Igor. Aku pertama kali berjumpa dengannya saat di salah satu turnamen yang diselenggarakan oleh kerajaan. Kala itu usiaku tujuh belas tahun. Igor tidak tahu mengenai diriku. Aku bahkan berani mempertaruhkan seluruh hidupku bahwa tidak ada satu orang pun tertarik kepada putri buangan. Terlebih bila putri itu terkenal sebagai biang onar dan si hobi cemburu. Mau bagaimana lagi? Tidak ada yang bisa kulakukan pada waktu itu. Ivy telah melakukan segalanya, sementara aku berusaha memperbaiki kerusakan yang ia tinggalkan.
Tidak banyak yang kuketahu dari Igor selain dia sulit disentuh oleh siapa pun, termasuk anggota keluarga kerajaan. Anehnya, Lilia dan Igor sepertinya tidak memiliki banyak interaksi. Bahkan saat turnamen pun Igor memilih menyerahkan mahkota bunga kepada dirinya sendiri. Dengan kata lain, dia tidak memberikan hadiah kepada siapa pun.
Sekarang begitu melihat Igor ada di depanku, versi mungilnya. Oh oke, dia tidak mungil. Dia jauh lebih tinggi daripada Elvan dan mengingat betapa gagah dirinya di masa depan nanti....
“Wuuuuu!” seruku sembari menepuk-nepuk lengan Duke Joa. “Igor akan jadi pria gagah.”
“Ivy, sebaiknya kita membahas kamarmu saja.”
Duke Joa mengabaikan Igor. Dia secara terang-terangan mengajakku kabur keluar dari ruangan. Usai sudah pertemuan.
Menurutku, Duke Joa terlihat seperti berusaha kabur. Dia menggendongku dan menolak menengok ke belakang. Mungkin tidak peduli andai Igor mengikuti kami.
Dia memang tidak peduli dengan keponakannya.
***
Aku suka kediaman Joa. Jauh lebih baik daripada kediaman milik Res. Di sini tidak ada orang yang memandangku dengan tatapan menyelidik maupun tidak sopan. Mereka, para pekerja, memperlakukanku dengan sopan.
Duke Joa mengirimku seorang pelayan, merangkap pengasuh, bernama Anne. Kudengar dia merupakan istri seorang baron. Dia berusia sekitar 28 tahun. Tipikal wanita yang menurutku sebelas dua belas dengan Erica.
Anne memiliki dua orang putra yang kini berada di akademi. Aku tidak tertarik mengorek informasi lebih jauh mengenai dirinya. Cukup tahu bahwa dia tidak akan mencampur racun ke dalam minumanku. Itu sudah lebih dari cukup.
Selain itu, Duke Joa pun memberiku tutor. Madam Nana. Dia merupakan istri dari seorang count. Usianya tiga puluh tahun. Kupikir aku akan mendapat pelajaran seadanya saja. Namun, salah. Madam Nana mengajariku segalanya! Kuulangi, segalanya yang terkait dengan kerajaan, etiket, dan bermacam ilmu lainnya.
Tentu saja aku belajar secara bertahap. Ilmu apa pun akan berguna di masa depan. Terutama bila aku ingin terbang ke negeri asing dan belajar menjadi wartawan.
“Enua telah mengangkat seorang putra mahkota,” Madam Nana menjelaskan. “Iza Sa Belgrave.”
Duduk manis. Berusaha memperhatikan Madam Nana yang berdiri di hadapanku. Di mejaku ada sebuah buku yang menampilkan potret seorang pemudi cilik, iya bocah cilik, berambut pirang dengan mata biru. Dialah Iza Sa Belgrave.
“Dengan kata lain,” Madam Nana melanjutkan, “Enua memilih penerus berdasarkan garis kelahiran. Namun, pada beberapa kasus penerus takhta dipilih berdasarkan kemampuan.”
“Aku berharap Putra Mahkota Iza menjadi raja.”
Itu serius! Aku sungguh berharap dialah yang jadi pemimpin. Bukan adiknya, pangeran, Ray Sa Belgrave! Dialah orang pertama yang membunuhku. Dengan panah beracun! Sampai kapan pun tidak akan kumaafkan!
“Ivy,” Madam Nana tersenyum, “setahuku selama Putra Mahkota tidak mengalami hal buruk, dialah yang akan jadi pemimpin. Kau tidak perlu cemas.”
Tentu saja aku cemas! Di salah satu kehidupanku, Ray menyingkirkan kakaknya. Demi apa? Tentu saja atas nama cinta. Dia ingin merebut Lilia yang pada waktu itu menolaknya dengan alasan tidak memiliki perasaan sama. Entah di kehidupan ini, itu, ataupun yang lain.... Tetap saja aku yang paling menderita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Lady Ivy
FantasyHidup seperti kemalangan tiada akhir. Siang dan malam memberiku kegilaan tak tertangguhkan. Sungguhkah bertahan hidup harus mengorbankan sedikit demi sedikit jiwa? Maka sudah pasti jiwa milikku tinggal setetes dan tidak terselamatkan. Orang mengira...