49

795 192 14
                                    

NOTE: DEAR LADY IVY EKSTRA EPISODE KHUSUS 10 SUDAH TERBIT DI KARYAKARSA! :”) Selamat membaca, teman-teman.

***

Meracik ramuan baru bukanlah pekerjaan mudah. Bukan berarti aku tidak kompeten, melainkan beban “menjinakkan kegilaan” membuatku muak. Ada beberapa bahan yang jelas tidak bisa disediakan oleh Raja Eza. Tanaman yang tumbuh di hutan peri. Bukan sembarang peri. Harus tumbuhan yang hidup di tanah milik peri musim dingin.

Oleh karena itu, aku pun meminta bantuan dari teman-teman periku. Mereka mengamini permohonanku. Sembari menunggu bahan utama tiba, aku pun mulai mencicil pekerjaan. Dimulai dari menghaluskan biji apel, kayu manis, vanila, kelopak mawar kuning yang telah dikeringkan, dan kurma kering. Catatan penting, mawar kuning yang kugunakan harus dipetik saat malam. Tengah malam!

Lihat pengorbananku. Cukup mengerikan seolah aku berusaha membuat ramuan cinta seperti Belinda. Sekitar tiga mingguan, bahanku tiba. Ada lima bahan. Daun mawar merah, melati kuning, apel hijau, anggur merah, dan bunga patah hati.

Bunga patah hati merupakan sebutan bagi tanaman yang bentuknya mirip melati, tapi memiliki warna hitam. Aku tidak tahu alasan di balik pemberian nama tersebut. Yang jelas, fungsi tanaman itu amat ampuh bila dikaitkan dengan urusan menenangkan monster ataupun manusia sinting. Katanya! Katanya dan semoga saja berhasil!

Andai bisa langsung mengaduk dan bernyanyi ala orang bahagia, pasti senang diri ini. Masalahnya aku perlu mengeringkan semua bahan! Tidak bisa asal kucampur! Proses alot!

Dimulailah kegiatan mengerikan nan menjemukan yakni, menjemur!

Tanaman dari tanah peri membutuhkan waktu dua mingguan, bahkan lebih, agar kering sempurna! Setiap hari aku merasa kehabisan waktu. Aku merasa setiap detiknya Ray bisa gila dan mulai memburu jantungku. Tentu saja aku pernah berandai dikejar pria tampan ala novel. Namun, bukan begini! Aku tidak butuh diincar pangeran, meskipun menawan, gara-gara kesintingan. Tolong hargai usahaku bertahan hidup sejauh ini!

Ketegangan saraf, atau tanda kegilaan, milikku sendiri mulai mereda begitu aku memasuki tahap meracik. Tuang bubuk daun mawar merah, tambahkan semua bahan yang telah kuhaluskan, dan air biasa. Aku mengaduk, mengaduk, dan mengaduk dengan segenap tenaga. Kuabaikan uap panas yang membuat wajahku terasa kaku dan perih. Bahu dan tanganku cukup kuat menahan beban hidup yang astaga kapan berakhir?!

“Ivy, kenapa kau harus membuat ramuan baru?” tanya Igor. Dia mampir ke bengkel kerjaku. Usai membereskan pekerjaan dari Duke Joa, kutebak dia langsung mengincarku untuk interogasi.

“Aku akan jujur denganmu,” ucapku sembari menahan perih saat uap menusuk mata. “Nanti, setelah aku berhasil menyelesaikan ramuan.”

“Ivy, apa kau butuh bantuan?”

Aku ingin bicara, “Tolong singkirkan setan yang menghantui Ray agar aku bisa hidup.” Namun, aku justru memilih diam dan fokus mengaduk. Terus mengaduk seolah itu merupakan pekerjaan terindah dalam hidup ini.

Igor tidak mendesak. Dia duduk manis, menungguku.

Dua puluh menit aku terjebak kegiatan aduk-mengaduk. Begitu ramuan berubah warna dari hitam pekat menjadi putih bercampur semburat merah, barulah aku bisa bernapas dengan lega.

“Berhasil!” seruku sembari mengankat kedua tangan. “Sesuai dengan resep dari peri! Kini aku bisa mengujicobakannya kepada Ra-tikus!”

Salah satu alis Igor terangkat. “Aku mendengarnya,” tambahnya, “jelas.”

Kumatikan tungku, membiarkan ramuan mendingin, dan kucari kursi terenak ... oke, tidak ada kursi nyaman ketika kepalaku penuh beban hidup!

“Ada sesuatu yang perlu kau ketahui,” ucapku sembari mengempaskan diri ke kursi. “Sebelum kukatakan semua rahasiaku, aku ingin kau berjanji kepadaku. Satu, jangan mengamuk. Aku tidak suka kau menghajar sembarang orang. Dua, tolong bantu aku menemukan solusi. Masalahku sangat menyebalkan, mampu membuat rambutku menyerah dan menggugurkan diri. Tiga, aku ingin kau mengizinkanku ikut denganmu mengecek sejumlah tempat. Tempat yang berhubungan dengan situs suci.”

Dear Lady IvyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang