BAB 2

664 78 5
                                    

Ni-ki akhirnya tiba di sekolah setelah menempuh perjalanan dengan Nicholas. Begitu sampai, ia langsung menyuruh Nicholas untuk pulang, meskipun Nicholas enggan meninggalkannya. Dengan berat hati, Nicholas pun pergi, tetapi tidak tanpa menyampaikan sejuta nasihat dan wejangan kepada Ni-ki, seperti biasa. Ni-ki hanya mengangguk pelan, tak ingin memperpanjang percakapan.

Begitu Nicholas pergi, Ni-ki melangkah ke kelasnya dan langsung duduk di bangkunya. Ia melihat jam di dinding dan menyadari bahwa masih ada waktu sebelum bel berbunyi. Masih merasa sangat mengantuk, ia memutuskan untuk memanfaatkan waktu tersebut untuk tidur sejenak. Kepalanya terkulai di atas meja, matanya mulai terpejam, mencoba mengabaikan hiruk-pikuk di sekitar kelas.

Sementara itu, tidak jauh dari kelas Ni-ki, Jake sedang mengawasi keadaan dengan tenang. Tidak ada satu pun yang berani menegurnya, bahkan pihak sekolah sekalipun. Siapa yang berani menentang keluarga Lee? Jake tampak begitu tenang dan percaya diri, meskipun keberadaannya di tempat itu cukup mencurigakan.

"Kau yakin, Jake? Kita tunggu di sini? Ni-ki pasti akan tahu, dong?" Jay bertanya dengan nada khawatir, sesekali melirik ke arah kelas di mana Ni-ki terlihat tertidur di bangkunya. Namun, Jake tetap diam, fokus matanya tidak terlepas sedikit pun dari sosok Ni-ki. Ia tampak tenang, seolah sudah memperhitungkan segala kemungkinan. Jay merasa tidak nyaman dengan ketegangan yang dirasakannya, tapi Jake selalu punya cara untuk meyakinkan orang lain, meski tanpa banyak bicara.

"Jam berapa anak itu tidur tadi malam, Jay?" tanya Jake tiba-tiba, masih tanpa mengalihkan pandangannya. Jay terdiam sejenak, bingung harus menjawab apa. "Entahlah, mungkin larut sekali. Kau tahu Ni-ki, dia selalu sibuk dengan latihannya," jawab Jay sambil menghela napas. Jake mengangguk pelan, seolah pertanyaannya sudah terjawab meski sebenarnya tidak banyak informasi yang diperoleh.

Bel masuk telah berbunyi, membangunkan Ni-ki yang sempat tertidur di bangkunya. Dengan cepat, ia menyiapkan diri untuk pelajaran pertama hari itu, yang fokus pada latihan soal-soal ujian kelulusan. Suasana kelas begitu serius, semua murid berusaha mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin. Ni-ki juga terlibat dalam diskusi soal bersama teman-temannya, mencoba memahami setiap konsep yang akan diujikan.

Setelah pelajaran selesai, waktu olahraga pun tiba. Ni-ki tiba-tiba merasakan kepanikan menyergapnya. Ia baru ingat bahwa ia lupa membawa baju olahraga. Matanya melebar, ia berpikir keras apakah mungkin ada waktu untuk pulang dan mengambilnya. Namun, bel sudah berbunyi, dan tidak ada waktu lagi. Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya, ia bahkan sempat berpikir untuk meminta izin tidak ikut pelajaran kali ini.

Namun, seakan keajaiban menghampiri, pintu kelas tiba-tiba terbuka. Jake, hyung-nya, muncul dengan wajah tenang, membawa baju olahraga milik Ni-ki di tangannya. Tanpa sepatah kata pun, ia menghampiri adiknya dan menyerahkan baju itu. Ni-ki tertegun, merasa seperti baru saja diselamatkan oleh malaikat. "Kau lupa sesuatu," kata Jake singkat, sebelum berbalik dan pergi, meninggalkan Ni-ki yang tak bisa menahan rasa lega dan kagum atas ketepatan waktu sang kakak.

Sebelum Jake melangkah lebih jauh, Ni-ki berlari ke arah kakaknya dan langsung memeluknya erat. "Thanks, Jake Hyung. Hampir saja Ni-ki dihukum guru kalau tidak ikut olahraga," katanya dengan suara lega. Jake tersenyum lembut, tangannya terangkat untuk mengelus punggung kecil adiknya. "Sama-sama, Ki. Kalau gitu, Hyung pulang dulu ya," jawab Jake dengan tenang. Namun, alih-alih melepaskannya, Ni-ki malah semakin mengeratkan pelukannya, seolah tak ingin Jake pergi begitu cepat.

Tanpa disadari oleh Ni-ki, Jake melirik salah satu teman sekelas adiknya dan menyeringai. Senyum kecil itu cepat, nyaris tak terlihat, tapi penuh makna yang sulit diartikan. Teman Ni-ki itu hanya bisa membalas dengan tatapan penuh tanya. Ada sesuatu yang tersimpan di balik senyum Jake, sesuatu yang belum Ni-ki ketahui, seakan ada rencana yang hanya Jake dan beberapa orang lain yang memahaminya. Ada apa sebenarnya yang sedang terjadi?

"Yasudah, Hyung pulang sekarang. Ni-ki mau ganti baju dulu," ujar Ni-ki sambil melepaskan pelukannya. Jake mengangguk, menepuk pelan bahu adiknya sebelum berbalik untuk pergi. Namun, sebelum benar-benar melangkah keluar, Jake kembali melirik ke arah teman sekelas Ni-ki yang tadi menjadi pusat perhatiannya. Tatapannya sarat akan makna, seolah ada pesan tersembunyi yang hanya mereka berdua pahami.

Di sisi lain, teman yang ditatap itu hanya tersenyum kecil, senyum yang terkesan meremehkan. Ia tampak tenang, seakan tak terpengaruh oleh sorot mata Jake yang penuh arti. Ada ketegangan tipis yang tak terlihat oleh Ni-ki, namun jelas terasa antara Jake dan teman tersebut, seperti ada dinamika tersembunyi yang belum terungkap.





to be continue
14 September 2024

The Innocent Heir | ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang