Hari ini, Riga telah di perbolehkan pulang ke-rumah. Dan sebagai seorang kekasih, tentu Rila tak pernah meninggalkan sisi Riga, membantunya sekecil apapun itu.
Setibanya di rumah yang ingin Riga tuju ialah ruang kerjanya, guna melihat laporan yang dia lewatkan selama mencari Rila.
"Apa nggak sebaiknya istirahat saja dulu" ujar Rila membantu Riga mengarah ke-ruang kerjanya.
"Cuma duduk saja kok, nggak sampai kecapean"
Rila menuruti saja, dia tak bisa melarang karena memanglah tanggung jawab Riga. Sedang dia di sampingnya membatu memeriksa laporan yang lain agar Riga lekas beristirahat.
Riga yang lelah menyandarkan badan, sementara netranya tak luput dari memandangi Rila di sebelahnya. Dirinya kian sulit untuk menahan diri manakala mereka hanya berdua.
Rila paham, bukan tak pernah dia menghadapi seorang pria ketika berkeinginan padanya, dan Riga tampak demikian.
Dengan mengejutkan Riga bergerak tiba-tiba dan mendekap Rila, memindahkan sang wanita ke-atas pangkuannya. Dia mendekatkan wajah, sedari mereka kembali bertemu dan bekerja bersama, ingin sekali dirinya mencicipi bibir ranum sang wanita yang menggoda.
"Nggak!" tolak Rila menahan bibir Riga yang mendekatkan wajah.
"Cuma ciuman saja Ri" bujuk Riga
"Nggak om nggak!"
"Satu kali saja"
"Habis ciuman apa? Pasti akan melunjak karena di beri jalan kan? Padahal belum waktunya untuk hal-hal di luar ikatan pernikahan. Bahkan saat om memindahkan saya ke pangkuan om, ini sudah berlebihan!"
Riga menundukkan pandangan, malu juga menyesal mendapat teguran dari kekasihnya yang jauh lebih muda. Dia pun tak paham mengapa kini dirinya menjadi lemah dalam menahan diri.
"Maaf" sesalnya, masih menundukkan kepala, tak berani menatap sang wanita.
Rila tak bermaksud berkata kasar dengan meninggikan suara, dia hanya mengingatkan dan membentengi diri.
Dia turun dari pangkuan Riga, kembali duduk di sebelahnya, memutar kursi Riga ke-arahnya.
"Saya nggak bermaksud berkata kasar sama om, hanya sesama mengingatkan untuk menahan diri. Jangan sampai janji suci pernikahan yang ada di depan mata jadi ternoda karena kita melakukan sebelum waktunya"
Riga tersenyum teduh, takjub akan pemikiran Rila yang bijak dan dewasa saat dirinya sendiri yang justru bersikap bak anak muda yang tak perduli akan banyak hal demi sebuah kepuasan semata.
"Iya, terima kasih sudah mengingatkan. Saya bangga sama kamu"
"Ini kan juga hasil didikan om"
Lagi Riga tersenyum sumringah. Pemikiran dan sikap kekasihnya membuatnya bertambah jatuh cinta.
"Rila,"
"Hm?"
Riga diam, sedikit ragu untuk menuturkan pertanyaan yang telah dia siapkan begitu mereka berpacaran.
"Kamu pernah nggak berpikir merasa nggak pantas memberikan hal pertama kali di hidupmu nanti, sedangkan saya sudah sering melakukan itu dengan mendiang istri saya dulu"
Rila paham maksud pertanyaan Riga, dan dia menggeleng merasa tak ada paksaan sama sekali.
"Bukankah itu berarti om akan memperlakukan saya dengan baik saat itu tiba"
Riga mengangguk, seolah ucapan Rila adalah sebuah perintah yang akan dia lakukan.
Sebab kaki Riga yang terluka sehingga membatasi langkahnya, dia putuskan tidur di kamar lantai bawah. Dan sebelum pulang Rila memastikan terlebih dahulu kenyamanan Riga. Menyediakan kebutuhannya, tak lain agar memudahkan ketika Riga membutuhkan tanpa harus memanggil bik Nur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pilihan
RomanceApa jadinya jika sahabat karib meminta sebuah permintaan tak masuk akal sebagai permintaan terakhirnya. "Aku mohon La, menikah lah dengan ayahku" Itulah kalimat tak masuk akal dari sang kawan yang sudah seperti saudari sendiri. Rila bingung, teramat...