Chapter 45

562 37 2
                                    

Melihat pupil mata Raphael, yang sepertinya tidak akan pernah bergetar, mulai bergetar, Amelia yakin. Dia benar-benar sangat sakit. Dan kemudian dia akan mati.

"Bukankah memang begitu, Grand Duke?"

Amelia membayangkan dirinya akan marah, tapi alih-alih, pikirannya menjadi dingin acuh tak acuh.

"Itu akan membuat anda lebih nyaman jika wanita yang selalu mengikuti anda seperti penguntit, sudah tiada, benarkan?"

"......"

"Atau apa ini adalah perasaan kasihan yang anda rasakan?"

Kasihan, sebuah kata yang tidak akan cocok untuk Raphael. Raphael adalah tipe orang yang tidak akan mengedipkan matanya jika seseorang mati tepat dihadapan matanya.

"Ah, maafkan saya, saya salah. Itu pasti bukan rasa kasihan, begitukan."

Untuk beberapa alasan, saat ini setelah Amelia mengetahui segalanya, Amelia berharap Raphael tidak akan berpura-pura lagi.

"Anda mengetahui situasi saya lebih baik daripada siapapun, jadi anda tidak perlu untuk berakting lagi."

"Amelia."

"Jangan memanggilku dengan namaku!"

Itu adalah nama yang tidak pernah Raphael gunakan untuk memanggil dirinya, bahkan saat dirinya menginginkannya. Memanggilnya seperti itu saat ini sudah tidak ada gunanya. Amelia sudah tidak menginginkannya lagi.

"Saya tidak akan menimbulkan masalah lagi. Jadi anda tidak perlu untuk mengawasi saya sepanjang waktu."

Raphael pasti penasaran. Bertanya-tanya apakah wanita ini berubah karena dia akan mati.

"Kalau begitu, selamat malam, Ame...... Grand Duchess."

Yang lebih membuat Amelia kecewa adalah Raphael tidak pernah menahannya. Dia hanya diam saja melihat Amelia pergi. Ini mungkin terlihat sudah biasa, karena segalanya sudah terbuka.

Tempat tidur suami-istri terasa sama seperti biasanya. Kediaman menyelimuti, dan tidak ada diantara mereka berdua yang berbicara. Mereka berdua memaksa untuk menutup kedua mata mereka dan menunggu untuk tertidur tanpa disadari.

********

Percakapannya bersama Raphael kemarin malam terasa seperti mimpi yang jauh. Saat Amelia terbangun dipagi hari, dia lapar, dan rutinitas sehari-hari seperti biasanya dimulai. Dia tidak percaya bahwa dirinya sedang sakit. Dengan menganggap bahwa dirinya sehat sepenuhnya, tapi diwaktu yang bersamaan, dia akan mati.

"Apa tujuan membawaku kesini?"

Untuk mengalami kematian satu kali lagi?

"Ibu!"

Pintu terbuka dengan keras, dan Amelia terkejut oleh suara dentumannya. Amelia terkejut oleh Leonel, yang menerobos masuk walaupun belum dipersilahkan untuk masuk oleh Amelia.

"Leonel?"

"Aku senang ibu tidak sakit....."

Wajah anaknya, basah oleh air mata. Menunjukkan betapa sangat sedih hatinya. Amelia mengusap lembut pipi Leonel, menghapus jejak-jejak air mata.

"Ayah bilang—, Tidak, tidak apa-apa........"

Leonel sesenggukan sembari berbicara, sepertinya dia bahkan tidak mengerti apa yang sedang dia katakan. Raphael menepati janjinya untuk membuat alasan yang bagus untuk Leonel.

"Apa kamu sangat khawatir?"

"Iya....."

Melihat mata anaknya yang dipenuhi dengan air mata, hati Amelia melunak. Jika Leonel tahu semua ini kebohongan, dia mungkin akan sangat sedih. Setelah mengetahui kondisinya, Amelia memutuskan untuk mengubah rencananya. Haruskah dia membawa anaknya dan pergi meninggalkan kediaman Siegfried?

Please Divorce Me Villain, I'll Raise the Child AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang