasyHidup seperti kemalangan tiada akhir. Siang dan malam memberiku kegilaan tak tertangguhkan. Sungguhkah bertahan hidup harus mengorbankan sedikit demi sedikit jiwa? Maka sudah pasti jiwa milikku tinggal setetes dan tidak terselamatkan. Orang mengira...