Rasa sakit yang luar biasa menghantam kepala Gavin. Tubuhnya terasa seperti terbakar dari dalam, dan dunia di sekitarnya berputar. Ketika kesadarannya perlahan kembali, Gavin membuka matanya dan mendapati dirinya berbaring di atas ranjang megah yang dikelilingi tirai sutra. Ruangan itu dipenuhi aroma kayu cendana dan minyak wangi yang asing, jauh berbeda dari bau bubuk mesiu dan besi yang biasa ia hirup.
"Di mana... aku?" gumamnya dengan suara serak, lebih seperti bisikan yang lemah. Mata dinginnya yang biasanya tajam kini masih buram, seolah terhalang kabut.
Gavin, atau setidaknya orang yang kini mengisi tubuh ini, perlahan bangkit dari tempat tidur. Tubuhnya terasa lemah, namun otot-ototnya tegang seperti harimau yang terpojok. Tatapannya mengelilingi ruangan besar yang penuh perabotan mewah dan barang antik. Gorden tebal berwarna merah marun, permadani sutra yang dipenuhi bordiran emas, dan lambang keluarga yang tak ia kenali tertata rapi di segala penjuru.
"Bukan kamarku," batinnya tajam. Namun, yang lebih membingungkannya adalah keadaan tubuhnya. Jari-jarinya tampak lebih panjang, lebih ramping daripada yang ia ingat. Ketika menatap cermin besar di sudut ruangan, ia tertegun melihat sosok yang menatap balik kepadanya.
Wajah itu tampak muda, mungkin baru berusia awal dua puluhan. Rambut hitam legamnya tergerai dengan sempurna di bahu, kulitnya pucat namun tanpa cela. Namun, yang paling mencolok adalah sepasang mata berwarna biru es yang seolah menembus jiwa siapa pun yang menatapnya. Itu bukanlah Gavin Sinclair yang ia kenal-pemimpin mafia dari dunia lamanya.
"Ini bukan tubuhku," gumamnya, kesadarannya mulai tersusun kembali.
Saat Gavin berusaha memahami situasinya, ingatan lain membanjiri pikirannya-potongan kenangan yang bukan miliknya. Ia melihat kehidupan seorang Duke muda bernama Vincent Alaric, pewaris Keluarga Alaric yang ditakuti. Vincent dikenal sebagai seorang bangsawan yang kejam, tidak berbelas kasih, dan dengan reputasi yang menakutkan di seluruh Kerajaan Astoria. Namun, meski kekejamannya telah menyebar, Vincent tidak pernah muncul di istana dan tidak pernah menjadi pemain utama dalam kekuasaan kerajaan. Dia hanyalah bayangan di pinggiran, sebuah nama yang ditakuti tetapi tidak pernah dilihat.
"Aku... transmigrasi?" Gavin mengingat kejadian terakhir sebelum kesadarannya hilang. Dalam ingatan terakhirnya, ia dikhianati oleh bawahannya sendiri. Mereka menyergapnya dalam sebuah pertemuan rahasia, dan Gavin, meskipun telah mempersiapkan segalanya, terpojok oleh ledakan yang sengaja dijebak oleh salah satu orang kepercayaannya. Itu seharusnya menjadi akhirnya-tapi kini dia berada di sini, di dalam tubuh seorang Duke dari dunia lain.
"Vincent Alaric..." Gavin mengucapkan nama itu pelan. Suara barunya terdengar dingin, penuh kekuatan yang menakutkan. Sambil menatap wajah barunya di cermin, ia merasa bahwa tubuh ini memang cocok untuknya. Gavin tersenyum tipis-sebuah senyum yang tidak pernah menunjukkan kebahagiaan, melainkan bahaya.
"Baiklah, Vincent," ujarnya pada pantulan dirinya, "mulai sekarang, aku adalah kau, dan kau adalah aku. Mari kita lihat, apa yang bisa kita lakukan dengan dunia ini."
Baru saja ia selesai berbicara, pintu kamar terbuka dengan suara kayu berderit pelan. Seorang pria tua dengan wajah penuh kerutan dan punggung yang agak membungkuk masuk, mengenakan pakaian pelayan yang rapi. Pria itu menundukkan kepala dalam-dalam, menunjukkan rasa takut dan hormat yang dalam.
"Tuan Muda Vincent, Anda sudah bangun," kata pria tua itu dengan suara bergetar. "Saya-saya akan memanggil dokter istana sekarang juga."
"Tidak perlu," Gavin-atau kini Vincent-mengangkat tangannya, menghentikan langkah pelayan itu. "Aku baik-baik saja."
Pria tua itu tampak ragu, tetapi ia tidak berani menentang perintah Vincent. Matanya menatap tuan mudanya dengan kebingungan. "Tapi, Tuan Muda, Anda pingsan selama tiga hari penuh. Seluruh istana cemas dengan kondisi Anda."
Tiga hari? Vincent mengangguk perlahan. "Bawakan aku laporan mengenai situasi saat ini. Semua yang terjadi dalam tiga hari terakhir."
Pria tua itu tampak semakin bingung, tetapi dengan cepat menganggukkan kepala. "Ya, Tuan Muda. Saya akan segera mengurusnya." Ia berbalik dan meninggalkan kamar dengan langkah cepat, jelas-jelas ingin menyelesaikan perintah Vincent secepat mungkin.
Vincent menatap pintu yang tertutup di belakangnya dan mendengus kecil. Tubuh ini-hidup baru ini-mungkin bukan yang ia inginkan, tetapi Gavin, yang kini menjadi Vincent, tidak akan menyerah begitu saja. Di dunia lamanya, ia menguasai setiap orang yang ia temui dengan otoritas dingin dan kekuatan brutal. Jika ia bisa membangun kerajaan bawah tanah di dunia modern, apa yang menghalanginya untuk mengambil alih sebuah kerajaan kuno di dunia ini?
Selama beberapa jam berikutnya, Vincent duduk di meja besar yang dipenuhi dokumen dan surat-surat kerajaan, menyusun potongan-potongan informasi yang diberikan pelayan. Pria tua yang ternyata bernama Silas adalah kepala pelayan Keluarga Alaric yang setia. Laporan-laporan yang ia bawakan mencakup banyak detail tentang situasi keluarga dan kondisi politik di kerajaan.
"Jadi, Keluarga Alaric adalah salah satu dari Empat Keluarga Besar di kerajaan ini," gumam Vincent pelan, matanya menyusuri garis demi garis teks di atas kertas. "Kami memiliki wilayah terluas di perbatasan utara, dan pasukan pribadi yang cukup untuk menyaingi tentara kerajaan."
Namun, posisi kuat Keluarga Alaric bukan tanpa musuh. Di antara Empat Keluarga Besar, Keluarga Alaric adalah yang paling dibenci dan dicurigai, baik oleh bangsawan lain maupun oleh keluarga kerajaan sendiri. Vincent tersenyum tipis ketika ia membaca tentang reputasi kejamnya yang membuat Raja Astoria pun merasa gentar.
"Jadi, raja pun takut padaku?" bisiknya, rasa ingin tahu berubah menjadi sesuatu yang lebih tajam-sebuah rencana. "Menarik."
Ia meraih cawan anggur yang tergeletak di meja dan menyesapnya perlahan, merasakan sensasi panas yang menyebar di tenggorokannya. Dia merenung, memikirkan langkah-langkah yang akan ia ambil. Kekuasaan Vincent Alaric di wilayah utara cukup kuat untuk menyaingi kerajaan, tetapi posisinya yang terisolasi membuatnya rentan terhadap serangan dari dalam dan luar. Musuh-musuhnya-termasuk bangsawan saingannya di istana-akan mencoba untuk menggulingkannya begitu mereka melihat tanda kelemahan.
Namun, Gavin, sang mantan Raja Mafia, tidak pernah menunjukkan kelemahan. Ia selalu beradaptasi, berinovasi, dan menghancurkan musuh-musuhnya dengan cara yang tidak terduga.
"Yang perlu kulakukan adalah mengambil alih sepenuhnya," gumam Vincent, matanya menyala dingin. "Mengontrol semua faksi, termasuk Raja dan kerajaan ini, dengan cara apa pun yang diperlukan."
Saat itu, pintu kembali terbuka, dan Silas masuk membawa lebih banyak dokumen serta wajah yang penuh kekhawatiran.
"Tuan Muda," katanya pelan, "saya baru saja menerima kabar bahwa Raja mengirimkan utusan. Mereka akan tiba besok pagi."
Vincent mengangkat alisnya. "Oh? Dan untuk apa?"
"Raja... khawatir dengan kondisi Anda dan ingin memastikan bahwa tidak ada sesuatu yang mengancam stabilitas kerajaan," jawab Silas hati-hati.
Vincent tersenyum tipis. Raja khawatir? Itu berarti ia takut. "Kirim pesan kembali. Katakan pada mereka bahwa aku menunggu dengan senang hati." Matanya bersinar dingin. "Akan sangat menarik untuk melihat bagaimana seekor anjing yang ketakutan mencoba menggigit."
Silas menelan ludah dan membungkuk dalam-dalam. "Ya, Tuan Muda."
Ketika kepala pelayan itu pergi, Vincent menatap keluar jendela, menatap lanskap istana Alaric yang megah tetapi dikelilingi bayang-bayang kegelapan. Di sini, di tempat ini, ia akan membangun sesuatu yang lebih besar daripada sekadar kerajaan kecil.
"Aku akan menguasai dunia ini," gumamnya pelan, suara rendahnya penuh kepastian. "Dan kali ini, tidak akan ada yang bisa menghentikanku."
Dengan senyum dingin yang terukir di bibirnya,
Kalau bagus nanti aku lanjutkan
KAMU SEDANG MEMBACA
The Throne Of Secrets And Iron 〘TAMAT〙
FantasyKetika seorang pria tak berperasaan dari dunia modern terbangun dalam tubuh Duke Vincent, seorang bangsawan muda yang terkenal karena kebrutalannya, ia mendapati dirinya berada di pusat permainan politik yang mematikan. Di kerajaan yang penuh dengan...