36.

450 82 21
                                    

Sudah hampir 2 hari, Junho masih berada di kediaman Sana. Anak yang semula ceria menjadi sangat pendiam. Pipi tembamnya juga sedikit menghilang. 

Jujur saja, dirinya sedikit kelaparan. Makanan yang Mamanya berikan hanya dimakan sedikit. Bukannya tidak enak, namun dirinya merasa takut jika makanannya diberi sesuatu. Kegemarannya menonton kartun Detektif Conan, membuatnya lebih waspada.

“Masakan Mama gak enak, ya?” Sana melihat piring anaknya masih terisi penuh.

“Gak biasa makan banyak.”

“Dikit lagi, ya,” Sana masih memaksa Junho untuk menghabiskan sarapannya.

“Udah kenyang,” jawabnya singkat.

Dengan berat hati Sana mengambil piringnya dan membersihkan sarapan mereka. Junho tanpa basa-basi langsung kembali ke kamarnya. Membaca buku pelajarannya untuk mengisi waktu.

Dirinya rindu rumah, rindu Ayahnya, rindu Bundanya, rindu adik-adik gembulnya, sekaligus rindu dengan teman-teman sekolahnya. Memikirkan itu semua hanya membuat Junho menitikkan air matanya kembali. Dia tidak tahu kapan dia akan bertemu dengan mereka lagi.

Apakah bisa? Atau malah lusa kemarin menjadi pertemuan terakhir mereka?

“Junho, ayo nonton tv di depan sama Mama,” Sana tidak pernah menyerah untuk berdekatan dengan anaknya.

“Baru belajar.”

“Junho, Mama cuma mau dekat sama kamu, sayang.”

Hanya diam yang diberikan Junho. Sana terus mencoba berbicara padanya walaupun hanya diam sebagai jawabannya.

“Mama maunya apa! Mama udah culik Junho!” amarah Junho sudah berada dipuncak.

“Mama kangen kamu. Mama pengen deket sama Junho.”

“Tapi Mama culik Junho!”

“Mama gak culik anak Mama sendiri,” Sana terus membela dirinya.

“Mama jahat! Mama dulu gak suka sama Junho! Mama dulu suka pukul-pukul Junho! Mama jahat!” Junho teriak tepat di depan wajah Sana.

PLAK!

“M-m-ma…”

Sana menatap tajam anaknya yang sedang memegang pipinya. Hatinya sakit ketika Junho berteriak di depannya. Sangat menyakitkan.

“Anak nakal!” 

Junho mundur beberapa langkah mendengar orang di depannya ini berteriak. Bahkan Ayah dan Bundanya tidak pernah berteriak seperti itu. Nyalinya kembali menciut.

“Didikan Taehyung memang tidak bisa diandalkan! Ditambah perempuan sok cantik itu!”

“Jangan jelekin Ayah sama Bunda Junho!”

Nyalinya kembali muncul ketika kedua orangtuanya disebut. Dia tidak pernah akan berlaku baik ketika ada orang yang berkata jelek tentang keluarganya.

Pukulan kembali diterimanya. Memori waktu kecil mulai kembali lagi. Badan ringkihnya harus menerima pukulan dari orang yang menyebutnya Mama kandung.

“Jahat! Jahat! Jahat!” Junho terus meneriakinya ketika Sana meninggalkan kamarnya. “Hiks… Ayah… Jemput Junho… Hiks…”

.
.
🌼🌼🌼
.
.

“Jis, Taehyung gimana?” ucapan Namjoon ketika masuk ke dalam rumah adiknya.

“Masih tidur, Mas. Tapi sudah diperiksa dokter lagi tadi.”

“Katanya apa?”

“Banyak pikiran sama stres. Jadi, aku belum bisa nanya lagi masalah Junho,” kepalanya tertunduk lesu jika mengingat anak sulungnya belum pulang dari kemarin.

ENCHANTÉ [Nice To Meet You]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang