5. b. Memperkuat Cengkraman

59 3 0
                                    

Setelah menghancurkan pasukan pemberontak Lord Gared dan Baron Henrick, kekuasaan Vincent di wilayah utara menjadi semakin tak tergoyahkan. Namun, kemenangan itu datang dengan harga. Raja tidak tinggal diam melihat kekalahan sekutunya. Bahkan tanpa ada pemberontakan, Vincent tahu ancaman terbesar bukanlah dari perbatasan utara, melainkan dari intrik yang berputar-putar di ibu kota.

Di ruang pertemuannya yang luas, Vincent duduk di depan meja panjang yang penuh dengan peta dan dokumen. Silas berdiri di sebelahnya, menatap diam-diam tuannya yang sedang memusatkan perhatian pada surat-surat rahasia yang telah diterimanya dari berbagai mata-mata. Di hadapan mereka, Karlis-kepala intelijen Keluarga Alaric-duduk dengan ekspresi tegang, siap memberikan laporan terbarunya.

"Tuan Muda," Karlis memulai dengan suara rendah, "kami menemukan bukti bahwa Raja telah mengirim beberapa agen rahasia ke wilayah utara untuk menyelidiki kegiatan Keluarga Alaric. Mereka bersembunyi di kota-kota kecil dan desa-desa di perbatasan. Selain itu, beberapa bangsawan di selatan mulai menunjukkan tanda-tanda ketidakpuasan."

Vincent mengangguk perlahan. "Sudah kuduga. Raja pasti akan mencoba mencari kelemahan kita, terutama setelah kekalahan memalukan itu. Apa langkah yang telah kau ambil?"

"Kami telah menempatkan pengintai untuk mengikuti pergerakan agen-agen itu, dan telah menanam umpan yang mengarahkan mereka pada informasi palsu," jawab Karlis. "Namun, kami belum bisa memastikan apakah mereka sudah terperangkap atau belum."

Vincent meletakkan tangannya di atas meja, jari-jarinya mengetuk permukaan kayu dengan ritme pelan. "Bagus. Lanjutkan pengawasan. Jika mereka mulai mendekati informasi yang berbahaya, singkirkan mereka tanpa jejak. Kita tidak bisa membiarkan musuh tahu lebih dari yang kita inginkan."

"Dan bagaimana dengan para bangsawan di selatan, Tuan?" tanya Karlis, nadanya penuh kehati-hatian. "Banyak dari mereka yang belum menunjukkan perlawanan terbuka, tetapi ada kabar bahwa mereka sedang merencanakan sesuatu."

Vincent tersenyum dingin. "Biarkan mereka merasa aman untuk sementara waktu. Jika kita bergerak terlalu cepat, mereka akan waspada dan menyembunyikan niat mereka. Yang perlu kita lakukan sekarang adalah mengawasi dan menunggu momen yang tepat untuk memotong kepala ular."

Karlis menunduk hormat. "Saya akan memastikan tim intelijen kita bekerja tanpa cela, Tuan."

Setelah Karlis pergi, Silas melangkah lebih dekat ke Vincent, menatap tuannya dengan ekspresi yang penuh kekhawatiran. "Tuan Muda, dengan kondisi seperti ini, apakah Anda yakin kita harus tetap di wilayah utara? Mungkin lebih baik jika kita memindahkan sebagian kekuatan ke selatan untuk mengantisipasi pergerakan dari ibu kota."

Vincent menggeleng pelan. "Tidak, Silas. Jika kita mundur atau memindahkan pasukan ke selatan, itu akan memberikan sinyal kelemahan. Kita harus tetap teguh di tempat kita berdiri, menunjukkan bahwa wilayah utara berada di bawah kendali penuh Keluarga Alaric. Biarkan Raja mengira bahwa kita hanya berfokus di sini."

Matanya menatap jauh ke arah jendela besar yang menghadap ke luar kastil, di mana pegunungan yang terjal dan tertutup salju membentang sepanjang cakrawala. "Yang harus kita lakukan sekarang adalah memperkuat wilayah kita. Tingkatkan pertahanan di perbatasan, bangun benteng-benteng tambahan, dan siapkan pasukan cadangan di kota-kota utama. Jika Raja berpikir dia bisa menyerang kita dari dalam, dia akan kecewa."

Silas mengangguk dalam-dalam. "Saya mengerti, Tuan. Semua perintah akan dilaksanakan."

---

Beberapa hari kemudian, Vincent mengadakan pertemuan besar di Kastil Alaric, mengundang seluruh pemimpin pasukan, gubernur, dan kepala bangsawan di wilayah utara. Ini adalah pertama kalinya mereka berkumpul sejak kekalahan Lord Gared dan Baron Henrick. Kastil dipenuhi dengan hiruk-pikuk aktivitas, dengan para prajurit berbaris di halaman dan pelayan-pelayan berlarian menyiapkan jamuan.

Di ruang pertemuan utama, Vincent berdiri di depan sebuah podium kecil yang terbuat dari kayu ek hitam. Para bangsawan dan pemimpin pasukan duduk di kursi panjang di hadapannya, menunggu dengan cemas. Banyak dari mereka masih meragukan kepemimpinannya meski telah memenangkan pertempuran besar. Beberapa bahkan khawatir bahwa tindakan kejamnya akan memancing lebih banyak pemberontakan.

Vincent menatap mereka dengan mata dingin, menilai satu per satu. Ketakutan, keraguan, dan kebencian. Semua itu tercermin jelas di wajah-wajah mereka. Mereka mungkin setia karena terpaksa, tetapi Vincent tahu kesetiaan semacam itu tidak akan bertahan lama.

"Para pemimpin Keluarga Alaric," Vincent memulai dengan suara yang rendah namun tegas. "Kalian semua sudah mendengar tentang kemenangan kita di utara. Pasukan pemberontak telah dihancurkan, dan wilayah ini kembali berada di bawah kendali kita. Tetapi jangan salah, ini bukan akhir dari pertempuran kita."

Ruangan itu hening. Para pemimpin menatap Vincent dengan kebingungan.

"Raja tidak akan berhenti sampai dia memastikan Keluarga Alaric hancur," lanjut Vincent, suaranya semakin dingin. "Pemberontakan ini hanyalah permulaan. Dia akan mencoba menabur perpecahan di antara kita, mengirim mata-mata untuk mencari celah, dan menyuap orang-orang kita untuk berkhianat. Tetapi aku katakan pada kalian sekarang, tidak ada satu pun dari kita yang akan selamat jika kita terpecah."

Ia berhenti sejenak, menatap para bangsawan dengan tatapan yang menusuk. "Karena itu, kita akan memperkuat setiap wilayah. Setiap kastil dan desa akan dipersenjatai. Setiap pasukan akan dipersiapkan untuk menghadapi invasi. Dan yang terpenting, siapa pun yang berani berkhianat akan dihancurkan tanpa ampun."

Kata-kata itu menggema di ruangan yang hening. Beberapa bangsawan bergidik, sementara yang lain tampak menahan napas. Mereka semua tahu bahwa ancaman itu bukan sekadar kata-kata kosong. Vincent telah membuktikan bahwa dia tidak akan ragu-ragu untuk menghancurkan musuh, bahkan jika musuh itu adalah salah satu dari mereka.

"Tuan Muda," salah satu bangsawan berani mengangkat tangan, wajahnya pucat namun suaranya stabil. "Bagaimana jika Raja mengirim pasukan besar untuk menyerang kita? Apakah kita cukup kuat untuk menahan serangannya?"

Vincent memandangnya tajam. "Jika Raja mengirim pasukan besar, kita akan siap. Tetapi kita tidak akan menunggu sampai mereka datang. Aku akan memastikan bahwa jika mereka berani menyerang, mereka akan menemukan kematian yang menunggu di setiap sudut jalan."

Suasana menjadi semakin tegang. Para pemimpin saling bertukar pandang, mata mereka dipenuhi kebingungan dan ketakutan. Vincent mengangkat tangannya, memberi isyarat agar mereka mendengarkan dengan seksama.

"Mulai hari ini, kita bukan lagi sekadar pertahanan pasif," katanya dengan nada yang lebih rendah, hampir berbisik. "Kita akan mulai bergerak secara aktif. Kita akan mengirim pesan ke seluruh penjuru kerajaan bahwa Keluarga Alaric bukan sekadar benteng di utara, tetapi kekuatan yang tidak bisa dihancurkan. Dan jika Raja ingin memulai perang, kita akan siap untuk menantangnya."

Tatapan Vincent yang dingin menyapu seluruh ruangan. Tidak ada satu pun orang yang berani menatap balik. Ancaman itu jelas dan nyata, tetapi juga mengandung janji kekuasaan yang lebih besar. Jika mereka mengikuti Vincent, mereka tidak hanya akan bertahan-mereka bisa menguasai seluruh kerajaan.

"Kita akan menunjukkan pada mereka," bisik Vincent, senyum dinginnya muncul kembali, "bahwa Keluarga Alaric adalah tahta dari rahasia dan besi, dan tidak ada yang bisa menghancurkan kita."

Pertemuan itu berakhir dengan keheningan yang mencekam. Para pemimpin berangkat dengan perasaan campur aduk antara ketakutan dan rasa kagum. Vincent tahu bahwa meskipun mereka mungkin takut padanya, mereka tidak punya pilihan selain mengikutinya.

Dan itu, pikir Vincent, adalah langkah pertama untuk membangun kekuatan sejati yang akan mengguncang kerajaan.

•••••●○✪『TERIMA KASIH 』✪○●•••••

The Throne Of Secrets And Iron 〘TAMAT〙Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang