BAB 5

551 71 2
                                    

Ni-ki yang sempat terlelap sambil mendengarkan musik mulai terbangun dengan rasa nyeri di telinganya. Volume musik yang sangat keras membuatnya merasa seolah gendang telinganya bisa pecah kapan saja. Dia menatap Jungwon yang duduk di sebelahnya dengan penuh rasa ingin tahu. "Apa dia ingin aku tuli seketika?" pikirnya. Saat baru saja ingin melepaskan earphone, Jungwon tiba-tiba melarangnya lagi dengan isyarat tangan yang tegas. Ni-ki hanya bisa mengerutkan kening, bingung mengapa Jungwon bersikap begitu keras.

"Telinga Ni-ki sakit, Hyung. Kenapa sih?" rengek si bungsu dengan suara lelah, berharap mendapatkan penjelasan. Namun, Jungwon hanya diam, menatap Ni-ki tanpa kata-kata. Ekspresi wajahnya tampak bingung, seolah ia sendiri tidak tahu harus menjawab apa.

Baru saja Ni-ki hendak melayangkan protes lagi, tiba-tiba semua yang ada di dalam mobil tersentak. Mobil mereka seolah ditabrak keras dari belakang, menyebabkan keheningan berubah menjadi kepanikan. Untung saja Jungwon dengan cepat merespons, memeluk tubuh Ni-ki erat-erat agar bocah itu tidak terbentur terlalu keras. Ni-ki yang semula hanya mengeluh tentang telinganya kini malah terdiam, terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Suasana di dalam mobil seketika menjadi tegang.

Heeseung, yang duduk di kursi depan, mulai mengamuk. Matanya liar mencari jalan pintas untuk melarikan diri dari situasi kacau ini. Amarahnya tidak terbendung, terutama karena anak buah Jay yang bertanggung jawab untuk pengamanan belum juga muncul. Seharusnya mereka sudah sampai untuk mengamankan mereka, tapi kenyataannya Heeseung masih terjebak dalam ketidakpastian ini. "Sialan! Ingatkan aku untuk menghukum anak buahmu, Jay! Kalau perlu kau juga ikut dihukum!" teriak Heeseung, nadanya dipenuhi kemarahan.

Jay hanya bisa menghela napas berat, menahan diri agar tidak menambah ketegangan. Dia tahu, situasinya tidak baik dan Heeseung berhak marah. Di sudut lain, Sunghoon diam-diam berdoa dalam hati, berharap dia tidak menjadi sasaran berikutnya dari amukan si sulung. Sementara itu, Jungwon tetap menjaga Ni-ki dengan cemas, memastikan adiknya baik-baik saja meskipun di dalam hatinya, ia juga mulai merasa gentar dengan situasi yang semakin rumit ini.

Untung saja, tak lama setelah insiden itu, Sunoo datang dengan beberapa mobil pengawalan. Deretan kendaraan itu langsung mengambil posisi, melindungi mobil Heeseung dari ancaman musuh. Dalam waktu singkat, mereka berhasil lolos dari pengejaran yang hampir membuat situasi semakin buruk. Sunoo yang memimpin rombongan itu tampak tenang dan sigap, memastikan tidak ada celah bagi musuh untuk mendekat lagi.

"Syukurlah Sunoo datang tepat waktu," ucap Sunghoon dengan nada lega, akhirnya bisa bernapas sedikit lebih tenang. Ketegangan yang sempat melanda mereka mulai mereda, meski Heeseung masih menatap tajam ke depan, seolah masih menahan rasa kesal. Jay mengangguk pelan ke arah Sunoo, berterima kasih secara diam-diam, sementara Ni-ki hanya duduk diam, masih memproses apa yang baru saja terjadi.

"Kalian kenapa?" akhirnya Ni-ki memberanikan diri untuk bertanya, tapi tak satu pun dari mereka yang menjawab. Ruangan itu dipenuhi keheningan yang aneh, membuat Ni-ki semakin penasaran. "Tadi siapa yang menabrak mobil kita, Hyung?" tanyanya lagi, kali ini dengan nada lebih serius. Sunoo, yang duduk di dekatnya, tersenyum kecil dan mendekati Ni-ki. "Tidak ada apa-apa, Ki. Tadi cuma pengendara yang ceroboh," jawab Sunoo dengan nada santai, namun Ni-ki tetap sedikit curiga. "Lalu kenapa Sunoo Hyung datang dengan banyak orang? Siapa mereka?" tanyanya lagi, merasa ada yang aneh.

Sunoo meringis sedikit, bingung bagaimana menjelaskan situasinya tanpa menimbulkan lebih banyak pertanyaan. Sebelum Sunoo sempat merangkai jawaban, Sunghoon yang duduk tak jauh langsung mengambil alih. "Ni-ki, ingat kan Sunoo Hyung ingin jadi aktor? Nah, tadi itu simulasi. Seolah-olah Sunoo Hyung sedang menyelamatkan kita dari kejaran musuh. Keren, kan?" kata Sunghoon, matanya berkilat penuh antusiasme saat ia menjelaskan dengan penuh semangat. Ni-ki terdiam sejenak, lalu wajahnya berseri-seri. "Wah... Sunoo Hyung keren banget!" serunya sambil bertepuk tangan dengan penuh semangat. "Sunoo Hyung pasti akan jadi aktor yang hebat!" lanjut Ni-ki, tak ragu memeluk Sunoo dengan penuh kegembiraan.

Sunoo hanya bisa tersenyum lemah saat Ni-ki memeluknya erat. Di dalam hatinya, ia menghela napas panjang. "Semua orang di sini adalah aktor, Ni-ki, maafkan kami," gumam Sunoo dalam hati, merasa sedikit bersalah. Lagipula, terkadang sedikit kebohongan demi kebaikan memang tak bisa dihindari.

Semua merasa lega melihat Ni-ki kembali riang gembira. Tawa dan sorakannya seolah mengusir segala ketegangan yang sempat melanda mereka. Bagi mereka, kebahagiaan Ni-ki adalah sesuatu yang berharga, sesuatu yang layak diperjuangkan. Meskipun mereka tahu, cerita yang mereka ciptakan hanyalah kebohongan, melihat senyuman di wajah adik bungsu mereka membuat segalanya terasa sepadan.

Tak masalah, pikir mereka, jika kebohongan-kebohongan kecil lainnya harus diciptakan lagi di masa depan. Itu adalah konsekuensi yang harus mereka jalani demi menjaga Ni-ki tetap bahagia. Selama tawa itu masih bisa terdengar, mereka siap menjalani segala risiko. Bagaimanapun, dunia kecil Ni-ki terlalu polos untuk dihadapkan pada realitas yang sebenarnya.



____________________________________________________________

Di tempat lain, sepasang suami-isteri bersama beberapa bodyguard baru saja tiba di Bandara Seoul setelah hampir sebulan melakukan perjalanan bisnis di Swiss. Mereka sudah sangat merindukan anak-anak mereka, terutama si bungsu yang selalu menjadi pusat perhatian mereka. Namun, kebahagiaan mereka untuk segera pulang dan bertemu keluarga harus tertunda sejenak setelah kepala keluarga mendengar kabar mengejutkan bahwa anak-anak mereka menghadapi serangan dari musuh.

Kabar tersebut membuat kepala keluarga itu marah besar, terutama setelah mengetahui bahwa Ni-ki, anak bungsunya, turut terkena dampak dari insiden tersebut. Rasa marahnya tidak hanya ditujukan kepada musuh yang menyebabkan kekacauan, tetapi juga kepada mereka yang dianggap tidak becus dalam menjaga keselamatan keluarga. Kecemasan dan kemarahan itu seolah membakar semangatnya untuk mengambil tindakan.

Segera setelah tiba di rumah, kepala keluarga tersebut memutuskan untuk membuat perhitungan. Selain merencanakan strategi untuk menghadapi musuh, ia juga bertekad untuk menghukum mereka yang dianggap gagal menjalankan tugas dengan baik. Tidak ada toleransi untuk kekacauan yang membahayakan keluarganya, dan ia siap melakukan apa pun untuk memastikan hal tersebut tidak terjadi lagi di masa depan.

Sang kepala keluarga telah mengumpulkan semua anak-anaknya, kecuali Ni-ki, yang sudah tertidur lelap di kamar karena sudah larut malam. Di hadapan mereka, sang kepala keluarga mengumumkan bahwa semua anak buah Jay akan mendapatkan hukuman berat sebagai konsekuensi dari kelalaian mereka, termasuk Jay sendiri yang tidak luput dari amarah. Sebaliknya, anak buah Sunoo mendapatkan hadiah sebagai pengakuan atas kemampuannya dalam menjalankan tugas dengan baik.

Inilah karakter keluarga Lee—dikenal sangat baik hati namun juga kejam ketika diperlukan. Mereka memiliki standar yang tinggi dan tidak ragu memberikan penghargaan atau hukuman sesuai dengan kinerja dan tanggung jawab masing-masing. Dalam dunia mereka, tidak ada tempat untuk kelemahan, dan setiap tindakan mereka mencerminkan sikap tegas yang siap menghadapi segala tantangan.





to be continue
17 September 2024

The Innocent Heir | ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang