Benteng Whitelock adalah salah satu benteng paling tangguh di selatan. Berdiri megah di atas tebing terjal, dikelilingi oleh sungai deras yang tak mungkin diseberangi kecuali melalui satu-satunya jembatan utama. Dinding-dinding benteng yang tebal, dijaga oleh barisan pemanah yang terlatih, membuat setiap upaya pengepungan atau serangan frontal tampak seperti usaha bunuh diri.
Namun, di bawah terang bulan yang dingin, pasukan Vincent Alaric telah berkumpul di hutan seberang sungai. Mata-mata yang telah disebar jauh-jauh hari melaporkan pergerakan musuh, dan kini mereka menunggu perintah pemimpin mereka. Diam-diam, pasukan itu mengendap di antara pepohonan, menyamarkan kehadiran mereka di balik bayang-bayang gelap.
Vincent berdiri di atas bukit kecil, memandangi benteng besar di seberang sungai. Dari kejauhan, benteng itu tampak sunyi, seolah menyimpan rahasia kelam yang siap meledak kapan saja. Namun, Vincent tahu bahwa ketenangan itu hanyalah topeng. Di balik dinding-dinding kokoh itu, keluarga Whitelock pasti sudah mempersiapkan perangkap untuk menyambut mereka.
“Kapten Gavriel,” Vincent memanggil pelan, tanpa mengalihkan pandangannya dari benteng di kejauhan.
Gavriel, yang telah berdiri di dekatnya sepanjang waktu, segera mendekat. “Apa yang Anda butuhkan, Tuan?”
Vincent tersenyum tipis. “Laporan terakhir tentang kekuatan Whitelock?”
“Pasukan utama mereka berjumlah sekitar seribu prajurit, sebagian besar pemanah dan kavaleri ringan,” jawab Gavriel cepat. “Mereka punya sekitar dua ratus penjaga yang ditempatkan di benteng, sementara sisanya ditempatkan di luar, berpatroli di sekitar hutan dan perbatasan. Hanya ada satu jalan masuk yang mudah diakses, yaitu jembatan utama.”
Vincent mengangguk pelan. Semua informasi ini sudah ia ketahui, tetapi ia hanya ingin memastikan tidak ada yang terlewat. “Bagaimana dengan pasokan air dan makanan mereka?”
Gavriel melirik peta yang dibawanya. “Benteng Whitelock bergantung pada sungai untuk pasokan air mereka, tetapi itu juga menjadi titik lemah mereka. Jika kita bisa memblokir jalur air atau meracuni sungai, kita bisa memaksa mereka keluar.”
Vincent memutar cincin di jarinya, pikirannya bekerja dengan kecepatan yang tak terbayangkan. “Tidak. Meracuni air akan terlalu mudah ditebak, dan mereka mungkin sudah mempersiapkan langkah antisipasi. Kita tidak bisa melakukan sesuatu yang bisa diprediksi.”
“Tapi, Tuan,” Gavriel bersikeras, “kita tidak bisa menyerang langsung. Benteng ini terlalu kuat untuk ditaklukkan dengan frontal.”
“Aku tahu,” jawab Vincent, tatapannya mengeras. “Itu sebabnya kita tidak akan menyerang dengan cara biasa.”
“Lalu, apa rencana Anda?” tanya Gavriel dengan rasa ingin tahu yang mendalam.
Vincent berbalik, menatap Gavriel dengan senyum yang dingin dan tak terbaca. “Kita akan membakar benteng mereka—dari dalam.”
Wajah Gavriel menunjukkan keterkejutan yang jelas. “Dari dalam? Tapi bagaimana? Benteng itu dijaga ketat. Tidak ada cara untuk menyusup masuk tanpa diketahui.”
Vincent mengangkat salah satu surat gulungan dari sakunya, memperlihatkan segel yang rusak. Itu adalah simbol keluarga Whitelock. “Ada jalan masuk yang bahkan tidak diketahui oleh pasukan mereka sendiri,” katanya pelan. “Salah satu pelayan mereka, seorang pengkhianat kecil yang sangat mudah dibeli, memberitahuku tentang jalur rahasia di bawah benteng. Jalur ini langsung terhubung ke gudang senjata utama mereka.”
Gavriel menatap surat itu dengan tak percaya. “Jalur rahasia… Mereka sungguh ceroboh membiarkan informasi ini bocor.”
Vincent tersenyum. “Setiap benteng punya kelemahan, Gavriel. Mereka hanya perlu orang dalam yang cukup putus asa untuk menjual informasi itu. Sekarang, kita hanya perlu memasukkan beberapa orang kita ke dalam jalur tersebut, lalu membakar persediaan senjata dan makanan mereka.”
“Dan setelah itu, mereka akan panik,” Gavriel bergumam, menyadari rencana Vincent. “Kita tidak perlu menyerang langsung. Kita akan membuat mereka sendiri yang menghancurkan pertahanan mereka.”
“Benar sekali.” Vincent mengangguk puas. “Saat api mulai menyebar, kita akan memblokir jembatan utama, mencegah mereka melarikan diri. Pasukan Whitelock akan terjebak di dalam benteng mereka sendiri, terkepung oleh api dan ketakutan. Tidak akan ada yang tersisa.”
Gavriel mengangguk hormat, matanya berbinar dengan kekaguman pada kecerdikan pemimpinnya. “Perintah Anda, Tuan?”
“Pilih dua puluh orang terbaikmu, dan kirim mereka melalui jalur yang disebutkan di sini,” Vincent menyerahkan peta kecil yang menunjukkan lokasi pintu masuk rahasia. “Mereka harus bergerak diam-diam, tanpa membuat suara. Pastikan mereka membawa cukup bahan bakar untuk menyalakan api besar.”
“Siap, Tuan,” jawab Gavriel tegas, lalu berbalik untuk mempersiapkan tim penyusup.
Setelah Gavriel pergi, Vincent menatap benteng besar itu sekali lagi. Di balik dinding tebal itu, para prajurit Whitelock pasti mengira mereka aman. Mereka mungkin tengah bersantai, menikmati malam yang tenang, tanpa menyadari bahwa kehancuran tengah merayap menuju mereka.
“Sekarang, tunjukkan padaku,” gumam Vincent pelan. “Tunjukkan padaku seberapa kuat pertahananmu saat nyawa prajuritmu terbakar oleh api yang membara.”
---
Malam itu, saat bulan tertutup awan gelap, dua puluh prajurit elit keluarga Alaric, dipimpin oleh Gavriel, mulai menyusup ke dalam jalur rahasia yang telah dijelaskan. Mereka bergerak cepat dan senyap, hanya suara langkah pelan dan napas tertahan yang terdengar di udara. Di tangan mereka, jerigen-jerigen kecil berisi cairan minyak mudah terbakar berayun perlahan.
Ketika mereka mencapai pintu keluar jalur rahasia, mereka mendapati diri mereka berada di dalam ruangan besar yang penuh dengan peti-peti kayu dan senjata-senjata yang disusun rapi. Ini adalah gudang utama persenjataan benteng Whitelock—tumpukan mesiu, panah, dan bahan peledak yang disimpan untuk mempertahankan benteng.
“Kita harus bergerak cepat,” bisik Gavriel sambil mengarahkan anak buahnya untuk menyebar. “Tumpahkan minyak di seluruh sudut ruangan. Pastikan setiap peti tersentuh, kita tidak boleh meninggalkan apa pun yang bisa dipadamkan dengan mudah.”
Anak buahnya mengangguk dan segera bergerak, menyiramkan minyak ke seluruh area gudang. Tak lama kemudian, ruangan itu mulai dipenuhi dengan bau menyengat dari bahan bakar yang berceceran di lantai. Ketika semuanya siap, Gavriel mengangkat sebuah obor kecil yang disembunyikannya di balik jubah.
“Bersiap untuk mundur segera setelah aku menyalakannya,” perintah Gavriel dengan nada tegas.
Obor itu dilemparkan ke tumpukan kayu yang basah oleh minyak, dan seketika, api mulai menyala. Dalam hitungan detik, api kecil itu berubah menjadi kobaran besar yang menjilati dinding, menyebar dengan kecepatan menakutkan. Suara kayu retak dan ledakan kecil bergema di dalam ruangan.
“Cepat! Mundur!” Gavriel memberi isyarat, dan timnya segera berlari kembali melalui jalur rahasia. Ketika mereka keluar ke permukaan, langit malam diwarnai dengan cahaya oranye dari api yang mulai menyebar di dalam benteng.
---
Di luar, Vincent berdiri dengan tenang, menatap api yang mulai berkobar. Teriakan panik mulai terdengar dari benteng ketika para penjaga menyadari apa yang terjadi. Panik dan kebingungan menyelimuti seluruh benteng. Prajurit yang mencoba memadamkan api segera dihantam oleh ledakan dari tumpukan mesiu yang terbakar.
“Mulai kepungan,” perintah Vincent singkat.
Pasukannya, yang telah bersiap di sepanjang sungai, segera bergerak. Mereka memblokir jembatan utama, memutus satu-satunya jalan keluar dari benteng. Tidak ada celah untuk melarikan diri.
“Sekarang kita lihat,” bisik Vincent, matanya memancarkan keganasan. “Seberapa lama kau bisa bertahan, Whitelock, sebelum semuanya runtuh di hadapanmu.”
Malam itu, benteng Whitelock terbakar habis, dan bersamanya, runtuhlah salah satu kekuatan terbesar di selatan. Vincent hanya berdiri di sana, di tengah kobaran api dan jeritan putus asa, menatap kehancuran yang ia ciptakan dengan ekspresi dingin.
Kemenangan ini hanyalah awal
KAMU SEDANG MEMBACA
The Throne Of Secrets And Iron 〘TAMAT〙
FantasyKetika seorang pria tak berperasaan dari dunia modern terbangun dalam tubuh Duke Vincent, seorang bangsawan muda yang terkenal karena kebrutalannya, ia mendapati dirinya berada di pusat permainan politik yang mematikan. Di kerajaan yang penuh dengan...