21 : Sunyi Paling Riuh

58 17 4
                                    

ー Saran dan kritik diperbolehkan dengan syarat gunakan bahasa yang sopan.

ー Tidak ada karya yang sempurna, tetapi setidaknya kita mau berusaha mencoba agar lebih baik🌷✨

ー  Happy enjoy it!





◥◤◥◤◥◤




Malam harinya, Naren pulang dengan diantar oleh Kalandra. Saat bocah itu hendak menaiki anak tangga, suara berat sang papa menghentikan langkah Naren.

"Dari mana saja kamu?" Meski suara Pradipta pelan, namun Naren tetap bergidik ngeri. Naren memutar arah badannya ke belakang, rupanya, Pradipta tengah berdiri tepat tiga langkah dari jarak Naren.

Naren menundukkan kepalanya, dengan suara pelan dan terbata-bata bocah itu menjawab, "Aku... Aku habisー" Belum sempat Naren mengucapkan kalimatnya, Pradipta lebih dulu bersuara.

"Miss Fany bilang, kamu bolos les, benar?" tanya Pradipta, yang langsung dianggukki oleh Naren.

Pradipta menghela napas sambil memijat pangkal hidungnya. "Kamu bisa nggak sih jangan buat Papa kesal? Kenapa kamu bolos les? Kamu main, ya?!" tuduh Pradipta.

"Enggak, Pa! Aku gak main... Aku ke rumah sakit." Naren menyangkal tuduhan Pradipta.

Dahi Pradipta mengerut. "Rumah sakit? Buat apa kamu ke sana, hah?!" Pradipta menyentak.

"Aku sakit, Pa... Aku sakit leuー" Lagi-lagi Pradipta menyelag ucapan Naren.

"KALAU SAKIT, KAN, BISA MINUM OBAT DI RUMAH! JANGAN CARI ALASAN YANG GAK MASUK AKAL, NAREN!" Pradipta beteriak dengan penuh emosi di depan wajah Naren. Naren diam tak berkutik, meski Naren memberi penjelasan pun, Pradipta tidak akan mau mendengarkannya.

Lalu, Pradipta pergi meninggalkan Naren yang masih berdiam diri di tempat. Selang beberapa detik kemudian, dengan langkah yang masih lemas; Naren berjalan menaiki anak tangga menuju ke kamarnya.

Di dalam kamar, Naren merebahkan tubuhnya di atas kasur setelah menaruh ransel di gantungan. Naren menatap langit-langit kamarnya yang remang-remang, penglihatan bocah itu terasa berat, tubuhnya pun tak sanggup digerakkan lagi lantaran terasa amat lelah.

Isi kepala bocah itu riuh, pikirannya melayangーmencari kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa mendatang.

Satu tangan diletakan di atas dahi, matanya terpejam, mulutnya bergumam sesuatu. "Aku harus apa? Aku takut, Aku takut, Tuhan..."

Dalam lebih hati Naren, ia tidak merasa takut akan kematian jika sewaktu-waktu penyakit yang dideritanya itu merenggut nyawanya, akan tetapi yang Naren khawatirkan dan merasa takut adalah setelah kepergiannya, Pradipta mungkin akan melupakan Naren, Pradipta mungkin tidak akan peduli atau bahkan tidak mau menghadiri upacara kematiannya.

◥◤◥◤◥◤

Keesokan paginya, Naren terbangun dalam kondisi tubuh yang lemas, kepalanya terasa pusing, untuk sekadar bangun dari tempat tidur pun Naren tidak bisa, maka lima belas menit berlalu Naren masih dalam kondisi seperti itu.

"Apa aku izin gak masuk dulu, ya, hari ini?" pikir Naren. Naren tak bohong, tubuhnya tidak bisa diajak bekerjasama lagi.

Kemudian terdengar suara ketukan pintu yang disusul dengan terbukanya pintu kamar Naren. "NAREN, CEPAT BANGUN! JANGAN MALAS! KAMU MAU BUAT PAPA MARAH LAGI, IYA?!" Suara Pradipta membuat Naren ketakutan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 19 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Why Me? || Zhong ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang