23

1.2K 286 6
                                    

NOTE: DEAR LADY IVY EKSTRA EPISODE KHUSUS 4 SUDAH TERBIT DI KARYAKARSA! :") Selamat membaca.

***

Salah satu kegiatan yang membuatku senang: belanja. Jadilah aku ditemani Anne dan seorang kesatria Joa. Kami berkeliling dari satu toko ke toko lain. Iya, rencana awal mengunjungi toko buku. Namun, hati ini mendadak punya keinginan baru. Jalan-jalan.

Setelah memuaskan perut dengan kue, barulah aku ke toko buku. Sekian menit aku berdiri di depan rak yang memamerkan buku mengenai puisi. Mengapa semua buku harus bersampul begitu indah? Jenis sampul dari kulit maupun beludru, judul dalam aksara menawan, dan itu belum termasuk kertas tebal.

"Nona, ambil semuanya saja," Anne menyarankan. "Duke tidak akan keberatan."

"Siapa yang akan membawanya?"

"Buku-buku bisa dikirim ke alamat Duke."

Benar juga, tapi tidak! Pemborosan. Bagaimana nanti aku bisa terbiasa hidup seadanya usai pemutusan pertunangan? Ide buruk.

Akhirnya aku hanya mengambil dua buku saja. Jangan tanya judulnya. Aku tipe yang tidak ragu membeli suatu buku hanya karena kovernya menurutku cantik.

Usai membayar, aku ingin lekas kembali ke kediaman Joa. Iya, ide bagus. Sayangnya ide tinggal ide. Sebab di hadapanku berdirilah Lilia dalam balutan gaun bernuansa biru muda. Dia membelalak, memamerkan senyum menawan, dan langsung berseru, "Mungil!"

Lilia berlari seolah hendak menyongsong masa depan. Dia tidak peduli sorot mata ingin tahu pengunjung. Masa bodoh. Satu-satunya yang ia incar hanyalah diriku.

"Mungil! Mungil! Mungil!" serunya berkali-kali seraya memeluk erat diriku. Lekas kuberi instruksi kepada kesatria Joa agar tidak melakukan hal konyol. Bahaya. "Kenapa kau tidak membiarkan kakakmu menemuimu? Aku sangat mencemaskan dirimu. Siang dan malam. Ayah tidak membolehkanku menemuimu di Joa. Sekarang oh! Bagaimana kalau kau pulang bersamaku? Lagi pula, ada kakak pertamamu."

Di belakang Lilia kulihat ada sosok baru. Dia mungkin berusia sekitar sembilan belasan. Tidak sulit mengenalinya sebagai salah satu dari Res. Terutama, ketika dia sangat mirip Duke Res dalam versi remaja. Dialah putra pertama Res, Ekiel.

"Lilia," tegur Ekiel, "jaga sikapmu."

Alih-alih menurut, Lilia justru mempererat pelukannya. "Kakak, kenapa kau tidak bisa membiarkanku bersenang-senang?"

"Kita berada di luar. Kendalikan dirimu."

Ha ha ha. Ekiel. Dia sama saja dengan Ekiel versi mana pun. Membosankan.

"Lepaskan aku," ucapku sembari berusaha membebaskan diri. "Jangan panggil aku Mungil."

Ketidakadilan ini. Maksudku, aku juga ingin lekas kembali ke fisik idealku. Dulu aku memiliki pinggul seksi, dada bulat dan penuh, bibir sensual ... ya anggap saja aku sekelas Boa. Namun, masa kini tampak seperti tamparan keras. Aku bahkan tidak yakin bisa mendapatkan tubuh idealku.

Apa ini harga yang kubayar untuk hidup?

Tidak, bukan?

Tolong katakan tidak!

"Mungil, bagaimana kalau kita makan kue?" bujuk Lilia. "Kakak sangat merindukanmu. Rindu sekali."

Bicara kepada Lilia sama capeknya dengan bicara dengan Elvan. Apa karena rambut mereka berdua berwarna merah muda maka dari itu isi kepala mereka berdua tidak jauh dari yang romantis?

"Lady Res, tolong biarkan aku pulang." Sengaja kugunakan bahasa formal. Cukup melelahkan dan kaku sekali lidahku! "Aku harus kembali sebelum Duke menyalahkan Anne dan kesatria yang mengawalku."

Dear Lady IvyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang