BAB 22

258 56 6
                                    

Ni-ki dapat merasakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres meskipun Jake berusaha bersikap tenang di hadapannya. Senyum tipis yang terbit di wajah kakaknya tidak berhasil menghilangkan rasa khawatir yang menggerogoti dirinya. Pengamanan di sekitar rumah sangat ketat, bahkan Ni-ki membayangkan, jika mungkin, Jake sudah menempatkan penjaga di lubang tikus sekalipun. Suasana malam yang tenang menjadi kontras dengan ketegangan yang mengisi ruangan. Sekarang sudah jam delapan malam, dan biasanya Ni-ki sudah bersiap untuk rutinitasnya yang sederhana: minum susu sebelum tidur. Namun, dalam kondisi seperti ini, semua terasa berbeda.



"Hyung, Ni-ki mau ke dapur ya sebentar. Mau minum susu," ucap Ni-ki dengan suara lembut, berharap bisa mendapatkan izin untuk melakukan hal yang biasa. Namun, Jake dengan tegas menggelengkan kepalanya, tanda tak setuju. "Ni-ki, kembali ke kamar saja sekarang, istirahat. Biar Hyung yang bikinkan susunya dan bawa ke kamar," jawabnya, nada suaranya penuh kekhawatiran yang tersembunyi. Ni-ki merasakan ketidakberdayaan dalam jawaban itu; jelas ada yang sedang disembunyikan dari dirinya. Meskipun ia ingin percaya pada kakaknya, nalurinya mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang lebih besar akan segera terjadi.


Mendengar penolakan itu, Ni-ki merasa hatinya tertekan, seperti ada sesuatu yang mengikatnya di tempatnya. Ia tahu bahwa Jake hanya ingin melindunginya, tetapi rasa ingin tahunya semakin membara. "Tapi, Hyung..." Ni-ki berusaha memprotes, suaranya hampir tidak terdengar. Namun, tatapan tegas Jake membuatnya terdiam. Ia bisa melihat kecemasan di mata kakaknya, dan itu membuatnya merasa semakin tidak nyaman. Dalam benaknya, berbagai pertanyaan berputar: Apa yang terjadi di luar sana? Mengapa ada begitu banyak penjaga? Mengapa Jake begitu panik?



Setelah beberapa saat terdiam, Ni-ki akhirnya mengangguk, meskipun tidak sepenuhnya puas. "Baiklah, Hyung. Ni-ki akan kembali ke kamar," ujarnya pelan, hatinya dipenuhi dengan rasa khawatir yang tidak bisa diungkapkan. Ia berjalan mundur, berpura-pura patuh, tetapi saat sampai di pintu, ia melirik ke arah Jake yang tampak masih berjaga, seperti harimau yang melindungi anaknya.


____________________________________________________________


Jake melangkah ke dapur, menyiapkan susu hangat untuk Ni-ki dengan rasa syukur yang mengisi hatinya, terutama karena adiknya mau mengerti dan tidak banyak bertanya meskipun rasa penasaran itu jelas terlihat di wajahnya. Ia tahu betapa sulitnya berbohong pada Ni-ki, terutama ketika adiknya mulai menggunakan jurus andalannya—tatapan tajam yang mampu menembus semua kebohongan. Jake tersenyum kecil, menyadari bahwa beban ini harus dipikulnya, tetapi ia bertekad untuk tidak membiarkan Ni-ki terjebak dalam masalah yang lebih besar. Baginya, melindungi adiknya adalah prioritas utama, dan sekarang, ia berharap Heeseung dan yang lainnya segera datang untuk membantu menyelesaikan kekacauan ini. Biarlah urusan ini menjadi tanggung jawab mereka, sementara ia akan berfokus pada menjaga Ni-ki tetap aman dan tenang.


Setelah susu selesai dibuat, Jake menuangkannya ke dalam cangkir dan memutuskan untuk menambahkan sedikit cokelat untuk memberi rasa manis yang Ni-ki sukai. Dengan hati-hati, ia membawa cangkir itu kembali ke kamar, berusaha menata wajahnya agar tetap terlihat tenang meskipun kegelisahan di dalamnya terus berkecamuk. Saat ia memasuki kamar, Ni-ki yang sudah bersantai di tempat tidur langsung menatapnya dengan mata berbinar. "Hyung, susunya!" serunya, dan Jake merasa hatinya sedikit lebih ringan melihat semangat adiknya.



Jake menyerahkan cangkir susu dengan senyuman. "Ini untukmu, Ni-ki. Jangan terlalu banyak berpikir tentang hal-hal yang mengganggumu, oke?" ujarnya lembut, berusaha mengalihkan perhatian Ni-ki dari situasi yang menegangkan di luar sana. Ni-ki menerima cangkir itu dengan tangan bergetar, lalu menyudutkan bibirnya, mengangguk penuh pengertian meski jelas ada rasa ingin tahunya yang belum terjawab. Dalam hatinya, Jake berdoa agar mereka bisa segera melewati malam ini tanpa masalah lebih lanjut.


Setelah Ni-ki menghabiskan susu hangatnya, Jake dengan lembut menyelimuti adiknya yang bersiap untuk tidur, memastikan bahwa selimut menutupi tubuh kecil itu dengan nyaman. Ia melihat Ni-ki menguap, matanya mulai terpejam, tetapi sebelum tidur, Ni-ki menatap Jake dengan senyum yang menghangatkan hatinya. "Hyung, terima kasih," ujarnya pelan, dan itu membuat Jake merasa seolah semua usaha dan ketegangan yang ia rasakan terbayar. Dengan lembut, Jake membelai rambut Ni-ki, mencoba menghilangkan rasa khawatir yang menggelayuti pikirannya. "Tidurlah, Ni-ki. Hyung ada di sini, dan semuanya akan baik-baik saja," katanya dengan suara menenangkan, bertekad untuk melindungi adiknya dari segala ancaman.


Setelah memastikan Ni-ki sudah terlelap di alam mimpinya, Jake perlahan keluar dari kamar dengan hati-hati agar tidak membangunkan adiknya. Saat melangkah ke luar, rasa cemasnya kembali menyeruak; ia tahu bahwa malam ini bisa menjadi penuh tantangan.


____________________________________________________________


Ni-ki terbangun dengan rasa haus yang mendera tenggorokannya, dan tangannya meraba-raba meja di sampingnya untuk mencari air minum. Dalam kondisi setengah terjaga, ia merasa sedikit bingung dan frustrasi karena tidak menemukan gelas yang biasanya selalu ada di situ. Namun, tiba-tiba gelas berisi air minum muncul di hadapannya, dan dengan cepat ia mengira itu adalah Jake yang selalu sigap membantunya. Namun, saat ia mengangkat pandangannya, ia terkejut melihat sosok yang sangat dikenalnya berdiri di sana. "Taki?" ucapnya dengan nada campur aduk antara kebingungan dan rasa takut, menyadari bahwa orang yang ada di hadapannya bukanlah kakaknya.



Taki tersenyum tipis, tetapi ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya yang membuat Ni-ki merasa tidak nyaman. "Jangan khawatir, Ni-ki. Aku hanya ingin memastikan kamu tidak dehidrasi," katanya, suaranya tenang namun memiliki nuansa yang tidak bisa Ni-ki abaikan. Meski niatnya tampak baik, kehadiran Taki di ruang pribadinya menambah rasa cemas di dalam hati Ni-ki. Ia teringat akan situasi tegang yang terjadi sebelumnya, dan kini pertanyaannya muncul: kenapa Taki bisa ada disini? Dalam sekejap, niat baik Taki terasa seperti ancaman.


Dengan detak jantung yang semakin cepat, Ni-ki berusaha meneguk air yang diberikan Taki, tetapi rasa cemasnya tidak kunjung reda. "Di mana Jake Hyung? Kenapa dia tidak ada di sini?" tanya Ni-ki, berusaha menahan nada suaranya agar tidak terdengar ketakutan. Taki tetap berdiri di sana, memperhatikannya dengan tatapan tajam, seolah-olah mencari tahu seberapa banyak yang sudah Ni-ki ketahui. "Kakakmu sedang sibuk, Ni-ki. Dia hanya ingin kamu merasa nyaman dan aman di sini," jawab Taki, dengan nada yang terdengar meyakinkan, tetapi tetap saja, ada kejanggalan di dalam kata-katanya.


Ni-ki menggelengkan kepala, merasakan naluri pelindungnya bergetar. "Tapi, aku ingin pergi ke kamar Hyung. Aku merasa lebih aman di sana," ujarnya, mencoba menunjukkan ketidaknyamanannya dengan kehadiran Taki. Taki hanya tersenyum lebih lebar, tapi senyum itu tidak menghilangkan rasa khawatir yang mengendap di hati Ni-ki.


Satu hal yang membuat Ni-ki semakin heran adalah bagaimana Taki bisa bebas masuk ke kamarnya tanpa hambatan, sementara para penjaga yang seharusnya menjaga keamanan sekelilingnya tampak tidak ada di tempat. Pertanyaan itu terus berputar dalam pikirannya, menambah rasa cemas yang semakin dalam. "Kemana para penjaga?" batinnya, merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Ni-ki merasa seperti berada di dalam sebuah permainan berbahaya, di mana ia adalah pion yang tidak tahu apa yang sedang terjadi di luar.







to be continue
3 Oktober 2024





thanks atas votenya 🫶
don't be a silent reader, please



The Innocent Heir | ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang