5

111 15 2
                                    


Sepanjang perjalanan dari sekolah ke rumah. Raya benar benar terdiam menahan geram pada abang nya.

"Aduh ini kenapa lagi? Jevano, ini adek nya di apain lagi? Astagaa..." Setibanya di rumah, Raya langsung memeluk bunda nya yang kebetulan saat itu sedang lewat di ruang tamu.

"Nggak aku apa apain bun, emang dia aja aneh mood nya." Ucap Jevano membela diri.

"Yaudah tau adek kamu sensitif mood nya, masih suka kamu ledekin?"

"Iya maaf..." ucap Jevano mengusap puncak kepala Raya. Namun gadis itu menepis tangan Jevano sembari menatapnya sinis.

"Dih? Jelek banget gitu." Ucap Jevano makin mengejek.

"Abang yang jelek!!!" Seru Raya dengan geram.

"Adek, nggak boleh bentak bentak ke abang nya..." ucap bunda nya lembut.

"Abang duluan bun..." Adu Raya hampir menangis.

"Apaan? Orang kamu yang bentak bentak." Balas Jevano.

"Jevano... udah, itu di dapur tadi ada Kanaya, lagi bantuin bunda bikin kue." Ucap Rainanda.

"Loh? Udah nyampe sini aja. Padahal aku bilang nya mau jemput." Belum sempat Jevano beranjak ke dapur, sosok gadis cantik dengan senyuman manis nan ayu nya sudah menghampiri mereka.

Raya aja sampe lupa sama mood nya yang berantakan gara gara abang nya, begitu liat Kanaya.

"Kak Kanaya?" Raya memang belum pernah bertemu Kanaya secara langsung, tetapi mereka sering melakukan komunikasi lewat media sosial atau pun video call. Raya takjub sama kecantikan Kanaya. Di depan kamera, perempuan itu emang udah keliatan cantik, tapi versi real life lebih lebih cantik.

Raya gak sadar kalo dirinya juga cantik banget. Sampe sampe dua most wanted boy berhasil dibikin terpanah cupid sama pesona nya di hari pertama.

"Hai, Aya dua." Kanaya tersenyum, sedikit terkekeh kecil. Memanggil Raya dengan panggilan yang ia buat sendiri.

"Kak Naya!" Raya langsung berhambur memeluk Kanaya. Tanpa harus Jevano kenalin ulang, mereka berdua udah keliatan bestie banget.

"Kamu apa kabar, Ray?" Tanya Kanaya.

"Baik, kak."

"Enggak, tadi perasaan udah tantrum, marah marah, mau nangis." Sela Jevano yang langsung mendapat tatapan sinis dan tajam Raya.

Kanaya terkekeh sembari memeluk Raya, yang masih menempel padanya.

"Gini deh Nay, kalo hari hari kamu jadi bunda, yang satu hobi ngeledekin adeknya, yang satu nya lagi manja banget, gampang nangis." Ucap Rainanda sembari menghela napas.

"Tau tuh bun, manja banget. Harusnya masukin ke sekolah militer aja nggak sih?" Cletuk Jevano kembali menyulut kekesalan Raya.

"Apasih? Abang tuh gak di ajak!" Ketus Raya.

Rainanda menghela napas. "Terserah abang sama adek deh mau berantem atau mau ngapain. Bunda cape liat kalian berantem... mau lanjut ke dapur. Nay kamu tolong tanganin mereka berdua aja ya, kalo bisa. Kalo nggak bisa tinggal aja, biarin." Ucap bunda, kemudian berlalu dari hadapan mereka.

"Udah kenapa si, lepasin Kanaya nya, risih dia kamu peluk terus." Ujar Jevano.

"Gapapa kok, aku seneng." Ucap Kanaya menatap Jevano.

"Tuh kan wleee kak Kanaya aja nggak keberatan." Raya memeletkan lidahnya mengejek Jevano.

"Sebenernya dia tuh keberatan tapi nggak mau jujur." Jevano mencoba memanasi suasana.

ANGKASA Untuk RAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang