BAB 11

394 59 6
                                    

"Heeseung hyung, aman kan? Ni-ki sudah tidur?" tanya Jay sambil celingak-celinguk, matanya tak henti-henti menelusuri setiap sudut rumah. Mereka memasuki rumah dengan langkah hati-hati, seperti seorang pencuri yang takut ketahuan. "Aman, Ni-ki tidur sama Jungwon hari ini," bisik Heeseung dengan suara hampir tak terdengar. Jay mengangguk pelan, lalu mereka berdua melanjutkan perjalanan ke dalam rumah yang gelap gulita, hanya diterangi oleh cahaya bulan samar yang masuk melalui jendela.

Dengan napas tertahan, keduanya melangkah mengendap-endap, memastikan tak ada suara lantai yang berdecit atau benda jatuh yang bisa membangunkan penghuni rumah lainnya. Mereka tak saling berbicara lagi, hanya saling menatap dengan kesepakatan yang tak terucap. Rumah yang biasanya penuh dengan tawa kini terasa sepi dan mencekam, seolah mereka sedang melakukan sesuatu yang terlarang.

Saat akan menaiki tangga, Jay tiba-tiba tersentak kaget. Bahunya ditepuk dengan tiba-tiba, dan hampir saja ia memekik keras. Jantungnya seperti hendak jatuh dari tempatnya. Ia langsung menoleh dengan panik, mencari tahu siapa pelakunya. Di tengah kekalutan itu, terdengar suara cekikikan pelan yang familiar. "Sialan!" umpat Jay pelan, menyadari bahwa orang yang telah membuatnya hampir terkena serangan jantung bukanlah Heeseung, yang sudah lebih dulu naik ke atas.

Jay menatap tajam pada Jungwon, yang berdiri di depannya dengan senyum nakal sambil membawa segelas air minum dari dapur. "Kau hampir membunuhku!" gerutu Jay, memegang dadanya seolah mencoba menenangkan detak jantungnya yang tak karuan. Jungwon hanya terkikik lagi, tak merasa bersalah sedikit pun. "Maaf, Hyung. Jungwon cuma mau minum, kok," jawabnya dengan polos, sambil melangkah pelan melewati Jay yang masih mencoba mengembalikan nyawanya yang hampir hilang.

Saat Jay dan Jungwon naik ke atas bersama-sama, langkah mereka tiba-tiba terhenti di anak tangga terakhir. Keduanya membeku, saling bertukar pandang. Di sana, di ujung lorong, berdiri Ni-ki dengan tatapan menyelidik, seolah dia sudah lama menunggu kehadiran mereka. Napas Jay tertahan, sementara Jungwon mengambil inisiatif untuk bergerak lebih dulu, mencoba mencairkan suasana yang tiba-tiba kaku. "Ni-ki, kenapa keluar? Hyung habis dari dapur, haus. Ni-ki mau minum juga?" tawar Jungwon sambil menyodorkan gelas air dengan senyum polosnya.

Namun, Ni-ki tak bergeming. Tanpa menjawab tawaran Jungwon, dia justru berjalan mendekati Jay yang masih terpaku di tempat. Tatapannya lurus, penuh rasa ingin tahu yang tak terelakkan. "Jay Hyung baru pulang?" tanyanya pelan, namun nadanya terasa tajam. Jay yang tak siap dengan pertanyaan itu hanya bisa menelan ludah, otaknya berputar cepat mencari alasan yang masuk akal, sementara jantungnya berdetak kencang di bawah sorotan mata adik bungsunya itu.

"Kerjaan Hyung banyak Ki, jadinya harus lembur. Udah sana, tidur lagi," Jay menyuruh dengan suara rendah, sambil memberikan kode halus pada Jungwon yang langsung paham maksudnya. "Ayo, kita kembali tidur Ni-ki, besok kan mau jalan-jalan ke pantai," Jungwon menambahkan dengan nada lembut, mencoba membujuk adik kecil mereka yang masih menggosok matanya karena mengantuk.

Untungnya, rayuan itu berhasil. Ni-ki mengangguk pelan sebelum kembali ke kamarnya. Jay menarik napas panjang, merasakan kelegaan luar biasa menyelimuti dirinya. Hampir saja Ni-ki melihat bercak darah di baju putihnya.

 Hampir saja Ni-ki melihat bercak darah di baju putihnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


flashback

Heeseung dan Jay sedang berada di markas mereka, suasana dipenuhi ketegangan setelah Nicholas memberi kabar buruk bahwa ada seorang pengkhianat di tengah mereka. Pengkhianat itu bekerja untuk keluarga Kim, musuh yang sudah lama mereka awasi. Rasa marah meledak di dada Heeseung, tangannya mencengkeram pistol kuat-kuat, lalu menodongkannya ke kepala pria yang berlutut di hadapannya. "Dibayar berapa kau sampai tega menjadi pengkhianat seperti ini, hah!" teriak Heeseung dengan amarah yang nyaris tak terbendung. Tapi orang yang ditodong itu hanya tersenyum tipis, terkekeh seakan menikmati amukan Heeseung.

"Sudahlah, Hyung. Habisi saja dia sekarang!" Jay menyela dengan nada dingin, rasa muaknya sudah mencapai puncak. Kesabarannya benar-benar habis melihat orang yang dengan entengnya menghianati mereka. Namun, alih-alih takut, pengkhianat itu malah berani membuka mulut. "Tuan Jay," katanya dengan suara serak, "saya tahu Anda yang paling melindungi tuan Ni-ki, memastikan dia tak tersentuh. Tapi percayalah, ke depannya kalian harus bekerja lebih keras untuk melindunginya." Kata-katanya bagai racun yang menyusup dalam hati Jay, memicu amarah yang berkobar.

Mendengar adik kesayangannya diungkit, Jay tak bisa menahan diri lagi. Matanya menyala penuh kebencian, dan tanpa berpikir panjang, ia merampas pistol dari tangan Heeseung. Dalam sekejap, suara tembakan menggema di ruangan itu. Jay berdiri dengan napas memburu, menatap tubuh tak bernyawa si pengkhianat yang kini tergeletak di lantai dengan kepala berlubang. "Tak seorang pun bisa mengancam adik kecilku," gumam Jay, nadanya lebih tenang, tapi penuh ancaman.

"Kalian urus mayat orang ini, dan Nicholas, bawa beberapa orang untuk menggeledah rumahnya, ambil apapun yang bisa digunakan sebagai petunjuk," titah Heeseung, suaranya tegas membuat semua orang segera kocar-kacir menjalankan tugas masing-masing. Di sudut ruangan, Jay berusaha menghapus sisa percikan darah di baju putihnya, namun noda itu tampak begitu mencolok. "Bersihkan nanti saja, sekarang ayo pulang," ajak Heeseung, melirik jam di tangannya yang sudah meunjukkan jam tiga pagi.

end flashback


Baru saja Jay ingin merebahkan tubuhnya yang lelah ke tempat tidur, ponselnya berbunyi menandakan ada panggilan masuk. Rasa kesal sempat muncul di benaknya, ingin rasanya marah, tetapi begitu melihat nama Nicholas terpampang di layar, wajahnya berubah serius. Setelah panggilan itu berakhir, Jay keluar dari kamarnya dan langsung menuju kamar Ni-ki. Matanya langsung tertuju pada dua sosok yang sedang tidur, Ni-ki dan Jungwon. Tanpa rasa bersalah, Jay membangunkan Jungwon dan menyuruhnya pindah.

"Hyung, hari ini jatahnya aku tidur sama Ni-ki! Kok bisa jadi begini?" protes Jungwon setengah mengantuk saat dipaksa keluar dari kamar. Namun, karena terlalu lelah untuk berdebat, Jungwon memilih pergi dengan wajah kesal. Sementara itu, Jay hanya tertawa kecil, puas dengan keinginannya. Ia segera berbaring di samping Ni-ki dan tanpa ragu memeluk adik bungsunya itu erat, seolah tidak ingin melepaskannya.

"Ni-ki, jangan tinggalin Hyung, oke?" bisik Jay dengan suara pelan, tangannya lembut mengelus kepala Ni-ki. Kata-katanya terdengar penuh makna, meski Jay sendiri mungkin tak sepenuhnya paham apa yang dimaksud. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, seolah ia takut kehilangan sosok yang begitu berharga bagi dirinya.





to be continue
22 September 2024


double update
Thank you for your vote 🫶🫶

The Innocent Heir | ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang