17

116 13 14
                                    


"El, yang tadi beneran Ashel kan?" Raya masih merasa denial jika gadis yang berhadapan dengan nya tadi adalah sosok yang pernah menjadi salah satu orang orang terdekat dan orang yang Raya sayangi.

"Ay ini beneran nggak sakit? Sampe sobek gini." Gaviella tidak menjawab pertanyaan retoris Raya, gadis itu fokus mengobati luka sahabatnya, ia seolah mengalihkan pembicaraan.

Raya menghela napas saat Gaviella sama sekali tak menggubris pertanyaan nya. "El, jangan ngalihin pembicaraan."

"Ngapain juga bahas dia? Nggak ada guna nya." Jawab Gaviella dengan nada acuh.

"Gimana pun Ashel sahabat kita El, kita pernah----"

"Nggak ada kata sahabat lagi antara kita sama Ashel." Gaviella menghela napas kemudian menatap Raya dengan tatapan serius.

"Gue juga nggak tau kenapa tiba-tiba dia jadi gitu, yang jelas dia udah berubah nggak seperti terakhir kali kita ketemu pas kelas 8. Pertama kali gue ketemu dia lagi pas waktu MOS, dia udah dingin dan beda sifat kaya yang lo liat tadi, gak tau kenapa dia milih buat gabung jadi anteknya Violeta yang tukang bully."

"Kita nggak ada salah sama dia kan El?"

Gaviella menghela napas. "Gue awalnya juga mikir gitu Ay. Tapi di pikir pikir, waktu kita anter dia pas mau pindah ke Aussie semuanya baik baik aja bahkan sebelum itu, kita nggak pernah ada masalah. Mungkin karena hal lain dia kaya gitu. Gue nggak tau pasti, karena setiap gue coba deketin Ashel dia selalu menghindar, atau nggak ya gitu respon nya dingin, seolah dia nggak liat gue, kesel banget lama lama, apalagi sama circle nya yang sekarang, gue jadi males nyoba deketin dia lagi."

"Dia bener bener nggak liat kita sebagai teman lagi. Lo liat aja dengan brengseknya tadi dia diem aja segitu lo lagi di bully di depan matanya? Gue nggak habis pikir Ay...."

Raya menunduk. "Padahal kangen banget sama Ashel...." Perasaan sesaknya masih membekas mengingat bagaimana cara Ashella sang sahabat menatapnya tadi.

Gaviella berdecak. "Percuma, dia nya nggak mikirin sama sekali. Bukti kalo dia emang udah nggak peduli, chat kita yang dulu dulu kenapa nggak dibales? Dia sengaja ngejauh."

Raya menghela napas berat. Ucapan Gaviella memang benar adanya. Tetapi Raya yakin, setidaknya masih ada rasa simpati yang Ashel miliki terhadapnya, mengingat bagaimana Ashel menghentikan Violeta tadi.

Entahlah Raya pusing memikirkan itu. Semakin pusing lagi saat ia memikirkan bagaimana nanti dirinya mengklarifikasi diri didepan Bunda Ayah dan Jevano.

"El kira kira luka nya bisa ilang nggak nanti pas pulang sekolah?" Tanya Raya.

Gaviella memperhatikan wajah Raya dengan keryitan, ia merasa ngeri membayangkan di posisi Raya. "Enggak sih Ay...."

Raya berdecak pelan. "Gimana ya biar keluarga gak tau?"

"Kata gue sih, biarin aja keluarga lo tau, gue yakin tuh si nenek lampir nggak akan berani ngusik lo lagi."

Raya menghela napas berat. "Tapi pasti bakal heboh El, males banget, nanti mereka makin protektif."

~●●●●●●●~


Bel pulang sekolah berbunyi, Raya di jemput oleh supir. Beruntung Jevano tidak jadi menjemput karena ada urusan lain, bisa kacau jika Jevano melihat luka lebam Raya.

Raya tidak bisa menyembunyikan luka nya.

"Non Raya wajah nya kenapa?" Pak Rudi aja langsung menyadari titik luka di sudut mata dan sudut bibir Raya.

Raya tersenyum kikuk, "Nggak kenapa napa Pak Rudi, kita ke rumah sakit dulu ya, Pak? Saya mau nengok teman sebentar." Tak ada hal lain yang Pak Rudi lakukan selain menuruti nona nya.

ANGKASA Untuk RAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang