Meskipun Riga telah mengetahui keadaan Rila baik-baik saja, tapi dia tetap melanjutkan perjalanan, ada hal lain yang ingin dia sampaikan pada wanita itu dan tak bisa menunggu bahkan meski sehari.
Begitu tak tenangnya, setiba di kota bukan kediamannya yang dia tuju pertama kali, melainkan kediaman kakek dari Rila. Dia tak bisa melewatkan begitu saja kediaman tersebut.
Tanpa pemberitahuan pada Rila terlebih dahulu, Riga mendatangi kediaman di mana sang wanita tinggal, melayangkan ketukan pada daun pintu yang tertutup rapat. Lalu tak lamanya pintu di buka oleh seorang wanita lansia.
"Assalamualaikum buk" seru Riga menyalami takzim tangan beliau yang mencoba mengingat-ingat.
"Waalaikumsalam... ayahnya Karen dan Rayen kan?" sahut beliau pada akhirnya
"Iya buk"
"Silahkan masuk"
Riga di bawa masuk dan berakhir di ruang tamu. Tak lamanya kakek dari Rila ikut bergabung menggunakan kursi rodanya. Mereka bercakap-cakap menjawab pertanyaan Riga mengenai kondisi mereka. Bahkan Riga telah menyiapkan obat herbal yang dia bawa untuk ke-dua pasutri lansia di hadapannya agar tetap sehat.
"Terima kasih" sahut mereka
"Sama-sama,. Oh iya pak, buk, Rila di mana yah?"
Riga tak tahan lagi untuk tak menanyakan seseorang yang menjadi tujuannya datang.
"Rila di dapur sedang menyiapkan makan siang. Dia tidak ingin kami membantunya. Seluruh rumah ini bahkan kami, Rila yang mengurus"
Riga hanya tersenyum telah paham betul sikap Rila ketika menunjukkan kepedulian.
"Kek... Nek... Makanannya sudah siap..." panggil Rila dari arah dapur, suaranya menggema hingga ke ruang tamu.
"Ayo makan siang dulu"
"Nggak usah buk, saya masih kenyang"
"Tidak baik loh menolak rezeki"
Riga menurut menerima tawaran tersebut, dan bersama-sama bergerak ke-arah dapur dengan Riga mendorong kursi roda kakek dari Rila.
Kedatangan Riga di dapur di sambut aneka macam hidangan lezat yang telah tersuguh di atas meja. Lalu dia
mendapati Rila yang tengah sibuk dengan balutan daster dan rambut yang di gelung se-alakadarnya, memberi punggung nampak sibuk."Rila, tambah piringnya satu nak" pinta sang nenek
"Kenapa nek?"
"Kita ada tamu"
Rila memutar badan mendengar kata tamu tersebut dan seketika tercengang mendapati Riga yang di maksud tengah memberi senyum. Rila menjadi gelagapan juga malu akan tampilannya kini yang cukup berantakan.
"Om kok bisa ada di sini?" cengo nya
"Kan saya besar di kota ini"
"Ma-maksudnya kok di sini? Bukannya di kabupaten Tanggamus?"
"Ada yang harus saya urus di sini"
"Kok malah mengobrol, Rila siapkan piring nak untuk pak Riga"
"I-iya kek"
Ke-tiganya mengambil posisi pada kursi masing-masing. Rila mendekat hendak melayani mereka.
"Sudah nak, nenek bisa sendiri, kakek mu biar nenek yang layani. Kamu layani pak Riga"
Tak masalah bagi Rila, sebab dia telah terbiasa, hanya saja tampilannya kini terlalu biasa di hadapan Riga. Dia malu apa lagi jika dia harus berdekatan, terlebih lagi dirinya belum mandi.
Malu-malu Rila melayani Riga yang tak luput dari memandanginya, melihat betapa telatennya Rila dalam melakukan peran sebagai seorang istri.
"Kok udang sambal pedas manisnya tidak di kasih nak" ujar sang nenek
"Om Riga alergi udang nek"
"Kamu tahu apa yang tidak bisa pak Riga makan?"
"Rila tahu semua buk, bahkan sebelum itu di hidangkan di hadapan saya Rila lebih dulu memilah nya. Rila merawat saya seperti seorang anak kecil" sela Riga, membuat pasangan pasutri di hadapannya tertawa.
"Rila sudah pantas menikah kan pak?"
"Iya buk"
"Tapi sayang, entah mengapa lamaran untuk nya selalu gagal"
"Bukan jodoh buk, bisa jadi lamaran berikutnya adalah jodoh nya"
Pasangan pasutri di hadapan mengamini kebaikan untuk cucu mereka.
"Sudah, ayo makan" sela Rila, merasa malu jika dirinya di jadikan pembahasan.
"Kamu nggak makan Ri?" tanya Riga
"Nanti saja om"
"Rila memang selalu begitu, setelah memastikan kami kenyang, baru dirinya makan"
Rila tak meninggalkan meja, tetap menemani mereka menikmati makan siang, selagi mengupas beberapa buah-buahan sebagai pencuci mulut.
Dari dudukannya, Riga sulit melepaskan pandangan dari Rila. Perhatian dan ketelatenan berbalut daster tanpa riasan wajah itu menggambarkan seorang ibu rumah tangga yang sibuk mengurus keluarganya dengan baik.
Setelahnya mereka bercakap-cakap di ruang tamu sembari menikmati teh. Lalu pasangan suami istri pemilik rumah pamit meninggalkan mereka berdua, tak bisa berlama-lama duduk, terutama sang kakek.
Rila memalingkan wajah ketika menyadari Riga terus memandanginya.
"Kenapa membuang muka?" tanya Riga bingung
"Om kenapa lihatin saya terus? Malu tahu, mana saya nggak pakai make-up, penampilan acak-acakan"
"Tetap cantik kok"
Rila menoleh, menjadi lebih percaya diri, tingkahnya itu justru mengundang tawa keluar dari mulut Riga.
"Om kok nggak bilang sih kalau pulang?"
"Kenapa? Nggak senang yah ketemu sama saya?"
"Ish, baperan"
Lagi Riga tertawa.
"Kamu ada acara nanti malam?" Riga bertanya dengan mimik wajah serius.
"Kenapa?"
"Saya ingin mengajak kamu makan malam"
Ada sesuatu yang melonjak kesenangan di dalam hati Rila. Dia meyakini ajakan itu berupa makan malam romantis. Memikirkannya saja membuat perasaannya melayang karena bahagia, hingga dia ingat telah mengiyakan ajakan dengan teman-temannya. Bukan acara formal, hanya sekedar berkumpul bersama.
"Aduh, saya ada janji dengan teman-teman om"
Riga menjadi lesu.
"Nggak bisa kamu bantal kan untuk kali ini saja. Saya ingin membahas sesuatu hal yang penting sama kamu"
Melihat mimik wajah Riga yang penuh harap, terlebih lagi penuturannya akan pembahasan penting, Rila mengiyakan, tak hadir dalam pertemuan dengan teman-temannya. Lagi pula dia memang berkata tak pasti dengan alasan tak bisa berlama-lama meninggalkan kakek dan neneknya.
"Baiklah, nanti malam saya jemput"
"Nggak usah om, biar saya datang sendiri saja, kirim saja alamatnya"
Rila ingin memiliki waktu berkualitas untuk memilah-milah pakaian juga menentukan ingin tampil seperti apa nanti malam, sehingga dia tak ingin di tunggu agar memiliki banyak waktu.
"Baiklah, nanti saya kirim alamatnya. Pokoknya kamu tampil yang cantik yah"
"Memang saat ini saya nggak cantik?"
"Cantik kok, selalu cantik, cuma nggak mungkin kamu mau datang pakai daster kan?"
Rila menyengir, lupa jika dirinya kini hanya mengenakan daster tanpa make-up dan rambut acak-acakan, belum keramas sedari kemarin, juga belum mandi pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pilihan
RomanceApa jadinya jika sahabat karib meminta sebuah permintaan tak masuk akal sebagai permintaan terakhirnya. "Aku mohon La, menikah lah dengan ayahku" Itulah kalimat tak masuk akal dari sang kawan yang sudah seperti saudari sendiri. Rila bingung, teramat...