51

582 175 4
                                    

NOTE: DEAR LADY IVY EKSTRA EPISODE KHUSUS 11 SUDAH TERBIT DI KARYAKARSA! Selamat membaca. :”)

***

Aku tidak sanggup membaca tulisan selanjutnya. Namun, kupaksa diri sendiri agar kuat dan jangan lemah. Pengetahuan merupakan kekuatan penting. Tanpa pengetahuan, aku akan kelimpungan menghadapi drama di kemudian hari yang mungkin dilakukan Ray. Jadi, aku harus kuat dan membiasakan diri mengenal sejarah mengenai sebagian kecil dari diriku.

“Jantung anak berdarah campuran mungkin tidak sekuat jantung milik peri agung,” lanjutku dengan suara serak. “Namun, jantung milik anak berdarah campuran pun tetap diburu oleh manusia dari bermacam kalangan. Seratus jantung anak berdarah campuran digunakan sebagai tumbal memanggil iblis terkuat. Tidak ada yang sanggup mengekang iblis, kecuali satu: mereka yang mengetahui cara memanfaatkan jantung anak berdarah campuran.”

Jeda sejenak. Aku berusaha menelan ludah, sekadar membasahi tenggorokkan yang terasa kering.

“Kegilaan semacam ini,” kata Igor, dingin, “dimiliki manusia? Aku tahu bahwa manusia bisa bertindak sangat gila, tapi tidak sampai ke taraf sesinting ini.”

“Ya,” aku membenarkan. Kutelusuri setiap huruf menggunakan jemari, berharap bisa mengungkap cara menghentikan siklus kejahatan. “Sebagian besar tulisan yang ada di sini menjelaskan bahwa jantung anak berdarah campuran, seperti diriku, merupakan bahan utama untuk memanggil iblis. Tampaknya iblis suka memakan jantung peri.”

Semakin lama berada di sini, kian tidak nyaman perasaanku. Seolah terjebak di sarang ular dan aku tidak bisa melarikan diri.

“Igor, aku sudah mendapatkan informasi yang kubutuhkan.”

“Sebaiknya kita lekas pergi,” ujarnya memberi saran. “Ivy?”

Lantai yang kami pijak mendadak bergoyang. Aku berusaha meraih tangan Igor, mempertahankan keseimbangan, dan kami berdua terdorong ke kanan dan kiri. Seakan kami berada di kapal yang terkena serangan badai. Langit-langit lenyap, berganti dengan langit sungguhan. Namun, langit yang menanungi kami bukanlah langit cerah musim panas. Di atas kami terhampar langit malam bertabur bintang. Satu demi satu bintang berjatuhan. Segalanya terasa tidak nyata sekaligus menakutkan.

“Ivy, jangan lepaskan tanganku!”

Aku mengikuti Igor lari ke seberang, menuju satu-satunya pintu. Meskipun guncangan telah mereda, tapi hujan bintang atau sesuatu yang menyerupai bintang mungil sama sekali tidak membuat hatiku tenang.

Satu demi satu bintang menghantam lantai. Tidak ada ledakan. Bintang lenyap begitu saja setiap kali bersentuhan dengan lantai. Igor menaungiku, serpihan bintang mungil menyelubungi Igor dan diriku. Kami mirip peri mungil dengan kilau cahaya. Akan sangat manis andai jantungku tidak berdebar kencang dan insting dalam diriku menyuruhku kabur.

Igor menarik gagang pintu, membukanya, dan kami terbelalak menyaksikan pemandangan di luar sana.

Manusia tengah berperang melawan naga. Tidak hanya satu, tapi puluhan naga. Bangunan dimangsa si jago merah, asap membumbung naik menyelimuti langit dengan kegelapan pekat, dan teriakan terdengar membahana dari berbagai arah. Anak panah ditembakkan ke sasaran, tapi naga-naga memiliki kulit tebal dan sulit tertembus senjata. Beberapa kesatria yang bekerja sama dengan paladin berusaha menahan naga yang hendak memangsa seorang penyihir. Sejauh mata memandang hanya ada kekacauan, kematian, dan teror.

Di antara manusia dan naga, ada satu sosok yang tengah menikmati pembantaian. Dia memiliki rambut berwarna hitam. Rambutnya terurai seperti tirai malam yang dihiasi untaian mutiara mungil. Di kepala sosok itu terdapat sepasang tanduk melengkung. Dia mengenakan pakaian bernuansa merah darah dan hitam. Senyum keji terpeta di wajah, mirip gambaran sang pembantai dari neraka.

Dear Lady IvyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang