Lie. Gaia, Should We Ever Get Married...

216 28 5
                                    

Jam makan siang hari ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam makan siang hari ini. Itulah jadwal yang ditetapkan Max untuk bertemu Gaia. Sebenarnya agak terlambat tapi itu lebih baik daripada tidak sama sekali.

Ketika waktunya tiba, Gaia mengatur napas pelan-pelan untuk mempersiapkan diri masuk ke ruangan Max. Sepertinya dunia sedang mempermainkannya, soalnya saat Gaia masuk ke ruangan, hanya ada satu staf admin dan dia pun sudah bersiap pergi untuk makan siang.

"Bapak di dalam. Masih ada telepon," ujar staf begitu melihat Gaia masuk. Kemudian dia meninggalkan meja kerjanya, mengabaikan Gaia yang terpaksa menunggu sendirian.

Berkali-kali Gaia melatih ucapannya di kepala, mengkhayalkan skenario-skenario yang bisa terjadi. Sayup-sayup terdengar suara Max bicara di telepon nampaknya dia terdengar kesal, Gaia mendengar Max menyebut 'dad', sepertinya sedang bicara dengan keluarga.

Lalu obrolan di telepon berhenti. Beberapa detik berikutnya terjadi dalam gerakan lambat: langkah sepatu di lantai, kenop pintu berputar, Max muncul —menjulang nyaris menyaingi puncak kusen —di muka pintu.

"Selamat siang, Bapak." ucap Gaia. Menghindari mata Max.

"Masuk, Ibu Gaia." Max menepi, memberikan jalan masuk untuk Gaia.

Gaia sudah melatih ini, sudah ada cetak biru untuk setiap kemungkinan.  Pertama, Max akan duduk di kursinya dan Gaia ada di kursi tamu. Kedua, Gaia akan bicara lebih dulu. Ketiga —hah? Kok Max bersandar di meja?!  Seharusnya dia duduk. DUDUK!

Wah, sialan.  Gaia mengumpulkan rasa percaya dirinya di hadapan Max.

"Ak... aku mau minta persetujuan untuk pindah."

"Saya dengar kamu bertemu Helena."

Dua ucapan itu beradu. Hancur sudah rencana Gaia, dia tidak punya skenario soal Max yang sudah tahu dia bertemu Helena.

Senyum tanggung muncul di wajah Max. "Kamu mau pindah dari Bookclub?"

"Iya." Gaia mengangguk.

"Of course..." Max mengangguk. "You can sit down, you know. No need to stand in front of me."

Seperti disihir, Gaia menurut. Duduk di depan Max serasa berada di bawah kaki langit. Pria itu menggulung lengan kemaja sembari menyandarkan diri ke ujung meja, menjulang tegap di sebelah Gaia sehingga dia terpaksa mendongak untuk melihat.... my god, his eyes.

Bahu Max merendah, menunduk lesu. "Untuk surat tertulis, harus ada alasan kenapa kamu pergi. Why do you wanna leave, Gaia?"

Gaia mengulang kebohongan yang sama. "Nenekku sakit. Aku harus jaga dia, bergantian dengan adikku. Jadi... aku perlu jadwal yang sesuai."

"Right. Saya kirim e-mail nanti," sahut Max tenang. "Semoga nenekmu cepat sembuh."

Buru-buru Gaia berdiri, urusannya sudah selesai dengan lancar, dia bisa pergi.

Merry-Go-RoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang