17. Badai di Ujung Hujan

12 1 0
                                    

Dengan kecurigaan yang berkembang di antara para bangsawan, Vincent Alaric melanjutkan strateginya dengan tenang. Ia menyaksikan setiap reaksi, mendengarkan setiap bisikan, dan mengendalikan aliran informasi dengan penuh keahlian. Dalam permainan politik yang penuh intrik ini, setiap detail menjadi penting.

Setelah perayaan besar, Vincent mengundang Lord Balthasar untuk berbicara secara pribadi. Ia tahu bahwa Balthasar adalah seorang bangsawan yang ambisius dan memiliki pengaruh yang signifikan di kalangan aristokrat lainnya. Jika ia bisa mengendalikan Balthasar, maka banyak bangsawan lain akan mengikuti jejaknya.

Malam itu, Vincent menyiapkan ruang pertemuan dengan suasana yang nyaman. Lilin-lilin menyala dengan lembut, menciptakan cahaya hangat di ruang yang dilapisi dinding kayu. Peta kerajaan terhampar di atas meja, menunjukkan semua wilayah yang saat ini dikuasai oleh Vincent. Ia ingin menegaskan posisinya sebagai duke yang kuat dan berpengaruh.

Ketika Balthasar masuk, Vincent menyambutnya dengan senyuman yang ramah. “Lord Balthasar, terima kasih telah datang. Aku ingin berbicara tentang beberapa hal yang kita diskusikan sebelumnya.”

“Terima kasih, Duke Vincent,” jawab Balthasar, meskipun wajahnya menunjukkan rasa curiga. “Apa yang ingin kau bahas?”

Vincent menunjukkan peta dengan lembut. “Aku ingin kita melihat bagaimana kita bisa menjaga stabilitas kerajaan ini setelah kehancuran keluarga Whitelock. Kita harus bersatu, dan jika kita tidak melakukannya, musuh kita akan melihat kelemahan kita.”

“Setuju,” Balthasar menjawab, tetapi matanya tetap tajam, seolah sedang mencari celah dalam pernyataan Vincent. “Tetapi aku khawatir tentang ambisi kita sendiri. Sejak kehancuran Whitelock, banyak yang merasa terancam.”

Vincent mengangguk, berpura-pura memahami. “Itu sebabnya kita perlu menegaskan kekuatan kita. Kita tidak bisa membiarkan orang-orang berpikir kita lemah. Jika kita bersatu, kita dapat menghilangkan ancaman yang tersisa. Namun, kita juga harus mengawasi mereka yang mungkin ingin mengambil keuntungan dari situasi ini.”

“Apakah kau merujuk pada keluarga lainnya?” tanya Balthasar, mulai tertarik pada percakapan.

“Ya,” Vincent menjawab, berusaha menyisipkan kecurigaan. “Ada banyak yang mengincar kekuasaan. Kita perlu mengawasi mereka dengan hati-hati. Jika tidak, kita akan terjebak dalam pertempuran yang tidak perlu. Kau dan aku bisa bekerja sama untuk memastikan tidak ada yang mengambil alih posisi kita.”

Balthasar terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Vincent. “Mungkin ada baiknya kita mempertimbangkan aliansi yang lebih formal. Jika kita bersatu, kita bisa mengatur siapa yang akan mengendalikan kekuasaan di kerajaan ini.”

Vincent tersenyum, melihat kesempatan di depan mata. “Sebuah aliansi, itu ide yang bagus. Tetapi kita perlu menjadikan aliansi ini sebagai kekuatan yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Kita perlu memastikan semua orang tahu betapa kuatnya kita.”

Keduanya melanjutkan perbincangan dengan hati-hati, merencanakan langkah-langkah selanjutnya sambil menyisipkan keraguan dan kecurigaan satu sama lain. Dalam pikiran Vincent, ia merasa telah berhasil menanamkan benih ketidakpercayaan di antara bangsawan lainnya.

---

Malam berikutnya, Vincent memanggil para pengawalnya dan memerintahkan mereka untuk meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan para bangsawan lainnya. Ia ingin memastikan bahwa semua langkah yang diambil tidak terlewatkan. Dalam pencariannya untuk mengendalikan kekuatan politik, ia tidak hanya ingin mengandalkan kekuatan fisik, tetapi juga manipulasi psikologis.

Di tengah semua rencananya, Vincent tidak menyadari bahwa ada mata-mata di antara mereka. Seseorang yang melaporkan setiap gerakan dan perbincangan yang dilakukan. Dalam bayangan, seseorang bersembunyi, mencatat semua informasi yang bisa digunakan untuk menghancurkan rencana Vincent.

Sementara itu, di luar benteng, angin malam mulai bertiup kencang. Awan gelap berkumpul di langit, dan hujan mulai turun dengan deras. Seolah alam turut merasakan ketegangan yang terjadi di dalam benteng. Suara petir menggelegar menandai kedatangan badai, dan di tengah hujan deras, sekelompok prajurit bersiap-siap untuk melancarkan serangan.

Di dalam benteng, Vincent merasakan ketidaknyamanan. Dalam suasana yang mencekam ini, ia merasakan ada yang tidak beres. “Apa yang terjadi di luar?” tanyanya pada salah satu pengawalnya.

“Badai sedang datang, Tuan,” jawab pengawal itu. “Tapi sepertinya ada yang tidak beres di luar. Beberapa dari kita melaporkan adanya gerakan mencurigakan di sekeliling benteng.”

Vincent segera berdiri, tatapannya tajam. “Siapkan pasukan. Kita harus memastikan benteng ini aman. Aku tidak ingin ada yang mengganggu rencana kita.”

Beberapa pengawal bergegas keluar untuk memeriksa keadaan, sementara Vincent merasa jantungnya berdegup kencang. Badai yang datang seolah menjadi pertanda buruk, dan ia merasa ketidakpastian menggantung di atas kepalanya.

---

Di luar benteng, di tengah badai, kelompok prajurit yang dipimpin oleh seorang pemimpin bernama Arlen bersiap untuk menyerang. Mereka adalah sisa-sisa loyalis keluarga Whitelock yang bertekad untuk membalas dendam atas kehancuran keluarga mereka.

“Apakah semua sudah siap?” tanya Arlen kepada prajuritnya.

“Ya, pemimpin. Kami sudah mengatur semua posisi. Kami akan menyerang di saat yang tepat,” jawab salah satu prajurit.

Arlen mengangguk, merasa bersemangat. “Kita tidak bisa membiarkan Vincent Alaric menganggap kita lemah. Kita harus menunjukkan bahwa meskipun keluarga Whitelock telah runtuh, kita masih memiliki kekuatan untuk melawan.”

Di tengah angin kencang dan hujan yang deras, mereka bergerak mendekati benteng, berusaha tetap tersembunyi. Arlen tahu bahwa serangan mendadak akan menjadi keuntungan mereka. Mereka hanya perlu menunggu momen yang tepat untuk melancarkan serangan.

---

Sementara itu, di dalam benteng, Vincent merasakan bahwa ketegangan semakin meningkat. Dia bisa merasakan ancaman yang mendekat, tetapi dia tidak tahu dari mana serangan itu akan datang. Dengan badai yang mengguntur di luar, pikiran Vincent dipenuhi dengan perencanaan dan strategi untuk menghadapi apa pun yang mungkin terjadi.

“Laporkan setiap gerakan!” Vincent berteriak kepada pengawalnya. “Kita harus siap menghadapi setiap kemungkinan. Kita tidak akan membiarkan siapa pun menghancurkan rencana kita.”

Saat Vincent bersiap, suasana di dalam benteng berubah menjadi tegang. Semua prajurit dan pengawalnya bersiap siaga, menunggu perintah selanjutnya. Dalam ketidakpastian ini, Vincent merasa ada bayangan di balik rencananya, sesuatu yang mungkin mengancam semua yang telah dia bangun.

Ketika badai semakin mendekat, Vincent tidak tahu bahwa di luar, sekelompok prajurit yang setia kepada Whitelock sudah bersiap untuk melancarkan serangan mendadak. Dalam kegelapan malam yang mencekam, semua akan diputuskan—apakah Vincent Alaric dapat bertahan atau apakah rencananya akan hancur seiring dengan badai yang menggulung.

The Throne Of Secrets And Iron 〘TAMAT〙Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang