Begitu sampai di kota terdekat, Xar membawaku ke klinik. Dia meminta petugas yang berjaga kala itu menuliskan sejumlah laporan. Bayangkan saja berlembar kertas yang mencatat luka, lebam, kondisi fisik, dan bukti kekerasan milikku. Cukup merepotkan, tapi perlu dilakukan.
Xar mampir ke kantor pos. Tempat yang kumaksud bukan sekadar menjual perkakas surat menyurat, melainkan menyediakan jasa kilat. Caranya menggunakan permata sihir yang telah dimodifikasi untuk kepentingan komunikasi. Dia mengirim bukti dan meminta bantuan kepada temannya. “Aku butuh pertolonganmu,” katanya dengan nada mendesak. “Panti.”
Aku tidak mendengar kelanjutan percakapan Xar karena diganggu oleh kehadiran seorang nenek. Dia menanyaiku ini dan itu, lalu memberiku sebungkus roti cokelat. Saat Xar sudah selesai, aku langsung diajak berangkat, menuju kebebasan tak terhingga!
Omong kosong. Tidak ada yang namanya kebebasan mutlak. Sartre benar. Tidak ada kebebasan mutlak! Kecuali, aku pengarang yang bisa menentukan laju hidup lengkap dengan hambatan yang bertaburan di jalanku.
Butuh tiga hari bagi kami hingga sampai ke tujuan, Kota Kasha, ibu kota Kerajaan Enua.
Bangunan yang ada di Kasha jauh lebih tertata dan modern dibanding kota sebelumnya. Rata-rata model atapnya mengerucut. Pada bagian puncak dihiasi patung-patung mungil makhluk-makhluk fantasi; peri, kucing bersayap, maupun pegasus. Selalu ada pohon serta pot bunga di depan bangunan, menambah kesan teduh dan hijau.
Kanal dan saluran air tampak bersih. Tidak ada bau aneh maupun benda mengambang mencurigakan. Ada petugas yang bertanggung jawab membersihkan saluran air dan mereka biasanya bekerja seminggu sekali maupun sebulan sekali. Tergantung. Lagi pula, sejauh ini selalu tersedia tempat sampah. Semua orang taat aturan, membuang sampah pada tempatnya.
Jalanan telah diaspal maupun dibangun dengan sejumlah batu hitam ataupun bata. Ada area khusus pejalan kaki di sepanjang jalan. Andai aku punya ponsel, sudah pasti kupotret semua sisi dan mengabadikannya di Instagram.
Kendaraan berupa kereta kuda. Ada beberapa orang yang mengendarai kuda. Mereka semua mengenakan pakaian bersih dengan model yang akan membuatmu ingat pada Frankenstein ataupun film vampir klasik.
Kereta kuda yang kami tumpangi melaju pelan. Aku sibuk mengamati jalanan, menghitung berapa banyak lady yang mengenakan topi cantik. Xar terus saja memberiku ekspresi masam; kening berkerut, bibir maju dua senti ala bebek, dan mata menyipit. Aku curiga dia salah makan. Sebab tadi kami sarapan mi sayur dengan banyak tomat ceri.
“Kau tidak ingin ikut denganku?”
“Tidak bisa,” balasku. Kini aku merasa puas mengamati jalanan. Jadi, tidak keberatan memandangi Xar yang masam. Dia tomat! “Kau akan dapat masalah.”
“Memangnya mengurus seorang bocah amat sulit?” tantangnya, bersedekap. “Aku bisa menyelesaikan semua tugas negara yang dibebankan di kantor.”
Tidak ada hubungan antara mengurus tugas ala budak oligarpus dan membesarkan anak. Namun, lebih baik tidak perlu menyanggah.
“Xar, kau bisa dituduh menculik anak.”
“Aku tidak menculik anak!” pekik Xar seakan baru saja menginjak ranjau darat alami warna hitam yang dihasilkan oleh seekor sapi. “Hei, aku sudah mengirim laporan dan memastikan kau aman dari ibumu. Jadi, yakin tidak mau jadi anakku? Tunggu! Kenapa gaya bicaramu mirip orang dewasa?”
“Coba kau tumbuh di lingkungan yang menyuruhmu bekerja seharian tanpa upah,” cetusku mencoba mengerjai Xar. “Pasti kau akan dewasa sebelum waktunya.”
Xar menggeleng pelan, kali ini kedua tangannya menyentuh lutut. “Aku berharap kau bersedia mempertimbangkan sebagai putriku.”
Aku tidak bisa memberi tahu Xar bahwa alasanku menolak karena Duke Res dan Belinda. Bila berada dalam naungan panti, Belinda tidak bisa sembarangan menyentuhku. Panti di sini, seingatku, sangat aman dan bahkan semua anaknya mendapat pendidikan. Itulah salah satu yang kuincar, kesempatan keluar dari bayang-bayang Res.
Duke Res sekarang tidak tahu bahwa aku ada. Untuk sementara waktu, aman. Namun, jaga-jaga andai ada hal yang tidak kuinginkan terjadi. Xar jelas bukan lawan Duke Res. Dia tidak bisa melakukan apa pun saat Duke Res menghendaki sesuatu. Berbeda dengan panti. Pengelola panti biasanya merupakan orang-orang kepercayaan bangsawan dengan pangkat yang tidak kalah dari Res.
Haha kebetulan panti yang kutuju merupakan milik seorang duke, lawan Duke Res. Hahahaha bila Duke Res mengetahui diriku, tinggal mengamuk dan merengek saja. Beres. Sisanya kuserahkan kepada langit dan orang berpangkat.
Kereta pun melambat. Kami sampai. Xar membantuku turun. Dia memberi intruksi kepada kusir untuk menunggu.
Kehadiran kami disambut oleh seorang perempuan muda. Dia berwajah manis dan mengeluarkan aura lembut. Kepada kami, ia mengarahkan kami agar mengikutinya.
Untung saja Xar telah mengganti bajuku dengan sesuatu yang layak. Gaun warna hijau pucat. Bahannya terasa gatal saat bergesekkan dengan kulit. Namun, itu jauh lebih baik daripada pakaian yang kukenaka sebelumnya.
“Kepala Panti ada di dalam,” kata perempuan itu, “silakan.”
Aku hampir saja melongo saat menyadari bahwa kepala panti yang dimaksud orang itu ternyata ialah ... ho tidak salah lagi. Erica! Dia merupakan mantan menteri pendidikan yang memutuskan mengundurkan diri dari posisi elite, hanya untuk mengurus sebuah panti. Ternyata dia di sini!
“Silakan duduk.” Erica menunjuk kursi.
Kupikir Xar akan membiarkanku duduk sendiri, ternyata dia memilih memangku diriku.
“...” Aku tidak serapuh itu!
“Berapa usianya?”
“Enam,” jawabku dengan suara mencicit.
Erica menggosok dagunya. “Kupikir empat.”
Semua orang di negeri ini memiliki tubuh memukau, minus aku sekarang. Namun, tidak perlu cemas. Di masa depan tubuhku akan menjelma bombastis! Aku pasti punya dada bagus, pinggul bagus, dan masa depan!
“Aku sudah membaca laporannya,” ujar Erica. “Ibunya akan diurus.”
Rasakan pembalasanku wahai Belinda! Ahahahahahaha!
“Nak,” Erica memberiku seulas senyum, “kau sudah berjuang keras.”
Dia tidak tahu saja berapa kali pengalaman matiku. Bila kutulis untuk thesis, sudah pasti jadi berjilid-jilid! Setan semua orang yang berhubungan dengan Res!
“Tolong....”
Belum sempat Xar menyelesaikan ucapan, Erica bicara, “Anda tidak perlu cemas. Akan kupastikan si kecil terlindung dari tangan-tangan jahat. Lagi pula, kami tidak sembarangan meloloskan permintaan adopsi.”
“Tolong beri Ivy kehidupan yang tidak bisa ia dapatkan dari orangtuanya.”
Aku tidak yakin bisa hidup normal. Tidak setelah rentetan kekecewaan yang kuterima selama di kediaman utama. Namun, aku tetap berusaha menjalani hidup sebaik mungkin.
“Selamat datang, Ivy,” Erica mempersilakan, “kau akan mendapatkan teman baru.”
Kali ini aku yakin bahwa pilihanku memang tepat! Menjauh dari sumber masalah dan bekerja sebagai pegawai (nanti).
Xar pun bersedia menyerahkanku kepada Erica.
“...”
Erica menggendongku. Apa sebegitu mungilnya diriku ini? Mendadak aku merasa harga diriku tengah dipertanyakan!
***
Selesai ditulis pada 7 September 2024.***
Hari ini panas sekali. Padahal kemarin sempat hujan sebentar, tapi sekarang panas lagi. Hiks!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Lady Ivy
FantasíaHidup seperti kemalangan tiada akhir. Siang dan malam memberiku kegilaan tak tertangguhkan. Sungguhkah bertahan hidup harus mengorbankan sedikit demi sedikit jiwa? Maka sudah pasti jiwa milikku tinggal setetes dan tidak terselamatkan. Orang mengira...