NOTE: DEAR LADY IVY EKSTRA EPISODE 1 SUDAH TERBIT DI KARYAKARSA! Silakan tengok ke sana untuk episode rahasia. Huwahahahaha! Terima kasih.
***
Jadi orang kaya memang menyenangkan. Menurutku, sembilan puluh persen masalah hidup milikku bisa selesai dengan bantuan uang. Duke Joa tidak perlu menempuh sekian perjalanan untuk sampai ke suatu tempat. Dia hanya perlu melewati portal. Sudah. Selesai.
“Woaaa!” seruku, tidak kuasa menahan decak kagum. Terpesona, aku terpesona. Terpesona oleh uangmu, Duke!
Kami berdua berada dalam kereta kuda. Sekalipun terbantu oleh portal dalam memangkas jarak, tetap saja perjalanan menuju kediaman Joa yang berada di daerah bernama Ratoa tetap dilakukan secara ... errr biasa saja.
Kutebak portal sengaja diletakkan jauh dari kediaman utama demi kepentingan keselamatan. Jaga-jaga andai pecah konflik, maka musuh tidak langsung menyerbu kediaman utama. Cerdas sekali diriku bisa tahu hahahaha. Tentu saja bohong. Aku hanya mengarang saja. Alasan sebenarnya mengenai portal yang diletakkan jauh dari kediaman utama bisa saja kendala lain.
“Ivy,” Duke Joa memanggil, menarikku dari kontemplasi berat, “yakin tidak ingin menulis surat perpisahan kepada Duke Res?”
Aku sedang berdiri di kursi, fokus memperhatikan pemandangan. Ada bermacam pohon berbatang tebal tumbuh subur. Sesekali aku menangkap kilasan tupai dan burung berbulu indah tengah hinggap di ranting.
“Paman, mengganggu orang lain bukanlah hobi yang bagus.”
“Ayah,” koreksinya, “aku lebih suka dipanggil ayah daripada paman.”
Mengapa dua duke, Res dan Joa, tertarik kupanggil ayah? Apa mereka kekurangan kasih sayang?
Lekas aku menggeleng, mencoba menepis bayangan tidak menyenangkan mengenai mereka yang ingin dipanggil sebagai ayah. “Paman, lebih cocok-woaaaa!”
Aku melihat keberadaan salah satu paman yang kufitnah sebagai pengacau malam itu. Dia sedang menunggang kuda, tampak gagah, dan kelihatan penuh percaya diri.
“Paman gagah,” pujiku sembari bertepuk tangan.
Duke Joa pun mengikuti arah pandangku. Dia berdecak, menggeleng, dan memilih berkomentar, “Aku jauh lebih gagah, Nak.”
Abaikan saja ucapan Duke Joa. Dia tidak bisa memahami komposisi sempurna seseorang. Andai di sini ada ponsel dan internet, sudah pasti semua akan kuabadikan kemudian kusebar di Instagram, Facebook, bahkan YouTube. Judul setiap unggahan akan kuketik dengan huruf kapital. TIDAK ADA YANG LEBIH INDAH SELAIN KEBEBASAN. Sempurna.
Begitu sampai, kecepatan kereta pun melambat hingga akhirnya benar-benar berhenti. Seseorang membuka pintu kereta, mempersilakan kami keluar.
Duke Joa langsung meraih dan menggendongku, membuat semua orang menganga. Pasti bila bisa dianimasikan, adegan akan seperti ini: mulut menganga dan rahang jatuh membentur tanah.
Salah satu orang, kuduga kepala pelayan, pun berdeham. Maka, semua orang kembali ke posisi normal.
Duke Joa membawaku melewati barisan pekerja. Pelayan, tukang kebun, dan ... aku tidak kenal dan tidak ingin mengenal lebih jauh mengenai semua orang. Lagi pula, saat dewasa nanti pertunanganku akan putus. Setelah calon tunangan yang sebentar lagi jadi mantan tunangan menemukan jodohnya, aku akan mundur dan mengejar impian.
Hoooh betapa kaya dan luar biasanya Duke Joa. Taman yang ditata rapi dan tentu saja ditumbuhi aneka tanaman indah. Kolam air mancur dengan patung duyung. Bangunan megah yang kuduga sama indahnya dengan kediaman bangsawan mana pun. Persis seperti yang ada dalam ilustrasi istana di negeri dongeng. Indah!
Begitu masuk ke kediaman utama, aku melihat karpet yang digelar dari pintu masuk menuju bagian dalam. Vas antik beraneka ukuran muncul di beberapa titik. Semua pelayan baik perempuan maupun pria berjejer rapi di sepanjang kanan dan kiri, memberi sambutan.
“Hooo?”
Di depan kami ada seorang bocah. Dia mungkin sepantaran Elvan. Tentu saja menurutku bocah ini jauh lebih tampan daripada Elvan. Rambut berwarna hijau, sama seperti milik Duke Joa. Matanya pun memiliki warna yang unik, merah muda persis sakura. Dia mengenakan pakaian indah dan cocok kujadikan sebagai pangeran cilik.
“Igor,” kata Duke Joa dengan bangga, “lihat. Paman mendapatkan tunangan untukmu.”
Mohon maaf! Iya, mohon maaf! Kenapa aku harus dipamerkan dengan cara seperti ini? Dua tangan Duke Joa mencengkeram sisi tubuhku, persis boneka, dan aku pun dipamerkan di depan bocah bernama Igor. Apalagi kali ini Duke Joa sedang berjongkok, makin jelas pengamatan yang bisa kami, aku dan Igor, lakukan.
Igor tidak mengatakan apa pun. Dia hanya berkedip beberapa kali, seakan hendak memastikan yang dilihatnya memanglah nyata.
“Paman, mengaku saja,” Igor menyemangati, “dia putrimu, bukan?”
“Inginku!” pekik Duke Joa sembari memeluk dan menggosok-gosokkan dagunya ke kepalaku. “Sayangnya dia bukan anakku!”
“Paman....”
Duke Joa memberi intruksi kepada seseorang. Maka, kami pun berpindah ke ruang khusus. Hanya ada aku, Duke Joa, dan Igor. Hanya aku saja yang sibuk makan kue. Duke Joa tidak membolehkanku duduk sendiri. Dia memaksa kami, aku dan Igor, duduk di sofa. Berdampingan.
Aneh, tapi biarkan saja.
“Dia akan menjadi tunanganmu,” Duke Joa mengumumkan. “Igor, Paman sudah memikirkannya. Hubungan pertunangan ini hanya sampai Ivy dewasa saja. Setelah itu, kalian diperbolehkan memutus pertunangan.”
Anak-anak diajak bicara topik dewasa. Aku yakin ada yang salah dengan semua manusia yang ada di cerita ini.
“Sementara?” Igor membeo. “Lalu, setelah itu?”
“Ivy boleh pergi ke negeri lain dan menuntut ilmu sebagaimana yang ia dambakan,” jawab Duke Joa. “Atau, dia akan kuadopsi sebagai putri. Itu kalau dia tidak keberatan.”
“Tidak mau!” aku menolak. Kue di piringku telah tandas. Kini saatnya beraksi. “Aku ingin belajar ke negeri selain Enua!”
Berada di Enua hanya untuk menjalani metode mati lainnya? Cukup! Aku muak dikaitkan dengan Res! Mereka tidak bisa memberiku udara segar, hanya membuatku sesak napas, dan makin gila!
“Kakak yang Tampan,” aku memuji Igor, “tolong bertahan denganku sampai aku dewasa. Nanti akan kubalas jasamu sebaik mungkin.”
“Hei akulah yang berjasa,” sela Duke Joa.
Kuabaikan Duke Joa. Lekas kuberi Igor tatapan menawan dan mematikan. “Aku berjanji tidak akan merepotkanmu.”
Igor Agatos Joa. Dialah duke yang kuketahu selama ini. Setahuku dia sama kuatnya dengan para pemuja Lilia maupun putra Duke Res. Oh tunggu, mungkin lebih kuat! Joa mewarisi berkat dari peri. Mereka diakui sebagai pemegang kekuatan purba yang kedudukannya disetarakan dengan kelurga kerajaan.
Hebat! Aku berada di sarang yang tepat. Tidak ada satu binatang buas pun bisa menyentuhku!
“Membalasku?” Igor menelengkan kepala. Kerutan di dahinya makin berlipat dan aku takut dia akan mengalami penuaan dini. “Aku selalu menuntut pembayaran mahal.”
Eh? Mengapa aku merasa tengah berhadapan dengan iblis, ya? “Asal bukan nyawaku, boleh!”
“Ivy,” Duke Joa kembali menyela. Kali ini dia meraih dan menggendongku. “Jangan dengarkan Igor. Aku lupa memperingatkan bahwa keponakanku terlalu banyak mewarisi bakat kakakku! Ivy, jadi putriku saja, ya?”
“Paman, kau memberikannya kepadaku.”
Igor dan Duke Joa.
Mereka berdua saling menatap sengit seolah hendak memicu perang.
***
Duke Res: “Perasaanku semakin tidak enak.”***
Selesai ditulis pada 16 September 2024.***
Saya nggak tahu besok bisa update cerita atau enggak. Hari ini saya kena demam lagi. Tenggorokkan sakit banget. Jadi, kalau nggak bisa update, saya mohon maaf. Itu berarti demamnya nggak tertahankan dan saya bed rest. :”(Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Lady Ivy
FantasyHidup seperti kemalangan tiada akhir. Siang dan malam memberiku kegilaan tak tertangguhkan. Sungguhkah bertahan hidup harus mengorbankan sedikit demi sedikit jiwa? Maka sudah pasti jiwa milikku tinggal setetes dan tidak terselamatkan. Orang mengira...