—Halaman ini dipublikasikan pada tanggal 2024年12月28日
"Ibu, berjanjilah akan mengirimkan surat begitu tiba..." Yanxi tahu kakaknya bukan anak cengeng yang akan mudah menampilkan ekspresi sedih di depan banyak orang. Li Yuanxi pandai mengatur ekspresinya agar tetap tenang, tidak berubah, atau melenceng sedikit pun bahkan jika langit tiba-tiba runtuh. Julukan 'Si Darah Dingin' melekat bahkan tanpa alasan. Kepiawaian dalam bertarung dan tak mengenal ampun adalah ciri khas Li Yuanxi.
Namun kepergian Liu Meiling yang terlalu tiba-tiba memecahkan ekspresi Yanxi yang sedang menari-nari di atas sepatu kakaknya dengan lengkungkan bibir ke bawah. Mata bulatnya berkaca-kaca menahan tangisan seperti anak anjing yang akan ditinggal pergi oleh induknya.
Sang Permaisuri tersenyum dan mengusap kepala putra bungsunya penuh sayang. "Ibu pasti akan menulis banyak surat untuk anak Ibu yang cantik ini," katanya sambil mencuri cubitan kecil di pipi kempes itu.
Li Yanxi biasanya akan protes, tetapi karena kesedihan membanjiri hati kecilnya, dia hanya bisa menunduk lesu.
"Jangan menunduk seperti itu..." Liu Meiling mengangkat dagu putranya dengan lembut.
Yanxi dengan getaran kesedihan berkata, "Putra Mahkota juga manusia, apa tidak boleh merasa sedih?" Suaranya pelan, tetapi masih bisa didengar oleh yang lain.
Heraestus yang tidak tega melihat ekspresi adik angkat 'sepihaknya' yang seperti bunga layu, lantas memeluk bahu sempit Yanxi, "Aiyaa, Permaisuri hanya pergi sebentar..." Heraestus mengelus punggung sahabat kecilnya "Benar'kan Permaisuri?" tanyanya sambil mendongakkan kepala dan mengedipkan sebelah mata.
Sejak kapan putra manisnya begitu dekat dengan Pangeran Macedonia? Menggemaskan, Liu Meiling terkekeh pelan atas pemikirannya.
"Xiao Yang, jangan sedih, nanti kita pergi jalan-jalan di pasar bagaimana?" bujuk Heraestus lagi.
"Ck, itu kan akal-akalanmu!" Huang Anwen menyahut dengan sinis. 'Tidak cukup kah kau menceburkan kami dalam lobang buaya?!' teriaknya geram dalam hati.
Heraestus balas menatap rubah pemarah itu dengan tatapan seperti mengatakan, 'Kau tidak pernah mendengar yang namanya kata-kata kosong?'
'Kau pikir dia anak kecil yang mudah dibujuk dengan permen?' sebelah alis Huang Anwen naik, lalu menukik tajam.
'Dia. Tidak. Bodoh.'
Liu Meiling tertawa pelan melihat aksi adu tatap Huang Anwen dan Heraestus. Perlahan tangannya terulur mengelus kepala keduanya secara bergantian. "Jika ingin keluar Istana, pastikan mendapat izin," ucapnya. "Bukankah kalian dihukum karena menyelinap pergi sebelumnya?"
Pipi gembil Heraestus merah tomat sempurna, seperti habis menerima tonjokan mentah-mentah. "Maaf, Permaisuri..." cicitnya malu-malu.
"Tidak apa-apa..."
Sementara ibunya bercengkrama dengan kedua sahabatnya, Yanxi perlahan menarik sesuatu dari balik lengan hanfu panjangnya. Dia mencengkram benda itu erat-erat sebelum mengangkat kepala, "Ibu..."
"Iya?" Perhatian Permaisuri Meiling terpusat kembali pada putra manisnya, begitu pun Huang Anwen dan Heraestus yang menatap penasaran.
Perlahan Yanxi menarik tangan ibunya, meletakkan sebuah sapu tangan di atasnya dengan pipi memerah. "Itu..." Yanxi mengalihkan pandangannya ke arah lain. Saat tangannya terangkat hendak menggaruk pipinya sendiri, dia urungkan setelah telinganya seolah mendengar larangan Li Qianwu. "Yanxi menyulamnya untuk Ibu..." Yanxi mengatupkan bibirnya rapat-rapat sambil menyembunyikan wajahnya.
Liu Meiling tampak terkejut, begitu pun dengan Huang Anwen yang bertanya-tanya. Sejak kapan Putra Mahkota pandai menyulam? Pikirnya sesaat melihat sedikit pola sulaman rapi di atas sapu tangan berwarna seputih salju itu. Bunga peony krem yang melambangkan cinta, kehormatan, dan kemakmuran, bagian pinggirnya disulam menggunakan benang sutra emas penuh kehati-hatian. Senada dengan aksara hanzi dari sang Permaisuri di bagian bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Moon Falls For The Sun [KUNYANG]
Fanfiction"Aku bersumpah akan mencintaimu di seluruh kehidupanku, Pangeran." "Maka jiwa dan ragaku hanya akan menjadi milikmu, Jenderal." ©Greysuns