4. Perangkap Di Balik Senyuman

81 7 0
                                    


Setelah pertemuan tegang di Aula Utama, suasana di istana menjadi lebih sunyi dan penuh kewaspadaan. Berita tentang konfrontasi antara Vincent Alaric dan para bangsawan langsung menyebar di seluruh penjuru istana. Para pelayan berbisik dengan nada panik, sementara para bangsawan yang sebelumnya menganggap enteng Duke muda itu sekarang mulai memandangnya dengan campuran kekaguman dan ketakutan. Namun, meski Raja akhirnya menyetujui untuk tidak mencampuri urusan pasukan Alaric, Vincent tahu bahwa masalah sebenarnya baru saja dimulai.

Vincent berjalan melewati lorong-lorong panjang istana, didampingi oleh Silas dan beberapa pengawal pribadinya. Di tengah keheningan yang menyelimuti, ia dapat merasakan tatapan tajam dan penuh curiga dari berbagai penjuru. Setiap bangsawan yang mereka temui segera menyingkir dengan ekspresi takut-takut. Namun, sesekali Vincent melihat kilatan kebencian yang tersembunyi di mata mereka-sebuah tanda bahwa intrik yang lebih dalam sedang disusun.

"Yang Mulia Raja mengizinkan kita kembali ke wilayah utara?" tanya Silas dengan hati-hati, suaranya nyaris berbisik ketika mereka sampai di ruangan pribadi yang telah disediakan untuk Vincent.

"Dia tidak punya pilihan," jawab Vincent dengan suara rendah, menutup pintu di belakang mereka. "Tapi ini belum selesai. Raja hanya menundanya, mencari cara untuk menjebakku. Jika kita kembali ke utara sekarang, itu berarti kita menunjukkan bahwa kita takut."

Silas mengerutkan kening. "Lalu apa rencana Anda, Tuan Muda?"

Vincent berdiri di depan cermin besar, menatap bayangannya sendiri dengan pandangan penuh pertimbangan. "Raja tidak akan membiarkan Keluarga Alaric memiliki kekuatan yang tak tertandingi. Jadi, dia akan berusaha memancingku untuk bergerak gegabah. Aku ingin tahu apa langkah berikutnya yang dia siapkan."

Saat itu, ketukan pelan terdengar di pintu. Seorang pelayan wanita muncul, membungkuk dalam. "Tuan Muda Vincent, Yang Mulia Ratu ingin mengundang Anda ke ruang tamunya. Dia ingin mengadakan pertemuan pribadi."

Vincent mengangkat alis, jelas terkejut dengan undangan ini. Ratu Astoria adalah sosok yang jarang terlihat di panggung politik terbuka. Meskipun dia dikenal sebagai wanita cerdas dan penuh perhitungan, Ratu hampir tidak pernah terlibat langsung dalam urusan negara. Namun, semua orang tahu bahwa di balik layar, kekuatan Ratu tidak kalah dari para bangsawan senior yang berpengaruh.

"Ratu ingin bertemu denganku?" gumam Vincent, setengah kepada dirinya sendiri.

"Benar, Tuan," jawab pelayan itu dengan nada hormat. "Dia menunggu di taman pribadi, dan meminta Anda datang tanpa pengawalan."

"Menarik," Vincent tersenyum tipis. "Baiklah, aku akan datang."

Silas tampak khawatir. "Tuan Muda, ini mungkin perangkap. Ratu dikenal sangat licik, dan tempat pertemuan tanpa pengawalan bisa jadi-"

Vincent mengangkat tangannya, menghentikan protes Silas. "Aku tahu. Tapi aku ingin tahu apa yang dia rencanakan." Ia menatap pelayan itu dengan dingin. "Antarkan aku ke sana."

Pelayan wanita itu menunduk lagi dan mulai berjalan di depan Vincent, memandunya melewati koridor istana yang berliku. Sepanjang jalan, Vincent menyadari bahwa jalur yang dipilihnya aneh-mereka menghindari sebagian besar area umum, dan hanya sesekali berpapasan dengan pelayan atau penjaga yang berpatroli. Setelah beberapa menit berjalan, mereka tiba di sebuah pintu kayu kecil yang tersembunyi di balik taman yang tenang dan terpencil.

"Yang Mulia Ratu menunggu di dalam," kata pelayan itu, membungkuk sekali lagi sebelum melangkah pergi, meninggalkan Vincent sendirian.

Vincent menatap pintu kayu itu sejenak sebelum mendorongnya terbuka. Di baliknya terbentang taman yang indah, dipenuhi bunga-bunga eksotis dan tanaman merambat yang membentuk lengkungan-lengkungan elegan. Di tengah taman, sebuah paviliun kecil berdiri, dikelilingi oleh air mancur yang mengalir lembut, menciptakan suasana damai yang menenangkan.

Ratu Astoria duduk di tengah paviliun, mengenakan gaun sutra berwarna biru tua yang kontras dengan rambut hitam panjangnya. Cahaya matahari sore menyorot wajahnya yang cantik dan tak terbaca. Ketika melihat Vincent mendekat, dia tersenyum tipis, menyapa dengan anggukan anggun.

"Selamat datang, Duke Vincent. Terima kasih sudah memenuhi undanganku."

Vincent membungkuk sedikit, lebih sebagai formalitas daripada rasa hormat. "Yang Mulia, suatu kehormatan bagi saya menerima undangan Anda. Meski harus saya akui, saya sedikit terkejut. Saya tidak menyangka Ratu sendiri akan tertarik untuk bertemu dengan saya."

Ratu tersenyum lembut, tetapi mata birunya yang tajam tidak meninggalkan Vincent. "Kamu meremehkanku, Vincent. Setiap pergerakan penting di kerajaan ini menarik perhatianku, apalagi jika menyangkut seseorang sepertimu." Ia memberi isyarat agar Vincent duduk di kursi di depannya. "Mari kita bicara secara terbuka, tanpa formalitas yang membosankan."

Vincent menatapnya dengan penuh kewaspadaan, tetapi ia tetap duduk. "Bicara secara terbuka, Anda katakan?" tanyanya, suaranya penuh skeptisisme. "Saya tidak pernah mendengar seorang bangsawan istana yang benar-benar berbicara jujur."

Ratu tersenyum, dan kali ini senyum itu dingin. "Kau benar. Tapi aku pikir kita bisa membuat pengecualian kali ini. Karena yang ingin kubahas adalah tentang Raja dan rencana besarnya terhadap Keluarga Alaric."

Tatapan Vincent berubah tajam. "Rencana besar? Apa yang Anda maksud?"

"Raja memandangmu sebagai ancaman, Vincent," Ratu berkata dengan nada lembut, meski ada ketegasan yang tersembunyi di balik kata-katanya. "Dia tahu bahwa Keluarga Alaric memiliki kekuatan yang dapat menggulingkan tahta jika dipimpin dengan benar. Dan aku pikir kau tahu itu juga."

Vincent menyandarkan diri, menilai wanita di depannya dengan mata yang menyipit. "Lalu apa yang Anda inginkan dariku, Yang Mulia? Apakah Anda datang untuk memperingatkanku, atau menawarkan aliansi?"

Ratu tertawa kecil, nada suaranya seperti lonceng lembut yang penuh tipu daya. "Vincent, kita tidak berada di sisi yang sama, tapi kita juga tidak perlu menjadi musuh. Aku hanya ingin memberitahumu bahwa Raja akan mencoba merusak reputasimu, menyingkirkanmu tanpa harus terlibat langsung."

"Katakan saja inti dari permainan ini," desak Vincent, nadanya lebih serius. "Apa yang sedang dia rencanakan?"

"Pemberontakan," jawab Ratu singkat, matanya bersinar penuh rahasia. "Raja berencana untuk menghasut beberapa bangsawan di utara, menciptakan pemberontakan kecil di wilayahmu. Dia akan memaksa pasukan Alaric bertempur dengan saudara sendiri, melemahkanmu dari dalam. Dan jika kau bertindak terlalu keras, dia akan memanfaatkan alasan itu untuk mencapmu sebagai pemberontak dan mengerahkan pasukan kerajaan untuk menghancurkanmu."

Vincent terdiam, mencerna informasi itu dengan cepat. Jika Ratu berkata jujur, maka ini adalah perangkap yang sangat licik-membuat Vincent berperang melawan bangsawannya sendiri, lalu menghukumnya karena melawan. Semua itu tanpa Raja harus menggerakkan satu pun pasukan utama kerajaan.

"Kau mungkin bertanya, mengapa aku memberitahumu ini?" Ratu melanjutkan, senyumnya berubah menjadi lebih misterius. "Karena aku ingin melihat seberapa jauh kau bisa bertahan. Aku ingin tahu, apakah kau layak untuk menjadi ancaman nyata bagi Raja, atau hanya sekadar bayangan menakutkan tanpa substansi."

Vincent tertawa kecil, tatapan dinginnya menatap lurus ke mata Ratu. "Jadi ini permainan bagi Anda, Yang Mulia? Mencoba menantangku untuk menunjukkan taringku?"

Ratu menatap balik dengan pandangan tajam. "Katakan saja aku sedang mencari sekutu masa depan. Tapi sebelum itu, tunjukkan pada dunia bahwa kau memang monster yang ditakuti semua orang."



Dobel up buat yang masih mau baca cerita aku
And thank you

The Throne Of Secrets And Iron 〘TAMAT〙Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang