BAB 10

403 52 3
                                    

"Sunoo Hyung!" Ni-ki menerobos masuk ke ruangan kerja Sunoo dengan suara lantangnya, mengabaikan tatapan tajam yang langsung dilemparkan kakaknya itu. Nicholas dan Taki mengikuti di belakangnya, berusaha menjaga jarak dari percikan kemarahan yang mungkin terjadi. Tapi ya, salahkan Ni-ki. Dia yang memaksa Taki untuk ikut dengannya, karena masih ingin berbicara banyak hal dengan Taki dan berjanji akan mengantarnya pulang setelahnya. Sunoo menghela napas, merasa terganggu, tapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain menerima kehadiran mereka.

"Hei, Hyung," sapa Taki pelan, mencoba bersikap sopan di depan yang lebih tua. Sunoo hanya tersenyum canggung pada Taki, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Nicholas, tatapannya berubah tajam. Nicholas menelan ludah dengan susah payah, jantungnya berdebar kencang. Entah kenapa, ada sesuatu dalam tatapan Sunoo yang membuatnya merasa terpojok, seperti sedang diselidiki atau mungkin bahkan diperingatkan.

"Ni-ki, ajak Taki untuk bicara di ruang istirahat Hyung," ujar Sunoo dengan nada tegas. Ni-ki hanya mengangguk patuh sebelum menarik lengan Taki untuk ikut dengannya keluar ruangan. Sementara itu, Nicholas tetap berdiri di tempatnya, bingung dan cemas. Sorot mata tajam Sunoo masih tertuju padanya, menusuk begitu dalam hingga membuat bulu kuduknya meremang. Ada sesuatu yang begitu mengerikan dalam tatapan itu, seolah Sunoo tahu lebih banyak daripada yang ia tunjukkan, dan Nicholas tidak tahu bagaimana harus menghadapinya.

 Ada sesuatu yang begitu mengerikan dalam tatapan itu, seolah Sunoo tahu lebih banyak daripada yang ia tunjukkan, dan Nicholas tidak tahu bagaimana harus menghadapinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Oh, jadi Taki anak tunggal? Enak dong," kata Ni-ki setelah mendengar cerita temannya itu. Taki hanya tertawa pelan, mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Sebenarnya, Taki punya Hyung. Tapi..." ucapnya, menggantungkan kalimatnya dengan nada ragu, membuat Ni-ki penasaran tapi tetap sabar menunggu kelanjutannya.

"Mereka tidak menganggap Taki ada karena mereka sangat sayang dengan adik mereka yang lainnya." Ni-ki terkejut mendengar pengakuan itu, matanya melebar. "Jadi, maksudnya, Taki punya saudara yang seumuran juga?" tanyanya, mencoba memahami. Taki hanya mengangguk lemah, dan Ni-ki bisa melihat kesedihan yang jelas tersirat di mata temannya.

"Kenapa kalian tidak membicarakannya baik-baik? Pasti ada jalan keluar, karena bagaimanapun juga kalian bersaudara, kan?" saran Ni-ki dengan nada optimis. Namun, Taki hanya mengangkat bahunya pelan, seakan tak tertarik dengan solusi yang ditawarkan.

"Tidak akan bisa, Ni-ki. Ini tidak sesederhana yang ada di otak polosmu itu," ucap Taki dengan nada serius yang membuat suasana mendadak tegang. Ni-ki terdiam, merasa canggung. Entah kenapa, ucapan Taki barusan membuatnya merasa tidak enak, seolah ada sesuatu yang jauh lebih besar dari yang bisa ia pahami.

"Taki, Nicholas sedang keluar sebentar. Pulang sedikit sore tidak apa, kan?" Taki hanya mengangguk, merasa tak masalah dengan kepergian Nicholas. Sementara itu, Ni-ki yang belum tidur siang mulai merasakan kantuk yang mendera.

"Ni-ki, kalau ngantuk, tidur saja. Nanti kalau Nicholas sudah kembali, Taki bangunkan," ujar Taki lembut. "Baiklah, Ni-ki tidur sebentar ya. Kalau Taki mau baring di samping Ni-ki juga tak masalah. Ngantuk sekali, biasanya Hyung mengelus kepala Ni-ki sampai tertidur," kata Ni-ki sambil memeluk bantal sofa, Taki hanya tertawa mendengar pernyataan lugu Ni-ki.

Dalam waktu yang singkat, Ni-ki sudah tertidur pulas, wajah polosnya terlihat damai dan menghibur. Taki mendekat, tangannya terangkat untuk mengelus surai rambut Ni-ki dengan lembut. Namun, gerakannya berhenti seketika saat pergelangan tangannya dicekal oleh seseorang. "Jangan menyentuhnya barang sedikit pun, tuan Taki," tegas suara itu, membuat suasana menjadi tegang dan tidak terduga.

Taki memandangi orang yang menginterupsi dirinya, matanya tajam namun bibirnya melengkung dalam senyum tipis. Dia terkekeh pelan, suaranya hampir seperti bisikan yang menyelinap di udara. "Kau sangat menjaganya, ya?" ucap Taki sambil tetap mengelus kepala Ni-ki dengan lembut. Ni-ki yang polos tampak tidak menyadari ketegangan di sekitarnya, sementara helaan napas berat terdengar dari orang di seberangnya, menandakan ketidaksukaan yang mendalam terhadap kehadiran Taki.

"Cepatlah pergi, saya akan mengantar Anda, Tuan," kata orang itu, nadanya datar namun penuh dengan ketegasan. Taki menatapnya dengan garang, menunjukkan ketidaksukaannya yang jelas. Dia tidak suka diatur, terlebih oleh seseorang yang begitu terlihat gugup namun tetap berani menghadapi dirinya. Tapi meski begitu, Taki tidak bergerak, hanya tatapannya yang semakin tajam, menembus orang itu dengan penuh ancaman.

 Tapi meski begitu, Taki tidak bergerak, hanya tatapannya yang semakin tajam, menembus orang itu dengan penuh ancaman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak terasa waktu berlalu hingga Ni-ki terbangun sekitar jam empat sore, membuatnya terlonjak kaget. Dia melihat ke sekeliling, dan menyadari bahwa Taki sudah tidak ada di sana. “Ni-ki sudah bangun?” suara Sunoo terdengar lembut dari sudut ruangan sambil membereskan meja kerjanya yang berantakan. Ni-ki yang masih sedikit linglung bertanya, “Taki kapan pulang, Hyung? Diantar Nicholas, kan?” Sunoo yang mendengar pertanyaan adiknya itu tiba-tiba menghentikan kegiatannya, tatapannya berubah serius namun penuh kehangatan.

Tanpa banyak bicara, Sunoo menarik lembut tangan Ni-ki dan mendudukannya di pangkuannya. “Hyung ada kalung untuk Ni-ki. Dipakai terus, ya. Jangan sampai lepas, oke?” ucap Sunoo dengan nada pelan namun tegas, membuat Ni-ki terdiam. Meski masih belum sepenuhnya memproses apa yang sedang terjadi, Ni-ki hanya mengangguk pelan, membiarkan Sunoo memakaikan kalung itu ke lehernya. Ada sesuatu dalam tatapan Sunoo yang membuatnya merasa harus menjaga kalung itu baik-baik, meski ia belum mengerti sepenuhnya.

 Ada sesuatu dalam tatapan Sunoo yang membuatnya merasa harus menjaga kalung itu baik-baik, meski ia belum mengerti sepenuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



to be continue
22 September 2024

Thank you for your vote  🫶🫶

The Innocent Heir | ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang