[2] Pengakuan

2K 176 0
                                        

Hari mendung menghiasi kota Jakarta seharian ini. Bahkan pada pukul dua siang ini, tidak ada pancaran sinar matahari. Suasananya kelabu, tidak panas, Cuaca hari ini sangat mendukung dengan suasana hati Oline, yang sedang menikmati langit mendung dengan bersedekap menatap luasan semesta yang dipenuhi gedung-gedung dan bangunna lain.

Dia lagi menyendiri di rooftop kantor tempatnya bernaung. Latihan telah usai dan kegiatan mereka hari ini juga sudah selesai. Seharusnya dia pulang, karena jemputannya juga belum datang dia memilih bersantai disini.

Kelihatannya aja santai, padahal kepalanya sedang punya banyak beban pikiran. Apalagi jika bukan soal masalah hati yang tidak tau harus dibawa kemana. Dan itu sudah berlangsung berbulan-bulan.

Sebelumnya dia memilih abai, dianggapnya biasa saja. Tapi seiring berjalannya waktu dia tak lagi bisa menganggap semua seperti biasa. Perasaannya semakin dalam dan semakin sulit untuk menyembunyikannya.

“Kamu ngapain disini sendirian?”

Pertanyaan dari suara yang tak lagi asing di telinganya itu berhasil membubarkan pertengkarang isi kepala dan kemauan hatinya. Oline berbalik, dia mendekati seseorang yang sedang berdiri di tangga.

“Gak ngapa-ngapain. Jemputan aku masih lama. Kamu belum pulang?”

“Jemputan aku juga belum datang,”

Keduanya terdiam. Gak tau kenapa atau karena terbawa perasaan yang sedang gundah gulana, Oline merasa suasana ini cukup canggung. Padahal mereka gak pernah begini, biasanya santai-santai aja.

“Erine,”

Erine terperanjat begitu menoleh merasakan sapuan lembut di pipinya yang terasa dingin. Saat sadar sepenuhnya dengan apa yang terjadi matanya melotot menatap seseorang yang barusan melakukan aksi tiba-tiba yang berhasil membuat dia kaget.

“Erine, ak - aku”

“Apa?!”

Oline menggigit bibir bawahnya menahan ucapan dari mulutnya yang mungkin saja akan membuat hubungan mereka berubah. Jujur aksi barusan adalah sebuah kenekatan yang tidak ada dalam rencananya. Dia terlalu gemas sehingga tidak bisa menahan diri.

Dia berusaha menimbang sesingkat-singkatnya. Otaknya berpikir keras mencoba memilah mana yang lebih baik. Melihat respon seseorang di depannya mungkin jujur tidak akan berakhir baik untuk hubungan mereka nanti.

Siapkah dirinya jika hubungan pertemanan ini berakhir dan dirinya dijauhi karena pengakuannya yang jujur?

Tapi jika tidak sekarang kapan lagi? Tidak ada jaminan bahwa dia akan berani melakukan ini dikemudian hari!

“Ak - Aku-”

“Apa?!” Tatapan Erine semakin tajam,

Menarik nafas dalam, menghembuskannya perlahan, dia menatap lekat penuh keseriusan. Baiklah… Tidak akan ada yang tau hasilnya jika tidak dicoba. Jika ditolak ya sudah, nasib percintaannya saja yang memang mengenaskan.

“Aku suka sama kamu. Suka yang sebenarnya, bukan sebagai sahabat.” Tandas Oline tanpa ragu. Lega. Definisi yang menggambarkan Oline saat ini. Akhirnya beban dalam hati yang selama ini dia tutupi itu terungkap juga.

Erine dibuat melongo sama pengakuan Oline. Dia kira Oline akan minta maaf karena melakukan itu tanpa sengaja bukan malah mengeluarkan pengakuan cinta macam ini. Atau jangan-jangan  ciuman pipi tadi bukan sebuah ketidaksengajaan melainkan sengaja??

“Rin - Arrggggg!! Rinnn kenapa aku di gigit?” Oline meringis mengusap lengan atasnya yang mendapat sapaan dari gigi Erine.

“Lagian kamu-” Erine menggantungkan ucapannya, dia bingung mau mengungkapkan keterkejutannya dengan kata apa, namun pasti tatapannya masih menatap murka.

Jalan Kita [Orine]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang