NOTE: DEAR LADY IVY EKSTRA EPISODE KHUSUS 8 SUDAH TERBIT DI KARYAKARSA! :”) Selamat membaca.
***
Apel yang berhasil terkumpul, apel matang, kumanfaatkan sebagai bom. Tidak tepat menyebut benda mungil berbentuk bulat seukuran kepalan tangan orang dewasa sebagai bom, tapi itulah salah satu kegunaan temuanku. Aku meracik semua bahan ke dalam panci, yang kupinjam, dan mencampurnya dengan bahan yang kubawa. Prosesnya membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit. Tidak lama. Aslinya bisa memakan waktu melebihi tiga puluh menit bila tanpa bantuan kesatria Joa.
Memotong, menumbuk, mencampur, dan memasaknya sampai jadi lembut bukanlah pekerjaan mudah. Aku harus mengaduk, mengaduk, dan mengaduk. Tidak bisa kuserahkan ke orang lain. Alasannya? Karena khasiat akan berkurang. Penyihir Dorga sendirilah yang menjelaskan kepadaku bahwa proses pembuatan ramuan tidak bisa diserahkan ke sembarang orang, sekalipun orang tersebut memang peramu. Seperti sihir bertuan, tidak mau tunduk kepada siapa pun selain yang menciptakan.
Selain mengaduk, aku menambahkan sedikit bubuk ajaib. Bubuk ini akan mengeringkan pasta apa pun dan mengurangi beban pekerjaanku. Adapun bahan tambahan yang kuambil dari dapur umum ialah, tepung. Emmm tepung dan garam.
Tepat tiga puluh menit pekerjaan pun selesai. Bola bom pun didistribusikan kepada kesatria. Semua kesatria tanpa terkecuali. Joa, Res, bahkan paladin. Bila dugaanku benar, mereka tidak perlu melanjutkan aksi bantai-membantai seperti kelompok barbar.
“Aku tidak suka dengan penemuanmu,” gerutu Duke Joa yang kini ikut duduk di sampingku. Kami berdua beristirahat di bawah naungan pohon. Ada sebuah batang pohon yang tumbang dan itulah yang kami gunakan sebagai kursi. “Semakin kau bersinar, semakin banyak lalat berdatangan.”
Mendengar pesonaku dianggap mengundang lalat, keningku pun berkerut. Mendadak mulutku rasanya baru saja mencicipi lemon, asam sekali! “Jadi, aku jelek?”
“Bukan begitu,” Duke Joa lekas meralat. Sejenak dia mengamati para kesatria yang sibuk membereskan peralatan memasak, membersihkannya seperti sedia kala. “Bakatmu terlalu bagus. Aku takut bakatmu akan mendatangkan hal yang tidak kita inginkan, Nak.”
“Ada dirimu, Ayah Joa,” aku menyemangati. “Kujamin tidak akan ada satu orang pun berani kurang ajar terhadapku.”
Senyum bangga pun mengembang di bibir Duke Joa. Dia makin mirip merak jantan yang kini memamerkan ekornya seolah siapa pun pasti terpikat dengan pesona miliknya.
“Tentu saja aku hebat,” dia memuji diri sendiri. “Aku bisa menyingkirkan seekor naga.”
“Pernah bertempur lawan naga? Seperti Raja Akasa?” Wow.... Aku suka informasi ini. Menarik.
Duke Joa belum sempat memberiku jawaban. Rombongan kesatria bermunculan dan memecah perhatianku. Mereka semua terlihat ... emm tidak terlalu payah? Aku tidak tahu ekspresi yang biasa mereka perlihatkan sehabis memerangi monster, tapi kali ini mereka tertawa dan begitu melihatku....
“Lady, terima kasih!”
“Aku tidak akan melupakan bantuanmu, Lady!”
“Kuil akan dengan senang hati memberikan bantuan kepada Lady Ivy!”
“Lady, kau benar-benar cerdas!”
“Mengapa Lady tidak muncul secepatnya? Kehadiranmu sungguh menjadi berkah bagi kami.”
Aku mirip permen yang dikelilingi semut. Bermacam semut mulai dari semut merah, semut hitam, bahkan semut kerdil! Duke Joa memberengut dan mengancam kesatria, yang kutebak berasal dari Res dan kuil. Dia berkata akan memenggal kepala siapa pun yang berani mendekatiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Lady Ivy
FantasyHidup seperti kemalangan tiada akhir. Siang dan malam memberiku kegilaan tak tertangguhkan. Sungguhkah bertahan hidup harus mengorbankan sedikit demi sedikit jiwa? Maka sudah pasti jiwa milikku tinggal setetes dan tidak terselamatkan. Orang mengira...