"Ivy, suasana hatimu sedang bagus, ya?"
Respons yang kuberikan kepada Duke Joa ialah, tawa. Tawa lepas yang tiada beban. Aku bahkan merasa diriku sedang melayang di atas awan. Hatiku riang, jiwaku tenang. Setelah sekian lama menjalani pengasingan dari manusia, inilah pertama kali aku bisa berdansa dan benar-benar menikmati musik.
"Iya," aku membenarkan dugaan Duke Joa, "sangat gembira. Seperti makan kue terenak di dunia. Tidak! Lebih baik lagi, persis punya uang yang sangat banyak!"
Musik mengalun lembut. Semua orang menari mengikuti irama. Bahkan Lilia pun terpaksa berdansa dengan Ekiel. Mereka tidak jauh dariku. Lucunya, Lilia menolak tawaran dansa dari pria mana pun. Dia dan Ekiel seolah bekerjasama membuntutiku demi suatu misi yakni, ingin menghancurkan waktu indah milikku.
"Mudah sekali persyaratan bahagiamu, Nak." Duke Joa memanduku menjauh dari Lilia dan Ekiel. Tindakan yang membuat mereka semakin bersungut-sungut. "Makanan dan uang. Tenang saja, Nak. Ayahmu ini sangat bisa diandalkan. Kau tidak perlu bekerja, aku bisa menjamin hidupmu sampai tua."
"Bagaimana dengan Igor? Apa Igor juga dapat keistimewaan sepertiku?" godaku sembari terkikik. "Iya?"
Duke Joa mendengus. "Dia butuh latihan. Mana boleh hidup santai? Sebagai penerus Joa, kewajiban dan tanggung jawab miliknya tidak bisa dianggap enteng. Jadi, dia harus bekerja."
Aku tidak paham relasi antara ini dan itu, tapi kusimpulkan kehidupan Igor amat keras. Kasihan.
"Lihatlah," tunjuk Duke Joa menggunakan dagu, "tidak tahu kata menyerah. Masih saja ingin mengganggu anak orang lain. Memang dia tidak tahu malu."
Duke Res berdiri di dekat pilar. Tidak kutemukan keberadaan Ray. Barangkali pangeran itu menyepi di suatu tempat, sibuk membunuh seseorang. Persis kejadian di masa lalu. Aku tidak mau ikut campur masalah orang lain. Tepatnya, tidak mau mati!
Bicara mengenai Duke Res. Sungguh percuma segala dandanan paripurna. Duke Res menyepi, berusaha menghindar dari ajakan sejumlah wanita, dan memilih meraih gelas berisi anggur. Sejauh ini dia fokus mengawasiku. Setelah sekian tahun kupikir dia akan bosan dan menyerah. Namun, salah. Dia masih berusaha mendekatiku.
Perhatian yang tidak lagi kuinginkan. Andai dia mengulurkan tangan sebelum aku memutuskan menjauh, mungkin segalanya akan berbeda. Di saat aku jatuh, terperosok ke jurang keputusasaan, Duke Res justru memilih memberiku label buruk. Di mata orang luar, aku merupakan anak pungut yang hanya tahu cara menyakiti Lilia. Si manusia tidak tahu balas budi. Betapa kesepian dan terasingnya diriku di lingkungan Res. Sekalipun berusaha memperbaiki jembatan hubungan antara diriku dengan keluarga, selalu ada alasan bagi mereka menghancurkan jembatan yang kubuat.
Sungguh menyenangkan menjadi anak yang mendapat kepercayaan orangtua. Tidak ada prasangka. Selalu diberi posisi utama. Aku tidak mendapat kemewahan semacam itu. Kehidupanku di Res seperti neraka. Mimpi buruk. Mereka tidak hanya merenggut identitasku sebagai manusia, tetapi juga membuatku menyesal terlahir di dunia.
"Terima kasih telah menjauhkanku dari keburukan." Kali ini kututurkan rasa syukur kepada Duke Joa. Tanpa dirinya, mungkin aku berada di suatu tempat dan berjuang mengisi perutku agar tidak kosong. "Sangat hebat. Tanpamu aku pasti terjebak masalah selamanya."
"Nak, ayahmu memang hebat. Kau tidak perlu ragu memanggilku sebagai Ayah Joa."
"Baiklah, Ayah Joa. Semoga Igor senang saat tahu pamannya tidak kabur di pesta."
"Bicara mengenai kabur, ada baiknya kita pergi sebelum si raja tidak kompeten mengganggu kita."
Musik berakhir. Aku dan Duke Joa langsung angkat kaki dari lantai dansa. Kami mirip maling berusaha kabur dari kejaran polisi. Hanya saja kami tidak cukup cepat karena Raja Eza telah menutup akses kami. Dia dengan senyum hangat, seakan tidak punya dosa, merentangkan tangan. "Lady Ivy, bagaimana dengan satu dansa bersamaku? Anggap saja aku sebagai salah satu ayah angkatmu, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Lady Ivy
FantasyHidup seperti kemalangan tiada akhir. Siang dan malam memberiku kegilaan tak tertangguhkan. Sungguhkah bertahan hidup harus mengorbankan sedikit demi sedikit jiwa? Maka sudah pasti jiwa milikku tinggal setetes dan tidak terselamatkan. Orang mengira...