Ada yang bilang, masa-masa paling bahagia adalah masa anak-anak.
Anak anak bebas bermain, lepas, berada di lingkup yang penuh kasih sayang, tawa dan kebahagiaan, tanpa harus pusing memikirkan rumitnya kehidupan.
Namun berbeda dengan seorang anak berusia sepuluh tahun yang kini baru saja beranjak dari meja belajarnya, padahal hari ini adalah hari weekend dimana anak anak sepantaran bocah itu seharusnya menikmati waktu weekend, bermain, menghabiskan waktu refreshing diri bersama teman atau keluarga.
Diusia yang masih belia Angkasa ditekan fokus untuk terus belajar belajar dan belajar, ia bahkan tidak diberikan jeda sejenak hanya untuk healing mengosongkan beban di pundaknya barang sehari saja.
Pundak kecilnya dipaksa menumpu beban harapan yang papanya tuangkan secara paksa.
Angkasa ditekan untuk menjadi sempurna dan patuh. Ia tidak dibiarkan memiliki peluang untuk mengutarakan keinginannya.
Hukuman-hukuman akan datang setiap Angkasa berbuat kesalahan. Dan hukuman itu tidak main main papanya berikan.
Angkasa baru saja keluar dari kamar mandi di dalam kamar, secara tiba-tiba sepupunya, Galaksi sudah berada disana, mengacak kacaukan kamar Angkasa.
Sekeras apapun titah Papanya untuk menahan diri, tetap saja, Angkasa masih anak-anak, ia tak bisa sebaik orang dewasa yang benar benar matang dengan pikirannya, Angkasa tetaplah bocah berusia sepuluh tahun.
Angkasa marah, dongkol, ia sangat kesal, apalagi saat Galaksi mengambil sebuah benda kesayangannya yang berharga, bola salju yang Antariksa berikan. Angkasa sangat menjaga benda itu, tetapi Galaksi malah menyentuh serta memegang sembarangan.
"Siniin bola saljunya!" Angkasa mencoba merebut benda itu dari Galaksi, tetapi Galaksi malah menghindar, mengacak ngacak kamar Angkasa.
"Gak mau wleeee"
"Gala! Itu punya aku siniin!" Angkasa menahan tangan Galaksi.
"Pinjem aja pelit! "
"Kembaliin!" Angkasa berusaha menarik bola salju miliknya.
"Enggak! Aku mau pinjem!! "
"Siniin ini punya aku!! "
Dua bocah laki-laki itu saling tarik menarik. Hingga Galaksi sengaja membanting bola kaca berisi salju saljuan yang direbutnya ke lantai, membuat benda tersebut pecah.
Angkasa terlanjur marah, ia kelepasan hingga secara tidak sengaja mendorong Galaksi sampai kepala Galaksi terantuk ujung meja nakas, membuat kepala Galaksi mengeluarkan darah.
Kegaduhan itu terdengar sampai ke lantai bawah, apalagi suara tangis Galaksi. Semua orang dewasa termasuk papanya juga orangtua Galaksi dan juga neneknya yang kebetulan sedang berkumpul dirumah, langsung bergerak meninjau kegaduhan di kamar Angkasa.
Saat itu juga semuanya panik, Galaksi dilarikan ke rumah sakit. Sedangkan Angkasa mendapat hukuman fisik dari Papanya, semalaman kaki Angkasa dijerat rantai di suatu ruangan membuat ia tak bisa kemana mana, bahkan papanya tidak memberikan makan, Angkasa dilarang makan.
Sampai besok hari ia berangkat sekolah dengan keadaan lesu, ia tidak di izinkan sarapan, papanya masih melarang Angkasa makan, anak itu pun tidak diberi uang jajan.
Sampai pulang sekolah, Angkasa harus berjalan lumayan jauh, ia sangat kelaparan dari pagi Angkasa hanya meminum air yang ia bawa, itupun kini sudah habis. Angkasa merasa tak tahan dengan hukuman yang diberikan, sampai di taman komplek perumahannya, Angkasa terduduk di bawah pohon sembari memeluk lututnya kemudian anak laki-laki itu menangis, perutnya sangat sakit, Angkasa sungguh lapar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGKASA Untuk RAYA
Teen FictionSi bungsu dari keluarga kaya raya, di jaga seperti berlian yang berkilau, sangat berharga. Hidup Raya sangat sempurna. Tanpa celah. Di anugerahi paras ayu bak sang dewi, penuh bakat, pintar, berprestasi, dan hidup di tengah keluarga cemara yang begi...