BAB 15

361 60 15
                                    

Saat ini mereka tengah berkumpul di kamar Ni-ki, meski sudah pulang ke rumah, ia masih dilarang untuk beraktivitas yang berat-berat dulu. Si Desember, yang biasanya penuh energi dan tidak betah diam, hanya bisa mengerut kesal di tempat tidur, merasa ruang geraknya terbatasi oleh keadaan. Tatapan matanya sesekali melirik para Hyung nya yang sibuk bercanda, namun dia tak bisa menutupi rasa frustasinya yang semakin menggunung.



“Istirahat dan jangan banyak bergerak dulu, dan jangan membantah,” ucap Heeseung tegas saat melihat Ni-ki bersiap membuka mulut untuk protes. Nada suaranya penuh otoritas, membuat Ni-ki mengatupkan mulutnya kembali dengan kesal. "Tapi Ni-ki bosan di kamar terus, Hyung. Apa bedanya dengan rumah sakit kalau begitu?" Ni-ki mencoba merayu dengan mengerucutkan bibirnya seperti bebek, berharap aksi imutnya bisa meluluhkan Heeseung.



Namun, Heeseung hanya menatapnya dengan ekspresi datar, tidak terpengaruh sedikit pun oleh usaha Ni-ki. Dia tahu ini demi kebaikan adiknya sendiri, meski mungkin terasa menyebalkan bagi Ni-ki. "Kamu nggak harus suka, tapi ini untuk kesehatanmu," jawabnya cuek, lalu kembali sibuk dengan ponselnya, seolah tidak peduli dengan keluhan adik bungsunya yang semakin merajuk.



“Heeseung Hyung jelek! Jay Hyung…” Ni-ki beralih ke Jay, mencoba membujuk dengan taktik yang sama. Jay hanya diam, memandangi adik bungsunya yang berusaha keras merayu, meskipun sebenarnya ia tak tega menolaknya. Ni-ki benar-benar pandai menggunakan wajah imut dan keluhan kecilnya untuk membuat orang lain merasa iba. Jay menarik napas panjang, berusaha bertahan, tapi akhirnya menyerah dengan sebuah tawaran. “Cepat sembuh, nanti Hyung belikan mobil impian Ni-ki. Bagaimana?”



Semua orang di ruangan langsung menoleh ke arah Jay dengan ekspresi terkejut, sedangkan Ni-ki tiba-tiba tersenyum cerah, hampir melonjak dari tempat tidurnya. Sudah lama sekali ia menginginkan mobil sendiri, tapi selalu dilarang dengan berbagai alasan; entah itu karena dianggap masih terlalu kecil atau takut ia menabrakkan mobilnya nanti. Jika Jay benar-benar membelikannya mobil, otomatis ia bisa membawanya ke mana pun ia mau tanpa perlu mendengar larangan lagi.



“Oke, janji ya Hyung?” seru Ni-ki dengan heboh, matanya berbinar penuh semangat. Jay hanya mengangguk dengan santai, seolah itu bukan masalah besar. Sementara itu, yang lainnya menatap Jay dengan pandangan berang, jelas tidak setuju dengan ide memberikan Ni-ki mobil, apalagi mengingat betapa keras kepala dan cerobohnya adik mereka. Heeseung bahkan memijat pelipisnya, sudah bisa membayangkan kekacauan yang mungkin terjadi nanti.



Sementara itu, Ni-ki sudah sibuk mengejek Heeseung dengan senyum kemenangan di wajahnya, merasa berhasil menang telak dari Hyung tertuanya. "Lihat kan, Hyung? Jay Hyung lebih baik daripada kamu," cibirnya, sambil menjulurkan lidah dengan jahil. Heeseung hanya mendengus pelan, berusaha tetap tenang meski jelas-jelas kesal dengan tingkah adik bungsunya yang sekarang merasa di atas angin.

 Heeseung hanya mendengus pelan, berusaha tetap tenang meski jelas-jelas kesal dengan tingkah adik bungsunya yang sekarang merasa di atas angin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ni-ki sedang bersenang-senang, merasakan gelombang euforia yang menguasai dirinya, ketika tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dengan sangat keras. Suara dentuman itu membuat semua orang terkejut, bahkan Heeseung sampai mengelus dadanya pelan, berusaha menenangkan detak jantungnya yang tak beraturan. Wajahnya pucat seakan baru saja diserang ketakutan luar biasa. “Sayang! Ni-ki tidak apa-apa kan? Ada yang sakit? Siapa yang melakukan ini semua, hah?!” Suara panik ibunya langsung memenuhi ruangan saat dia bergegas memeriksa tubuh putranya, mencari tanda-tanda luka atau sakit.



Ni-ki sedikit meringis melihat kepanikan yang berlebihan, merasa agak bersalah. "Mom, Ni-ki sudah baikan kok sekarang. Cuma masih lemas sedikit," ucapnya, mencoba menenangkan wanita cantik itu. Namun, ibunya tampak belum bisa tenang. Wajahnya berubah tegang dan amarah mulai terpancar di matanya. "Ini semua salah kau!" teriaknya sambil menunjuk tepat ke wajah suaminya yang tampak khawatir.



Heeseung yang cepat paham segera mengambil alih situasi, "Sebaiknya kita semua keluar, biarkan Ni-ki istirahat agar cepat pulih," ucapnya dengan tenang namun tegas. Ia memberikan kode singkat pada Jay melalui tatapan mata, dan untungnya, Jay langsung mengerti. Tanpa banyak bicara, Jay menggiring kedua orang tua mereka keluar dari kamar sebelum keadaan menjadi lebih buruk. Sementara itu, Ni-ki yang tidak mengerti apa yang sedang terjadi hanya bisa terbengong, menatap kosong ke arah pintu yang perlahan tertutup, meninggalkannya seorang diri dalam kebingungan.

 Sementara itu, Ni-ki yang tidak mengerti apa yang sedang terjadi hanya bisa terbengong, menatap kosong ke arah pintu yang perlahan tertutup, meninggalkannya seorang diri dalam kebingungan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah keluar dari kamar Ni-ki, suami istri itu berjalan menuju kamar mereka sendiri sambil sedikit berdebat, suara mereka terdengar samar dari kejauhan. Jay, yang sudah jengah dengan situasi, mendengus kesal. "Mau sampai kapan mereka seperti itu?" tanyanya dengan nada frustrasi, meski tak ditujukan pada siapa pun secara spesifik. Sunghoon, yang sudah lama menyimpan kejengkelan, menimpali tanpa berpikir panjang, "Mereka seharusnya berpisah sejak lama." Ucapannya terdengar dingin, mencerminkan kebosanan dan kejengkelan yang ia rasakan selama ini terhadap hubungan orang tua mereka.



Heeseung yang lebih fokus pada masalah lain, segera mengalihkan perhatian. "Bagaimana dengan penyelidikan yang kemarin?" tanyanya kepada ketiga adiknya, Sunghoon, Sunoo, dan Jungwon. Namun, ketiganya hanya saling pandang, tak ada satu pun yang langsung menjawab. Mereka semua tampak ragu, bingung harus memulai dari mana, seolah-olah mereka sedang menyembunyikan sesuatu yang berat atau tidak ingin membuka percakapan yang akan membawa lebih banyak masalah.



"Ada kemungkinan semuanya dilakukan atas perintah wanita gila itu. Dia menjadikan anaknya sebagai alat balas dendam," setelah sekian lama diam, akhirnya Jungwon angkat bicara. Suaranya terdengar penuh keyakinan meskipun wajahnya tampak lelah dengan segala yang terjadi. Semua yang mendengarnya saling bertukar pandang, mulai merenungi kembali hubungan masa lalu yang penuh intrik dan kebencian. Jake yang penasaran langsung bertanya, "Siapa nama anak itu? Seumuran dengan Ni-ki?" Pertanyaannya tampak sederhana, namun menyiratkan rasa tidak tahu akan kejadian sebenarnya.



Sunoo yang mendengar pertanyaan Jake hanya bisa menggelengkan kepala, merasa heran dengan ketidaktahuannya. "Tentu saja mereka seumuran! Saat Ni-ki berusia tiga bulan, anak itu lahir, kan?!" ucap Sunoo dengan suara lantang, membuyarkan kebisuan di ruangan itu. Perkataan kerasnya membawa semua orang kembali pada konflik di masa lalu, saat permusuhan keluarga dimulai. Masa lalu yang sudah lama mereka coba lupakan, kini kembali menghantui, memperjelas bahwa apa yang terjadi sekarang hanyalah kelanjutan dari dendam yang belum terselesaikan.



"Hehe... maaf, lupa. Siapa tadi nama anak itu?" tanya Jake lagi, masih dengan kebingungan di wajahnya. Sunoo hanya menjawab singkat, "Taki, Kim Taki." Mendengar nama itu, Jake mengernyitkan keningnya, merasa ada yang janggal. "Taki? Bukankah..." belum sempat ia melanjutkan kalimatnya, tiba-tiba seruan keras dari ayah mereka terdengar memecah keheningan, "Ni-ki!" Semua terkejut, Heeseung yang duduk paling dekat dengan tangga langsung bangkit dan berlari dengan cepat, mengikuti arah suara yang penuh kepanikan itu.







to be continue
26 September 2024



terima kasih guys atas vote dan komen nya 🫶
kalau ada kritik saran boleh banget disampaikan 👍

The Innocent Heir | ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang