Sejarah keluarga Lee

333 53 8
                                    

Di ruang keluarga yang hangat, keenam bersaudara duduk bersama orang tua mereka, bercengkrama dengan tawa dan canda. Heeseung, sang sulung, terlihat paling antusias saat melihat perut besar sang ibu. "Mommy, kapan adek lahir?" tanyanya penuh rasa ingin tahu. Sang ibu tersenyum lembut sambil mengusap rambut Heeseung. "Sekitar sebulan lagi, sayang. Kamu senang ya, mau punya adik lagi?" tanya sang ibu. Heeseung mengangguk penuh semangat, senyumnya lebar menghiasi wajah kecilnya.



Sambil mengelus perut ibunya, Heeseung berkata, "Nanti Heeseung bakalan jaga adek kalau sudah lahir, Hee janji." Mata polosnya menatap sang ibu dengan keyakinan. Ia kemudian mengulurkan kelingking kecilnya, mengajak sang ibu untuk pinky promise. Sang ibu tersenyum haru, menerima kelingking putra sulungnya dan mengikat janji kecil mereka, sembari membayangkan masa depan dengan bayi baru yang akan segera hadir.



Kesenangan keluarga Lee seketika sirna ketika seorang wanita asing tiba-tiba muncul di depan pintu, menuntut pertanggungjawaban dari kepala keluarga. Wajahnya merah padam, penuh amarah yang membara. "Kalian tidak tahu, kan? Orang yang kalian banggakan itu sudah menikah lagi!" teriaknya lantang, membuat suasana yang sebelumnya hangat berubah tegang. Tak ada yang sempat mencegah wanita itu saat ia mulai mengamuk, menghancurkan ketenangan rumah tangga yang sebelumnya damai. "Apa maksud anda mengatakan itu? Suamiku tak mungkin berkhianat!" balas sang nyonya rumah dengan suara bergetar, namun penuh keberanian. Sementara itu, keenam anak mereka memandang dengan mata terbelalak, bingung dan tak percaya.



Wanita yang tak diketahui namanya itu tertawa terbahak-bahak, seakan menikmati kehancuran yang telah ia sebabkan. Dengan tangan gemetar, ia mengeluarkan banyak bukti, foto-foto dan dokumen yang membuat semua orang terkejut. "Lihat ini! Bahkan aku sedang hamil anaknya!" katanya dengan suara penuh kebencian. "Namun beberapa hari yang lalu, dia memutuskan untuk menceraikanku. Sialan! Aku tidak butuh semua harta yang ia berikan, aku mencintainya! Tapi dia malah mengkhianati aku juga!" Suaranya semakin histeris, sementara keluarga Lee hanya bisa terpaku, tak tahu harus berkata apa.



"Nicholas, seret wanita gila ini keluar dari sini! Dan pastikan dia tak menginjakkan kakinya lagi kemari!" perintah nyonya rumah dengan suara penuh amarah dan ketegasan. Nicholas, yang merupakan kepala keamanan keluarga Lee, segera bergerak cepat. Bersama beberapa bodyguard kekar, ia meraih lengan wanita yang masih meronta-ronta dan berteriak histeris. Tanpa memberi kesempatan untuk perlawanan lebih lanjut, mereka menyeretnya keluar dari rumah megah itu, membiarkan suara teriakan dan makiannya semakin menjauh.



Di dalam rumah, suasana masih tegang. Bukti-bukti yang dibawa oleh wanita itu sengaja dibiarkan tergeletak di meja ruang keluarga, akan ditunjukkan nanti kepada sang kepala keluarga. Sang nyonya rumah mengusap perutnya yang membesar dengan tangan gemetar, mencoba menenangkan dirinya. Di dalam benaknya, badai kemarahan dan kecurigaan mulai berkecamuk, menanti suaminya pulang untuk menghadapi kenyataan pahit yang baru saja terungkap.



Pertengkaran hebat pun meledak di antara suami istri itu. Suasana ruang keluarga yang sebelumnya sunyi berubah menjadi penuh dengan suara teriakan dan air mata. Setiap kata yang keluar dari mulut sang istri seperti pisau tajam yang menguliti hati suaminya. Semua rahasia yang selama ini tertutupi rapat akhirnya terkuak. Tak ada lagi yang bisa disembunyikan. Sang istri berdiri dengan wajah penuh kesedihan dan kekecewaan yang mendalam. "Setelah anak ini lahir, tolong ceraikan aku," katanya dengan suara tegas, namun lirih. Keputusan itu seperti palu yang menghantam keras, membuat semua terasa semakin berat.



Mendengar keputusan final itu, sang suami tak bisa menerima. "Tidak! Tak akan ada namanya perceraian!" teriaknya penuh putus asa. Dengan wajah penuh air mata, ia jatuh bersujud di kaki istrinya, menangis sambil memohon. "Tolong maafkan aku, aku berjanji ini adalah yang terakhir," isaknya, suaranya pecah oleh penyesalan yang tulus. Namun, tatapan dingin sang istri tak menunjukkan belas kasihan. Ia hanya memandang suaminya dengan hati yang sudah terluka terlalu dalam, tak lagi bisa mempercayai janji-janjinya.



Sang istri mengalihkan pandangannya ke anak-anak mereka yang sudah menangis keras, wajah-wajah kecil itu dipenuhi kebingungan dan kesedihan. Hatinya yang tadinya tegas tiba-tiba dilanda perasaan tak karuan. Ia menelan kepahitan dalam diam, menyadari betapa hancurnya keluarga ini jika semuanya berakhir. Setelah menarik napas panjang, ia berkata dengan suara berat, "Baiklah, hanya satu kesempatan saja. Ini demi anak-anak, tidak lebih." Meski suaminya tampak lega, ada ketegangan yang masih menggantung di udara, seolah semua berjalan di atas garis tipis yang mudah runtuh kapan saja.



Setelah pertengkaran hebat itu, suasana rumah perlahan mulai tampak tenang dan kembali seperti semula. Kehidupan sehari-hari kembali berjalan, namun di balik keheningan itu, masih ada ketegangan yang tersisa. Meskipun tidak lagi ada teriakan atau tangisan, setiap percakapan terasa hati-hati, seolah semua orang berjalan di atas kulit telur. Tatapan dingin sesekali bertemu di antara suami istri itu, sementara anak-anak mencoba melanjutkan rutinitas mereka dengan senyuman yang terasa dipaksakan. Meski damai, semua tahu bahwa luka yang ditinggalkan belum sepenuhnya sembuh.

 Meski damai, semua tahu bahwa luka yang ditinggalkan belum sepenuhnya sembuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sebulan kemudian, lahirlah anak bungsu keluarga Lee, Lee Ni-ki. Bayi itu tampak manis dengan pipi kemerahan dan mata kecil yang penuh kepolosan, namun tubuhnya yang mungil terlihat rapuh, membuat semua orang merasa perlu menyayanginya dan menjaganya dengan sepenuh hati. Kegembiraan menyelimuti keluarga saat mereka berkumpul di sekitar Ni-ki, merasakan kehadiran baru yang membawa harapan. Namun, kebahagiaan itu tak sepenuhnya bebas dari ancaman. Sempat terjadi beberapa teror yang mengintai sejak kelahiran Ni-ki, membuat semua orang di rumah menjadi semakin waspada dan cemas akan keselamatannya.



Setelah semua ketegangan yang terjadi, nyonya Lee mengambil keputusan besar. Ia memutuskan untuk menjauhkan Ni-ki dari segala sesuatu yang bisa membahayakan anak bungsunya, baik sekarang maupun di masa depan. Dengan penuh keyakinan, ia berkata bahwa tidak ada satu pun ancaman yang akan mencapai Ni-ki. Seluruh keluarga, terutama sang ayah dan kakak-kakaknya, berjanji akan melindungi si kecil dengan segala cara, menjaga agar Ni-ki tetap aman dan terlindungi sampai kapanpun. Mereka tahu, tanggung jawab ini lebih dari sekadar tugas—itu adalah ikatan cinta.





to be continue
25 September 2024


terima kasih atas vote dan komentarnya 🫶🫶

The Innocent Heir | ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang