Lie. Testpack.

329 21 7
                                    

A/N: 

Duaaarrrrr, Gaia!!

***

Gaia menelan bulat-bulat tangisnya padahal Arjuna terus bertanya. Yang bisa Gaia lakukan hanya membenamkan wajah di lutut, menutupi matanya dengan kedua tangan, pertanyaan Arjuna membuatnya tertekan.

Oh, dear sweet Juna who is oblivious to everything that's happening.

Mau ditaruh di mana muka Gaia kalau dijawab? Kalau dia hamil betulan gimana?!

Dalam perjalanan Gaia minta mampir ke apotek dan di sana Gaia membeli testpack untuk dirinya sendiri. Belanjaan dijejalkan dalam tas, disembunyikan dari Arjuna yang menunggu di mobil. Aneh sekali rasanya duduk di sebelah Arjuna sambil menyimpan testpack di tas. Cowok itu pikir Gaia membeli obat.

Mobil terus bergerak dan Arjuna terus mengoceh. "Nggak usah mikirin yang nggak-nggak. Nenekmu sakit, sekarang kamu ikut sakit."

Sepanjang sisa perjalanan, Gaia cuma menunduk memandang dengkulnya. Mobil berhenti, Arjuna melempar tas kerjanya ke jok belakang.

"Ayo, turun. Aku antar." Arjuna membuka pintu.

Memasuki rumah, Gaia langsung berhadapan dengan Ibu. Tentu dia langsung heboh melihat Arjuna mendampingi Gaia pulang, hebohnya sampai menawarkan Arjuna untuk mampir. Semua ucapan kangen, rindu, bangga dan kagum keluar dari mulutnya. Terutama ucapan terima kasih karena sudah mengantar Gaia pulang dan mau bekerja sama lagi dengan Gaia.

"Gaia kayaknya nggak enak badan." Arjuna rangkul pinggang Gaia di teras. "Kayaknya harus istirahat.

"Oh, ya. Antar aja ke kamarnya langsung."

Mata Gaia mendelik, tumben sekali ibunya sudi mengirim cowok ke kamar putri sulung. Badannya kepalang digiring Arjuna ke kamar padahal Gaia tidak bilang setuju.

"Kamu nggak perlu stay," kata Gaia di ambang pintu kamar. Aneh sekali melihat kehadiran Arjuna di dalam rumah, jadi Gaia lebih dulu masuk ke kamar.

"Yeah, ibumu minta aku antar kamu ke kamar." Tanpa disangka Arjuna mengekori Gaia ke kamar. Matanya langsung jelalatan ke seluruh sudut kamar Gaia. "Kamu masih suka belanja gitu?"

Gaia menoleh ke arah perhatian Arjuna, yaitu lemari tas koleksi Gaia. "Dulu. Sekarang nggak."

"Kayaknya dulu kamu boros banget."

"Dulu," sahut Gaia pelan. Tumpukan tagihan di ponsel kembali ke pikiran Gaia. Seolah hari ini belum cukup buruk, ponsel Gaia berdering, dihubungi nomor asing.

"Kenapa nggak dijawab?" Arjuna melirik ponsel.

"Nggak penting."

Mata Arjuna memicing, dia jelas nggak percaya. Kendati demikian, dia membungkuk untuk melepas sandal Gaia. 

Sekonyong-konyong, paru-paru Gaia seolah berhenti berfungsi begitu menerima perlakuan sedemikian rupa. Gaia merebahkan badan di kasur, ditemani  Arjuna duduk di sebelahnya.

"Mau aku temenin?" rambut-rambut halus yang tumbuh di sekitar dagu Arjuna nampak jelas manakala dia menunduk memandang Gaia.

Gaia menggeleng. "Pulang aja. Aku mau istirahat."

Satu tangan Arjuna menyebrang ke kanan, yang lain masih tertahan di sisi kiri. Matanya membayangi wajah Gaia, kedua lengannya membingkai bahu Gaia. "Tadi kamu mendadak berubah mood-nya. Is there anything you wanna talk about?"

Tentu Gaia tidak bisa membicarakan itu, maka menggelenglah dia lagi.

"Tadi ketemu sama Max?" lembut sekali suara Arjuna. "Diapain sama dia?" 

Merry-Go-RoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang