4

128 17 0
                                    


"NAKULA! Bentar bentar!!" Gaviella menahan Nakula yang sedang berjalan di koridor.

"Apa sih?" Ucap Nakula dengan malas.

"Lo liat Raya nggak?" Tanya Gaviella sembari berdiri tepat di hadapan Nakula.

"Nggak."

"Ih yang bener!"

Nakula menghela napas. "Ya bener. Gue nggak liat."

"Minggir. Gue lagi nyari Angkasa." Ujar Nakula

"Bentar! Angkasa?"

"Kenapa? Gue mau ngasih dia obat luka, tapi nggak ada di kelas anak nya." Ujar Nakula.

"Kok bisa kebetulan barengan gak ada sih? Jangan jangan Angkasa ngapa ngapain Raya?!" Gaviella membulatkan matanya.

Nakula berdecak. "Gak usah nuduh yang nggak nggak."

"Bisa jadi! Angkasa punya dendam sama Raya!"

"Eh. Jangan sembarangan nuduh temen gue."

Gaviella melebarkan pupil matanya. "Sejak kapan Angkasa jadi temen lo?"

"Sejak lahir." Jawab Nakula dengan penekanan kemudian ia menggeser Gaviella dari jalan nya begitu saja.

"Eh! Nakula!! Gue ikut cari! Awas aja kalo Raya di apa apain!" Gaviella mengejar Nakula.

"Apasih?! Mana tau gue Raya dimana!" Dua orang itu terus ber-cekcok sepanjang koridor.

~○○○○○~


Angkasa dan Raya berhasil keluar dari rooftop setelah seorang penjaga sekolah kebetulan datang meletakan beberapa barang di rooftop. Dewi fortuna nyatanya masih berpihak pada mereka.

Dua orang remaja itu menuruni tangga Rooftop. "UKS di sebelah mana?" Tanya Raya, pada Angkasa.

Angkasa mengeryit. "Buat apa?" Ia menatap Raya dari bawah hingga atas. Apakah gadis itu terluka? Pikir Angkasa.

"Di sebelah mana?" Tanya Raya lagi.

Angkasa berdecak malas sembari menunjuk arah nya dengan dagu. "Disana, tinggal lurus."

Raya tiba tiba menarik tangan Angkasa, menuju arah yang di tunjuk tadi. Aneh nya, seorang Angkasa yang biasanya tersentuh sedikit langsung tersulut, kini hanya diam mengikuti langkah Raya. Angkasa hanya mendengus sedikit. Tapi tetap mengikuti Raya. Angkasa salah fokus, tangan Raya begitu kecil dan ramping untuk menggenggam tangan nya.

Mereka masuk kedalam UKS yang pintunya kini sudah terbuka. Tetapi disana kosong. Tidak ada penjaganya.

Angkasa berdecak. "Gue udah kesini tadi, gak ada orang. Makanya gak jadi." Dengus Angkasa.

"Seenggaknya luka kamu harus di obati." Ucap Raya lalu menyuruh Angkasa duduk di atas brankar UKS.

"Gak usah, nanti aja di rumah." Angkasa menolak. Namun Raya sangat kukuh menyuruh Angkasa agar tetap duduk di brankar.

"Aku bisa kok ngobatin luka gini. Jangan di raguin." Ucap Raya membuat Angkasa terdiam. Padahal ia bisa saja seperti biasa bersikap angkuh, meninggalkan Raya yang telah sudi mengajukan diri  untuk mengobati nya.

"Ini darah nya udah kering, jadi harus di bersihin dulu, kamu ada celana lain gak?" Tanya Raya.

"Di loker."

"Oke, nanti aku ambilin. Sekarang yang ini aku gunting dulu gapapa? Sampe lutut kamu?" Izin Raya. Angkasa hanya diam sembari mengangguk. Sambil memperhatikan gadis itu melakukan semuanya.

ANGKASA Untuk RAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang