8. Perlombaan Melawan Waktu

56 7 0
                                    

Setelah pertemuan mendadak dengan sosok misterius di Kuil Hujan Tengah Malam, Vincent bergerak cepat. Ia dan Silas kembali ke kediaman sementara mereka dengan langkah yang lebih tenang, namun penuh ketegangan yang tak terucapkan. Kata-kata terakhir pria berjubah tadi bergema di pikirannya: “Pasukan besar sedang dikumpulkan di luar ibu kota. Mereka akan bergerak dalam beberapa hari.”

Sesampainya di kamar, Vincent segera membuka peta besar yang menggambarkan wilayah utara. Silas berdiri di belakangnya, ekspresi khawatir menghiasi wajahnya yang biasanya tenang. Jari-jari Vincent bergerak cepat di atas peta, menandai titik-titik penting: benteng utama Alaric, kota-kota besar yang menjadi pusat kekuatan Keluarga Alaric, dan wilayah perbatasan yang rentan diserang.

“Jika informasi itu benar,” gumam Vincent pelan, “Duke Arthen pasti sudah menyiapkan pasukan untuk menyerang di titik yang paling rentan. Mereka tidak akan bergerak langsung ke kastil utama, karena itu akan terlalu mencolok dan memakan waktu lama. Sebaliknya, mereka akan menguasai kota-kota kecil di perbatasan dulu, memutus jalur suplai dan komunikasi kita.”

“Kau pikir dia akan mengisolasi benteng Alaric?” tanya Silas dengan nada terkejut.

Vincent mengangguk, matanya tetap fokus pada peta. “Ya. Jika mereka berhasil mengambil alih jalur utama ke utara, maka pasukan kita di benteng utama tidak akan mendapatkan dukungan apa pun. Arthen tidak hanya ingin menghancurkan kekuatan kita, dia ingin memusnahkan seluruh eksistensi Keluarga Alaric.”

Silas mengepalkan tangannya. “Sial. Lalu, apa yang harus kita lakukan, Tuan? Butuh setidaknya seminggu perjalanan untuk kembali ke utara dengan kereta biasa, dan itu pun jika kita beruntung tidak terhalang oleh mata-mata dan patroli istana.”

Vincent tersenyum tipis, tetapi senyuman itu sama sekali tidak membawa kedamaian. Itu adalah senyuman seseorang yang telah menemukan jalan keluar dari labirin berbahaya. “Kita tidak akan menggunakan kereta biasa. Kita akan menggunakan rute rahasia yang hanya diketahui oleh sedikit orang di istana.”

Silas menatap tuannya dengan bingung. “Rute rahasia? Maksud Anda… Terowongan Tersembunyi?”

“Benar,” kata Vincent sambil meraih sebuah kunci kecil yang tersembunyi di balik lipatan bajunya. Kunci itu terbuat dari besi tua dengan ukiran simbol yang sama dengan lambang keluarga Alaric. “Terowongan ini dibangun oleh leluhur kita, saat perang besar terakhir melawan kerajaan tetangga. Sebagian besar orang berpikir terowongan itu sudah lama runtuh atau hilang. Hanya segelintir bangsawan tua yang tahu bahwa jalur itu masih bisa digunakan.”

Silas menarik napas dalam. “Tapi, Tuan, rute itu berbahaya! Bahkan dengan peta, banyak yang tersesat dan tidak pernah kembali. Dan jika rute itu sudah lama tidak dipakai, bisa saja terowongan tersebut sudah ambruk.”

Vincent menatapnya dingin. “Kita tidak punya pilihan lain. Jika kita menunggu lebih lama lagi, Arthen akan menghancurkan seluruh wilayah utara. Aku tidak akan membiarkan pria itu mengambil segalanya dari tanganku.”

Tekad di mata Vincent membuat Silas tidak bisa berkata-kata lagi. Akhirnya, ia hanya menunduk dalam-dalam, menerima keputusan tuannya. “Baik, Tuan. Saya akan mempersiapkan perbekalan dan tim kecil untuk berangkat.”

Vincent menggeleng. “Tidak, hanya kita berdua yang akan pergi. Semakin sedikit orang, semakin cepat kita bisa bergerak. Aku juga tidak ingin meninggalkan jejak yang bisa dilacak oleh mata-mata di ibu kota.”

Silas terdiam sejenak, menatap Vincent dengan rasa hormat sekaligus kekhawatiran. “Jika itu yang Anda inginkan, maka saya akan mengikutinya.”

Vincent mengangguk, lalu berbalik menuju meja kecil di sudut ruangan, mengambil gulungan perkamen tua yang tampak berdebu. Peta itu, yang diwariskan turun-temurun dalam keluarga Alaric, menunjukkan jalur terowongan rahasia yang melintasi gunung dan hutan, menuju langsung ke benteng utama di wilayah utara. Hanya ada sedikit tanda di sepanjang jalur—tanda bahaya di titik-titik tertentu, di mana terowongan rawan ambruk atau dikuasai oleh makhluk-makhluk bawah tanah yang terlupakan.

“Kita akan bergerak sekarang,” kata Vincent, nadanya tegas. “Semakin cepat kita tiba di utara, semakin besar peluang kita untuk menghentikan rencana Arthen.”

---

Dini hari berikutnya, Vincent dan Silas menyelinap keluar dari kediaman mereka tanpa meninggalkan jejak. Mereka mengenakan pakaian serba hitam, masing-masing membawa kantong kecil berisi perbekalan dan persenjataan ringan. Jalanan ibu kota masih gelap dan sepi, hanya beberapa penjaga malam yang mengelilingi gerbang utama istana.

Mereka tidak menuju gerbang, melainkan ke sebuah lorong sempit yang tersembunyi di balik reruntuhan bangunan tua di bagian belakang istana. Dengan menggunakan kunci besi itu, Vincent membuka pintu batu yang tersembunyi di balik dinding tebal. Suara gerigi yang berderit pelan terdengar saat pintu terbuka, memperlihatkan tangga yang turun ke dalam kegelapan.

“Ini dia,” gumam Vincent, menatap ke dalam terowongan yang tampak suram dan penuh dengan sarang laba-laba. “Masuki dengan hati-hati. Tidak ada jalan kembali jika kita salah langkah.”

Silas menelan ludah, tetapi ia tetap mengikuti Vincent tanpa ragu-ragu. Mereka bergerak cepat menuruni tangga batu yang licin, lalu memasuki lorong panjang yang dipenuhi dengan akar-akar pohon yang merembes dari dinding. Udara di dalam terowongan terasa lembap dan pengap, dengan bau tanah yang tajam menusuk hidung.

Peta yang dipegang Vincent menunjukkan bahwa mereka harus mengikuti jalur utama sampai bertemu dengan persimpangan pertama. Dari sana, mereka harus mengambil jalan ke kiri, lalu terus berjalan sampai menemukan sebuah ruangan besar yang pernah digunakan sebagai tempat persembunyian. Itulah tempat peristirahatan pertama yang aman.

Setelah berjam-jam berjalan dalam kegelapan, hanya diterangi oleh obor kecil yang dibawa Silas, mereka akhirnya tiba di persimpangan yang dimaksud. Dinding di sekitar mereka penuh dengan ukiran-ukiran aneh—lambang-lambang kuno yang tidak dikenal Vincent. Silas tampak gelisah, matanya melirik ke setiap sudut, seakan mengharapkan sesuatu yang mengerikan akan melompat keluar dari bayangan.

“Tuan,” bisik Silas, suaranya gemetar. “Apa tempat ini?”

Vincent menatap ukiran-ukiran itu dengan alis berkerut. “Ini… lambang keluarga-keluarga kuno. Mungkin dari masa sebelum kerajaan ini terbentuk. Sepertinya terowongan ini pernah digunakan oleh lebih dari satu kekuatan.”

Mereka melanjutkan perjalanan dengan lebih hati-hati, mendengarkan setiap suara kecil yang terdengar dari dalam kegelapan. Angin dingin berhembus dari arah yang tidak diketahui, membawa bisikan aneh yang bergema di lorong-lorong sempit.

Akhirnya, mereka tiba di ruangan besar yang dijanjikan peta. Di sana, patung-patung raksasa berdiri dengan megah, memandang ke arah mereka dengan tatapan kosong. Lantai dipenuhi dengan pecahan-pecahan batu dan puing-puing, tanda bahwa tempat ini telah lama terlupakan.

“Kita akan beristirahat di sini sebentar,” kata Vincent. “Pastikan tidak ada yang mengikuti kita.”

Silas mengangguk, memeriksa sekeliling ruangan dengan penuh kewaspadaan. Sementara itu, Vincent membuka peta lagi, memastikan bahwa mereka berada di jalur yang benar. Namun, saat ia mengamati lebih dekat, ia melihat sesuatu yang tidak diperhatikan sebelumnya—tanda kecil di sudut peta yang tampak seperti lingkaran dengan panah menunjuk ke bawah.

“Apa ini…?” gumamnya pelan.

Sebelum ia bisa menganalisis lebih lanjut, suara gemerisik terdengar dari ujung ruangan. Vincent dan Silas langsung menegang, mengangkat senjata mereka. Dari dalam kegelapan, sesosok bayangan besar muncul, bergerak dengan kecepatan yang mengerikan.

Vincent melompat mundur, pisau di tangannya terhunus. “Siapa di sana?”

Sosok itu tidak menjawab, tetapi hanya tertawa pelan—tawa yang tidak manusiawi dan penuh dengan niat buruk. Dan saat sosok itu melangkah maju, cahaya obor menyoroti wajahnya yang tidak berbentuk, seakan terbuat dari bayangan itu sendiri.

“Apa… makhluk ini?” bisik Silas, suaranya penuh dengan ketakutan.

Vincent menatap makhluk itu dengan mata yang menyipit. Ini bukan manusia, bukan pula binatang. Ini adalah sesuatu yang

The Throne Of Secrets And Iron 〘TAMAT〙Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang