14

92 12 9
                                    


Malam itu, niatnya untuk pergi ke mini market di depan komplek berubah haluan menjadi perjalanan ke rumah sakit.

Raya dengan sedikit panik menghubungi Gaviella untuk membawa mobil. Sebab tak mungkin dia menghubungi orang rumah, bisa bisa panjang urusan.

"Sumpah Angkasa berat banget!" Gaviella dan Raya baru saja meletakan badan bongsor Angkasa yang tak sadarkan diri ke dalam mobil yang Gaviella bawa sendiri.

"Kenapa bisa dia kaya gini sih Ay?" Tanya Gaviella.

"Ceritanya panjang El, kita bawa ke rumah sakit dulu." Ujar Raya dengan keryitan cemas.

"Lo di belakang aja sama Angkasa, tahan darahnya Ay. Urusan tancap gas biar gue." Gaviella bergegas begitupun juga Raya yang mulai duduk di samping Angkasa.

Raya menahan badan Angkasa. Menjadikan bahunya sebagai tumpuan kepala Angkasa. Gadis itu bahkan menggunakan blazernya untuk menyeka darah di sebagian wajah Angkasa dan menahan kebocoran kepalanya.

Raya bahkan tak menghiraukan ketika kaos putih yang ia kenakan terkena bercak darah Angkasa. Yang jelas perasaan nya kalut untuk saat ini. Entah wajar atau tidak, ia merasa takut, bukan takut karena rupa Angkasa yang mengerikan, tetapi cenderung takut jika nyawa pemuda itu tidak selamat.

Hingga mobil mereka sampai di rumah sakit. Gaviella segera turun kemudian memanggil tenaga medis untuk membawa brankar pasien.

Angkasa langsung di tangani di ruang Unit Gawat Darurat.

"Ay, lo gapapa?" Gaviella menatap sahabatnya yang terlihat begitu kalut.

Raya menggeleng, matanya sejak tadi sudah berkaca-kaca kini tumpah dalam setetes demi setetes. "El... gue nggak tau harus apa." Raya cemas, namun ia juga putus asa. Putus asa dalam keadaan, putus asa dengan perasaannya.

Gaviella memeluk Raya, menepuk nepuk pelan bahu sahabatnya. "Everything will be okay ... Angkasa pasti baik-baik aja, Ay."

~●●●●●●●●~


Pukul 10 malam lebih Raya baru berniat akan pulang. Setelah Nakula datang ke rumah sakit saat Gaviella menghubunginya. Dua gadis itu berpamit pulang pada Nakula yang akan menemani Angkasa semalaman.

"Bisa nggak pulang sendiri?" Tanya Nakula memastikan.

Gaviella berdecak. "Iya bawel lo, bisa."

"Gue serius, kalo ada apa apa langsung hubungin gue." Nakula menatap Gaviella sembari mengusap sebelah bahu gadis itu.

"Thanks udah ngabarin." Tak hanya itu, Nakula mengusap puncak kepala Gaviella sesaat.

Gaviella dibuat mati kutu, jantungnya berdebar keras hampir keluar dari tempatnya.

"Iya sih santai aja! Makasihnya sama Raya bukan gue." Gaviella menepis tangan Nakula dengan gengsinya yang masih tinggi.

"Ray, makasih udah ada buat Angkasa." Nakula menatap Raya.

Raya mengangguk. "Tolong jaga Angkasa ya, La."

Nakula menyunggingkan senyum nya. "Jangan khawatir. Gue kabarin kalo ada apa apa."

"Yaudah langsung pulang aja Ay, takut kemaleman." Gaviella segera menarik Raya pergi dari ruangan itu.

Sampai di mobilnya. Gaviella menghela napas. "Huhhh.... selamat deh jantung gue."

Raya melirik sahabatnya itu kemudian terkekeh kecil.

ANGKASA Untuk RAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang